KABARBURSA.COM – Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada sesi I Rabu, 17 September 2025, mencatat dominasi asing di sejumlah emiten tambang. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) menjadi dua saham dengan net buy asing terbesar di pasar reguler.
BUMI tercatat diborong investor asing sebesar 235,9 juta saham, dengan net buy mencapai 124,9 juta saham. Sementara BRMS mengikuti dengan net buy 84,35 juta saham dari total pembelian asing 186,5 juta saham.
Di luar dua emiten grup Bakrie tersebut, saham lain yang juga menjadi incaran asing adalah PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dengan net buy 47,05 juta saham, serta PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar 41,17 juta saham.
Hal itu sejalan dengan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG yang ditutup naik 0,28 persen atau 21,85 poin ke level 7.969,89. Aktivitas transaksi tercatat Rp8,3 triliun dengan kurs rupiah berada di 16.426 per dolar AS.
Transaksi Asing Masih Dominan di Pasar
Data Stockbit Sekuritas menunjukkan total pembelian asing (foreign buy) sepanjang sesi pertama hari ini mencapai Rp2,54 triliun, sedikit lebih tinggi dibanding penjualan asing Rp2,41 triliun. Sehingga tercatat net buy asing senilai Rp138,3 miliar di semua pasar.
Dari sisi volume, investor asing membukukan pembelian 4,93 miliar saham, sementara penjualan mencapai 2,50 miliar saham. Selisih tersebut menghasilkan net buy 2,43 juta saham secara keseluruhan.
Meski BUMI dan BRMS memimpin di daftar net buy, sejumlah saham unggulan justru dilepas asing. PT Multipolar Tbk (MLPL) mengalami net sell terbesar yakni 38,6 juta saham, diikuti PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) 35,3 juta saham, serta PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) 30,3 juta saham.
Dari sisi broker, aktivitas transaksi terbesar sesi pertama dipimpin Mandiri Sekuritas dengan total nilai Rp1,76 triliun. Stockbit Sekuritas Digital berada di posisi kedua dengan transaksi Rp1,73 triliun, disusul Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rp1,49 triliun.
UBS Sekuritas Indonesia dan Maybank Sekuritas Indonesia melengkapi daftar lima besar dengan nilai transaksi masing-masing Rp1,30 triliun dan Rp1,02 triliun.
Kuatnya dominasi asing di saham komoditas dan tambang kembali menegaskan minat investor global terhadap sektor sumber daya alam, di tengah dinamika harga batu bara dan emas di pasar internasional.
Sebelumnya, IHSG dibuka relatif stabil. Pada sesi awal perdagangan, indeks tercatat di level 7.964,88 naik tipis 7,18 poin atau 0,09 persen dibanding penutupan sebelumnya. IHSG sempat bergerak di kisaran 7.960,67 hingga 7.971,60 dengan pembukaan di 7.964,42.
Volume perdagangan di seluruh pasar tercatat 5,07 juta lot senilai Rp444,49 miliar melalui 40.260 kali transaksi. Di pasar reguler, angka transaksi sama yakni 5,07 juta lot dengan nilai Rp444,49 miliar.
Investor asing terlihat melakukan aksi jual bersih (net foreign sell) Rp374,55 miliar di semua pasar dengan porsi Rp393,01 miliar di pasar reguler, meski mencatatkan net buy Rp18,46 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
IHSG Berpeluang Bangkit Pekan Ini
Pergerakan IHSG yang cenderung datar pada awal perdagangan ini mencerminkan sikap investor yang menunggu arah sentimen global serta rilis data ekonomi domestik yang direncanakan keluar pekan ini.
Aksi profit taking pada saham-saham energi juga menjadi penahan kenaikan indeks meski sektor teknologi terlihat menguat signifikan.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah sempat memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang bangkit pekan ini, 15 hingga 19 September 2025.
Kombinasi katalis global dan domestik diprediksi mendorong laju indeks menembus resistance 8.000 dengan support di 7.650.
Hari mengatakan tekanan tajam pada awal pekan lalu akibat reshuffle Menkeu yang sempat membuat IHSG terkoreksi -3,53 persen dan memicu capital outflow asing hingga Rp6 triliun kini berbalik arah seiring munculnya stimulus pemerintah dan ekspektasi kebijakan The Fed yang lebih dovish.
Ia mengungkapkan peluang masuknya modal asing kembali ke pasar emerging market semakin besar setelah data ketenagakerjaan Amerika Serikat melemah.
“Keputusan suku bunga The Fed yang berpotensi lebih dovish setelah data ketenagakerjaan melemah membuka peluang arus modal masuk kembali ke emerging market serta menjaga momentum penguatan harga emas sebagai salah satu sektor defensif pilihan investor. Jika suku bunga US dipangkas kemungkinan USD akan melemah dan membuat harga emas semakin naik,” kata Hari melalui keterangan resmi yang diterima KabarBursa.com pada Senin, 15 September 2025. (*)