KABARBURSA.COM - Pada 25 Juli 2024, PT Avia Avian Tbk (AVIA) mengalami kebakaran di pabriknya di Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam pernyataan resmi pada 26 Juli 2024, AVIA mengungkapkan bahwa kebakaran terjadi di gudang bahan baku solvent, yaitu produk cat berbasis minyak yang digunakan untuk melindungi objek seperti besi dan baja dari karat, sehingga mencegah korosi dan memperpanjang umur objek tersebut.
Walaupun kebakaran terjadi pada malam 25 Juli 2024, saham AVIA hanya turun 1,77 persen pada hari yang sama, yang dapat dianggap sebagai fluktuasi pasar jangka pendek yang wajar.
Manajemen AVIA melaporkan bahwa tidak ada korban dan kegiatan produksi tidak terpengaruh secara signifikan. Validitas pernyataan ini akan terlihat dari kinerja perusahaan pada kuartal III 2024. Jika penjualan menurun secara signifikan, ini mungkin menunjukkan dampak kebakaran terhadap kinerja jangka pendek perusahaan.
Performa Saham AVIA
Produk unggulan AVIA bukanlah cat biasa, melainkan cat no-drop yang dirancang untuk mencegah kebocoran saat musim hujan. Produk No-drop AVIA telah menjadi pemimpin pasar di segmennya, sementara cat Avian berada pada posisi tinggi namun tidak sebagai pemimpin pasar utama.
Hingga kuartal II 2024, AVIA menunjukkan kekuatan finansial yang solid dengan posisi kas dan setara kas mencapai Rp1,16 triliun. Angka ini belum termasuk investasi jangka pendek, SBN, dan reksa dana yang totalnya melebihi Rp4 triliun.
Rasio utang AVIA tetap rendah, dengan utang berbunga hanya berupa pinjaman bank jangka pendek sebesar Rp8,11 miliar—jumlah yang dapat dilunasi dengan cepat oleh perusahaan.
Meski kinerja AVIA pada paruh pertama 2024 masih menunjukkan pertumbuhan positif, kami menilai pertumbuhannya kurang memuaskan. Pendapatan naik 3,21 persen menjadi Rp3,62 triliun, tetapi laba bersih hanya meningkat 0,2 persen menjadi Rp808,24 miliar.
Tren margin keuntungan menunjukkan kenaikan biaya yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pendapatan. Margin laba kotor turun tipis menjadi 45 persen dari sebelumnya 45,15 persen, dan margin laba bersih menurun sedikit menjadi 22,32 persen dari 22,99 persen.
Peningkatan beban pokok pendapatan disebabkan oleh perputaran persediaan yang melambat, yang mengakibatkan beban pokok pendapatan naik 3,49 persen menjadi Rp1,99 triliun, meskipun beban pokok produksi turun 11,29 persen menjadi Rp1,06 triliun.
Rasio Inventory Turnover selama dua belas bulan terakhir menunjukkan posisi AVIA yang rendah pada 2,63 kali. Rasio ideal biasanya berkisar antara 4-8 kali. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik, karena menunjukkan perputaran persediaan yang lebih cepat. Perputaran persediaan yang melambat dapat menunjukkan penurunan permintaan yang menyebabkan peningkatan pasokan.
Biaya operasional AVIA juga meningkat signifikan; beban penjualan naik 13,21 persen menjadi Rp620 miliar, sementara beban umum dan administrasi naik 10,7 persen menjadi Rp125,03 miliar. Secara keseluruhan, kenaikan beban operasional, terutama beban penjualan yang melonjak 13,21 persen untuk pendapatan yang hanya naik 3,21 persen, tampak kurang efisien.
Kenaikan beban penjualan terbesar disebabkan oleh tiga pos utama: kenaikan beban gaji sebesar 5,46 persen menjadi Rp260,42 miliar, beban angkut naik 4,18 persen menjadi Rp98,79 miliar, dan beban promosi serta iklan melonjak 82,97 persen menjadi Rp81,53 miliar.
Walaupun beban promosi dan iklan meningkat secara signifikan dengan pertumbuhan penjualan yang relatif kecil, hal ini mungkin dianggap kurang efisien. Namun, dampak dari promosi dan iklan ini mungkin akan terlihat pada kinerja jangka menengah, seperti akhir 2024 hingga 2025. Jika tidak ada peningkatan signifikan dalam pertumbuhan penjualan, maka aktivitas promosi dan iklan mungkin dianggap tidak efektif.
Prospek Saham AVIA
Hasil public expose pada April 2024 memberikan beberapa petunjuk tentang prospek pertumbuhan kinerja AVIA ke depan. Pertama, perusahaan masih berencana untuk mengakuisisi pabrik cat yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, meskipun saat ini manajemen belum menemukan opsi yang tepat.
Selain itu, AVIA juga menjajaki peluang akuisisi di sektor lain, seperti pabrik sealant atau adhesive.
Kedua, perusahaan sedang membangun pabrik baru di Cirebon dengan anggaran sekitar Rp450 miliar, yang diperkirakan akan selesai pada akhir 2025 atau awal 2026.
Ketiga, AVIA masih memiliki anggaran buyback sekitar 70 persen dari total saham yang tersedia sesuai dengan persetujuan RUPS, atau 77 persen dari dana yang direncanakan. Hingga saat ini, dana yang telah digunakan baru sekitar Rp230 miliar dari total rencana Rp1 triliun.
Dengan rencana ekspansi dan strategi buyback saham yang relatif murah dari segi fundamental, prospek AVIA secara umum masih terlihat cukup positif. Namun, perusahaan perlu fokus pada pengelolaan biaya dan perputaran persediaan agar lebih efisien untuk meningkatkan pertumbuhan laba bersih secara lebih agresif.
Menurut konsensus analis, laba bersih AVIA diperkirakan akan tumbuh rata-rata 4,99 persen per tahun antara 2023-2026. Untuk tahun 2024, laba bersih AVIA diprediksi naik 6,33 persen menjadi Rp1,74 triliun.
Meskipun AVIA menunjukkan pertumbuhan, proyeksi pendapatan hingga 2025 menunjukkan bahwa tren margin laba bersih cenderung menurun. Pada 2023, margin laba bersih AVIA tercatat sebesar 23,4 persen, sedangkan pada 2024 diperkirakan akan menurun menjadi 23,33 persen, dan pada 2026 diperkirakan akan turun lebih jauh menjadi 22,82 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.