KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespon dengan langkah proaktif terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dengan menyusun regulasi turunannya, khususnya yang terkait dengan perdagangan karbon.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan November 2023 secara virtual di Jakarta.
"Ini merupakan tindak lanjut UU P2SK melalui penyusunan regulasi turunan, termasuk implementasi perdagangan karbon dan penguatan landasan hukum terkait produk derivatif," ujar Inarno Djajadi.
Pada tahun 2024, perdagangan karbon dianggap sebagai salah satu program prioritas OJK. Langkah ini juga diikuti dengan peningkatan cakupan perlindungan Dana Perlindungan Pemodal (DPP), Reksa Dana, serta Layanan Urun Dana (SCF). Revisi Peraturan OJK tentang Securities Crowdfunding (SCF) juga masuk dalam agenda prioritas tahun depan.
Selain itu, OJK akan fokus pada penyusunan ketentuan terkait pemberian insentif pada Penawaran Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan sebagai bagian dari program prioritas di tahun 2024. Pengaturan ranking atau rating reksa dana juga akan diatur untuk meningkatkan kualitas pengelolaan investasi.
"Ini adalah upaya kami dalam melakukan pengembangan dan pendalaman pasar modal, sekaligus untuk meningkatkan perlindungan investor. Berbagai program prioritas ini memerlukan dukungan semua pemangku kepentingan di pasar modal Indonesia," tambah Inarno.
Selama tahun 2023, OJK telah mengeluarkan beberapa kebijakan strategis untuk pengembangan pasar modal, seperti peluncuran Roadmap Pasar Modal Indonesia 2023-2027 dan Bursa Karbon. OJK juga aktif dalam menjalankan peran sebagai Ketua Asean Capital Market Forum (ACMF), dengan berbagai inisiatif utama yang telah berhasil dicapai.
Salah satunya adalah penerbitan ASEAN Transition Finance Guidance, yang menjadi pedoman dalam transisi ke ekonomi rendah karbon. Di bawah kepemimpinan OJK, ACMF juga menyelesaikan proses revisi ASEAN Corporate Governance Scorecard dengan penekanan pada prinsip-prinsip OECD tentang Tata Kelola Perusahaan. Sustainability menjadi pilar utama dalam revisi tersebut.
Tak hanya itu, OJK juga terlibat dalam ACMF-IFRS Foundation Dialogue on IFRS Sustainability Disclosure Standards, sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas pelaporan keberlanjutan. Sejumlah inisiatif lain, seperti peluncuran Handbook untuk ASEAN Green Lane dan kerja sama dengan Financial Services Regulatory Authority of Abu Dhabi Global Market, juga terus diperkuat.
Dengan komitmen dan langkah-langkah strategis ini, OJK bertekad menjadikan pasar modal Indonesia sebagai motor penggerak perekonomian nasional, seiring dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) sesuai dengan Paris Agreement.
Apa Itu Perdagangan Karbon ?
Perdagangan karbon, atau yang dikenal sebagai carbon trading, mencakup aktivitas jual beli kredit karbon, di mana pembeli memiliki emisi karbon yang melampaui batas yang telah ditetapkan. Kredit karbon, sebagai representasi 'hak' sebuah perusahaan untuk melepaskan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca dalam proses industri mereka, setara dengan penurunan 1 ton karbon dioksida (CO2).
Umumnya, kredit karbon yang diperjualbelikan berasal dari proyek-proyek berkelanjutan. Lembaga verifikasi seperti Verra memiliki peran kunci dalam menghitung kemampuan penyerapan karbon oleh lahan hutan pada proyek tertentu dan mengeluarkan kredit karbon dalam bentuk sertifikat. Tidak hanya itu, kredit karbon juga bisa berasal dari perusahaan yang berhasil menjaga emisinya di bawah ambang batas yang telah ditetapkan dalam industri mereka.
Pihak berwenang setempat memiliki andil dalam mengatur kredit karbon ini hingga batas tertentu. Jika suatu perusahaan menghasilkan emisi yang kurang dari jumlah kredit yang dimilikinya, perusahaan tersebut dapat menjual sisa kreditnya di pasar karbon. Namun, jika emisi yang dihasilkan melebihi jumlah kredit yang dimiliki, perusahaan harus membayar denda atau membeli kredit tambahan di pasar karbon.
Dengan cara ini, negara-negara di seluruh dunia dapat mengontrol jumlah emisi dan mengurangi dampak gas rumah kaca dengan cara yang signifikan. Sistem perdagangan karbon memberikan insentif ekonomi bagi perusahaan untuk mengurangi emisi dan berkontribusi pada perlindungan lingkungan secara global.