Logo
>

OJK: Akhir 2024 BPR Harus Penuhi Modal Inti Rp6 Miliar

Ditulis oleh KabarBursa.com
OJK: Akhir 2024 BPR Harus Penuhi Modal Inti Rp6 Miliar

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta Bank Perekonomian Rakyat (BPR) untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar sebelum 31 Desember 2024, sementara untuk Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) batas waktu pemenuhan ketentuan tersebut adalah 31 Desember 2025.

    Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Eddy Manindo Harahap menjelaskan bahwa ketentuan modal minimum ini sudah diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 05/POJK.03/2015. Dengan demikian, BPR dan BPRS telah diberikan waktu sembilan tahun untuk memenuhi persyaratan ini.

    "Kita sudah kasih waktu sembilan tahun sejak 2015," kata Eddy.

    Ketentuan modal minimum BPR dan BPRS ini juga dicantumkan dalam peta jalan BPR/BPRS 2024-2027 yang baru saja diluncurkan oleh OJK pada 20 Mei 2024.

    Eddy menambahkan bahwa sesuai dengan mandat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), peran BPR dan BPRS ke depannya akan semakin luas, termasuk memiliki akses untuk mencari pendanaan melalui penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) serta menjadi pelaku dalam ekosistem sistem pembayaran.

    "Kalau sudah begitu, BPR itu sudah sama seperti bank umum. Tapi, ya tentu saja untuk itu, BPR nya harus diperkuat dulu," jelasnya.

    Salah satu langkah untuk memperkuat BPR adalah dengan memenuhi kewajiban modal inti minimum sebesar Rp6 miliar. Eddy menegaskan pentingnya ukuran modal bagi kemampuan ekspansi dan peningkatan kualitas layanan BPR.

    "Size does matter', kalau dia kecil, dia tidak bisa ekspansi, meningkatkan kualitas. Maka itu kita mensyaratkan tahun 2024 untuk BPR, dan akhir 2025 untuk BPRS agar modal inti minimum Rp6 miliar," ujar Eddy.

    Saat ini, jumlah BPR dan BPRS cukup banyak, namun masih didominasi oleh unit skala kecil dengan kinerja yang belum optimal.

    BPR juga menghadapi tantangan dalam bersaing dengan Fintech Peer to Peer (P2P) Lending.

    Eddy menekankan bahwa BPR tidak seharusnya kalah bersaing dengan Fintech P2P karena BPR memiliki keunggulan pengalaman yang lebih lama.

    "Ada juga tantangan BPR mengenai tata kelola, produk, infrastruktur dan layanan," ujarnya.

    Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, OJK terus mendorong BPR dan BPRS untuk melakukan inovasi dan peningkatan kualitas agar dapat berkompetisi di era digital dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.

    BPR Harus Adopsi Digitalisasi

    Penutupan Bank Perekonomian Rakyat (BPR), baik yang bersifat konvensional maupun syariah (BPRS), telah menjadi tren yang tak terhindarkan setiap tahunnya di Indonesia. Meskipun demikian, BPR dan BPRS masih memiliki potensi pertumbuhan yang besar di Tanah Air.

    Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan bahwa rata-rata terdapat 6 BPR yang menghentikan operasinya setiap tahunnya. Sejak tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengimbau BPR dan BPRS untuk mengadopsi digitalisasi guna meningkatkan efisiensi dalam menjalankan proses bisnis mereka.

    Apa saja manfaat dari digitalisasi ini? Menurut Fanly Tanto, Country Director Indonesia dari Google Cloud, terdapat sejumlah manfaat signifikan yang dapat diperoleh dari digitalisasi dan modernisasi BPR, terutama melalui pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning. Pertama, digitalisasi dapat meningkatkan daya saing BPR dan BPRS serta memberikan manfaat bagi masyarakat pedesaan.

    “Terdapat berbagai kemungkinan yang dapat diwujudkan untuk kemajuan industri BPR/BPRS, seperti penggunaan teknologi artificial intelligence (AI) dan algoritma machine learning untuk mempermudah proses verifikasi data nasabah, penyusunan rencana pemasaran, hingga mendeteksi kegiatan yang mencurigakan,” ujarnya dalam keterangan pers pada Selasa, 28 Mei 2024.

    Kedua, dengan memanfaatkan teknologi, proses pembukaan rekening dapat menjadi sangat mudah, pendaftaran menjadi lebih sederhana, waktu yang dibutuhkan menjadi lebih singkat, dan pelayanan dapat diakses dengan mudah kapan saja dan di mana saja. Hal ini penting mengingat adanya tuntutan layanan 24 jam dari banyak nasabah saat ini.

    Selanjutnya, penggunaan Generative AI dapat mendorong BPR dan BPRS untuk meningkatkan bisnis mereka dengan cepat dan efisien.

    “Contohnya adalah peningkatan kemampuan teknologi untuk meningkatkan layanan pelanggan, efisiensi operasional, dan transformasi manajemen data keuangan,” tambah Komang Mertayasa, Artifical Intelligence & Machine Learning Engineer dari Devoteam G Cloud.

    Gandeng BPR dengan AI

    Untuk mengoptimalkan digitalisasi di industri jasa keuangan (Financial Services Industry – FSI), Devoteam G Cloud dan Google Cloud telah bekerja sama dalam menyelenggarakan acara bertajuk “Getting to Know Google Cloud for The Financial Services Industry”. Acara ini sukses menarik perhatian lebih dari 100 BPR di seluruh Indonesia, yang hadir di Jakarta pada tanggal 12 Mei 2024.

    Devoteam G Cloud, sebuah perusahaan konsultan IT multinasional asal Prancis, dikenal karena budaya inovasinya melalui teknologi Google Cloud dengan lebih dari 2.300 konsumen di 20 negara. Acara tersebut bertujuan untuk memperkenalkan kepada BPR dan BPRS sejumlah perangkat Google Cloud yang dapat memberikan manfaat signifikan untuk meningkatkan bisnis mereka.

    Bambang Supriyanto, Kepala OJK Kediri, yang turut hadir dalam acara tersebut, memberikan apresiasi atas kesempatan yang diberikan oleh Google Cloud dan Devoteam G Cloud. Mereka telah memberikan wawasan yang berharga kepada BPR dan BPRS, terutama dalam hal pemanfaatan produk Google untuk digital marketing dan peluang penggunaan kemampuan Google Cloud untuk meningkatkan bisnis dan memberikan layanan yang lebih optimal kepada nasabah, dengan dukungan sistem keamanan yang andal.

    Namun, perlu dicatat bahwa sepanjang tahun ini, OJK telah mencabut izin usaha dari 8 entitas BPR. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat potensi pertumbuhan yang besar, beberapa BPR masih menghadapi tantangan yang serius. Kepala Kantor Regional 1 OJK Provinsi DKI Jakarta, Banten Robert Akyuwen menjelaskan bahwa fenomena penutupan BPR belakangan ini intens terjadi, namun sebenarnya terdapat keinginan untuk melakukan konsolidasi dalam industri BPR dan BPRS.

    Robert juga mengimbau agar BPR dan BPRS memikirkan langkah-langkah untuk mendigitalisasi layanan mereka. Namun, pendekatan konvensional dan klasik serta usia pemilik BPR yang rata-rata sudah lanjut menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, Robert terus mendorong untuk melakukan merger, dengan memberikan ilustrasi bahwa entitas dengan modal kecil akan kesulitan berkembang jika beroperasi sendiri. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi