KABARBURSA.COM - Dalam upaya penegakan hukum di pasar modal pada bulan April 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil sejumlah langkah penting terhadap kecurangan yang terjadi di dalam pasar modal.
Anggota Dewan Komisioner OJK, Inarno Djajadi, mengumumkan bahwa mereka telah memberlakukan sanksi administrasi serta denda sebesar Rp3,6 miliar, dan memberikan perintah tertulis kepada manajer investasi dan satu emiten terkait pelanggaran hukum.
"Selama tahun 2024 OJK mengenakan sanksi administrasi pemeriksaan kasus kepada 55 pihak yang terdiri dari denda Rp 22,3 miliar, 14 perintah tertulis dan 1 pencabutan izin perseorangan," ungkap Inarno dalam Rapat Dewan Komisioner OJK Senin 13 Mei 2024.
Selain itu, OJK juga memberlakukan sanksi terhadap 56 pelaku terkait keterlambatan pelaporan, serta 2 sanksi administrasi tertulis terkait keterlambatan lainnya.
Dari segi kebijakan, OJK juga menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 6 mengenai pembiayaan transaksi efek bagi nasabah dan short selling.
Langkah ini bertujuan untuk menyempurnakan ketentuan sebelumnya guna memenuhi kebutuhan pelaku pasar modal, meningkatkan tata kelola, dan manajemen risiko.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek (POJK 6/2024).
POJK 6/2024 ini merupakan penyempurnaan dari POJK 55/2020, khususnya ketentuan terkait aspek governance dan prudential atas kegiatan pembiayaan transaksi Efek kepada nasabah oleh Perusahaan Efek.
Adapun tujuan peraturan ini untuk meningkatkan likuiditas dan pendalaman pasar keuangan melalui pembiayaan transaksi margin dan/atau transaksi Short Selling serta memperkuat manajemen risiko bagi Perusahaan Efek yang memberikan pembiayaan transaksi Efek kepada nasabah ataupun Perusahaan Efek yang melakukan transaksi Short Selling.
Mayoritas Didominasi Milenial
Otorita Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan jumlah investor pasar modal Indonesia kini telah mencapai lebih dari 12 juta SID. Didominasi oleh usia dibawah 30 tahun sebesar 56,29 persen.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Efek OJK, Ona Retnesti Swaminingrum mengatakan pertumbuhan tersebut ditopang oleh peran galeri investasi dan komunitas pasar modal. “Mereka sebagai kontributor utama pasar modal yang secara masif mengedukasi kepada civitas Akademika dan masyarakat umumnya,” jelas dia di Main Hall BEI, Jakarta. Beberapa bulan lalu.
Kendati demikian, di samping tingginya pencapaian tersebut OJK melihat terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan pasar modal OJK. Hal itu berkaitan dengan peningkatan investor.
Hal itu dikarenakan masih rendahnya literasi dan inklusi keuangan karena keterbatasan informasi bagi investor calon investor dan stakeholder lainnya. Serta instrumen pasar modal yang masih terbatas. “Hal ini juga terefleksi dalam sebaran investor tahun 2023-2024 yang masih berada di pulau Jawa,” kata dia.
OJK mencatat, mayoritas investor di pulau jawa pada tahun 2024 sebesar 67,99 persen, Meskipun terdapat penurunan persentase dari tahun 2023 yang mencapai 69,01 persen. Namun angka tersebut cukup menggambarkan belum menyebarnya investor diberbagai daerah. “Karena itu peran Galeri investasi dan komunitas pasar modal di berbagai daerah sangat krusial untuk mengakselerasi mengenalkan pasar modal kepada masyarakat di daerah,” terang dia.
Adapun untuk menjawab tantangan tersebut OJK telah menginspirasi beberapa kegiatan strategis untuk meningkatkan literasi dan inklusi masyarakat dan mengakselerasi pendalaman pasar melalui Keberadaan variasi produk dan layanan jasa sektor keuangan yang efisien. Lalu, kata dia, digitalisasi juga memiliki peran yang penting dalam mengakselerasi pendalaman pasar yang juga diikuti oleh penguatan keamanan dan ke andalan infrastruktur sebagai perlindungan investor. “Dengan adanya inisiatif tersebut tidak hanya terfokus pada literasi dan inklusi namun juga terhadap perlindungan konsumen,” tandas dia.
Literasi dan Inklusi Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti besarnya jarak antara literasi dan inklusi keuangan di sektor pasar modal.
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK Horas Tarihoran mengatakan bahwa jarak literasi dan inklusi keuangan tersebut perlu diperkecil. Sehingga menurutnya dibutuhkan banyak terobosan inovasi untuk mengejar tingkat literasi dan inklusi keuangan secara nasional.
“Sangat dibutuhkan banyak terobosan inovasi untuk mengejar tingkat literasi dan inklusi keuangan secara nasional,” katanya di Main Hall BEI, Jakarta.
Menurutnya berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi (SNLKI) tahun 2022, tingkat literasi keuangan di pasar modal mencapai 4,11 persen dengan tingkat inklusi keuangan sebesar 5,11 persen.
Kemudian, di sisi syariah tingkat literasi keuangan syariah di sektor pasar modal sebesar 0,87 persen dan tingkat inklusinya adalah 0,5 persen
Merujuk pada data tersebut, dia melihat masih terdapat jarak antara literasi dan inklusi keuangan. “Angka tersebut menunjukkan bahwa masih ada jarak antara literasi dan inklusi keuangan,” ungkap dia.
Sementara, literasi dan inklusi keuangan yang mana rencananya akan diumumkan sesegera mungkin pada bulan Maret 2024 ini.
“Di tahun 2023 kami sudah melakukan survei bersama BPS,semoga ada peningkatan dan ini akan diumumkan segera awal bulan maret ini,” tandas dia.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.