Logo
>

Pasar BEI Rontok Gegara Isu Ketidakberlanjutan Sri Mulyani?

Ditulis oleh Yunila Wati
Pasar BEI Rontok Gegara Isu Ketidakberlanjutan Sri Mulyani?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pada pekan ini, pasar saham Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan signifikan. Data perdagangan BEI dari periode 15-19 Juli 2024 menunjukkan penurunan rata-rata nilai transaksi harian sebesar 8,23 persen menjadi Rp9,6 triliun, dibandingkan dengan Rp10,46 triliun pada pekan sebelumnya.

    Selain itu, rata-rata frekuensi transaksi harian juga turun sebesar 8,12 persen, mencapai 1 juta kali dari sebelumnya 1,09 juta kali. Penurunan serupa terlihat pada rata-rata volume transaksi harian yang menyusut 5,3 persen menjadi 16,488 miliar saham dari 17,41 miliar saham.

    Kapitalisasi pasar bursa turun 0,96 persen, menjadi Rp12.358 triliun dari Rp12.478 triliun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun mengalami koreksi sebesar 0,45 persen, turun ke level 7.294,4 dari 7.327,5 pada penutupan pekan lalu.

    Di sisi lain, pada perdagangan Jumat, 19 Juli 2024, investor asing mencatatkan transaksi beli bersih (net buy) sebesar Rp86,17 miliar, yang mengurangi nilai jual bersih (net sell) investor asing sepanjang tahun ini menjadi Rp2,78 triliun.

    Menurut Pilarmas Investindo Sekuritas, tekanan pada IHSG disebabkan oleh pasar yang masih menunggu kepastian pasca pelantikan Wakil Menteri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pilarmas menilai pasar melihat pelantikan ini sebagai indikasi kemungkinan ketidakberlanjutan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan di masa mendatang. "Pelantikan ini dianggap sebagai langkah untuk sinkronisasi dan persiapan transisi kepemimpinan terkait APBN," tulis Pilarmas dalam risetnya, 19 Juli 2024.

    Tren Pelemahan Global

    Secara global, indeks saham Asia juga melemah menjelang akhir pekan, mengikuti tren penurunan di bursa global. Sentimen terbaru datang dari Amerika Serikat, yang mempertimbangkan pembatasan lebih ketat pada ekspor chip ke China.

    Di Jepang, inflasi inti meningkat dari 2,5 persen menjadi 2,6 persen pada Juni, memberikan sinyal positif bagi Bank of Japan (BoJ) untuk kemungkinan kenaikan suku bunga pada pertemuan kebijakan suku bunga mendatang pada 30-31 Juli 2024.

    Sementara itu, pelaku pasar menanti rincian lebih lanjut dari Konferensi Pers Pleno Ketiga China mengenai kebijakan lima tahun ke depan. Presiden Xi Jinping menekankan pentingnya memanfaatkan potensi pasar dengan mencabut pembatasan dan menerapkan peraturan yang efektif untuk menjaga kestabilan pasar.

    BUMN Siap Melantai

    Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan hingga saat ini belum ada perusahaan BUMN yang menyatakan minat untuk melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).

    Pernyataan ini muncul di tengah kabar bahwa Kementerian BUMN menyebut sejumlah perusahaan pelat merah dengan aset jumbo sedang bersiap untuk IPO.

    “Hingga saat ini belum ada BUMN,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, saat ditemui di Jakarta, Jumat, 19 Juli 2024.

    Meskipun demikian, Nyoman menambahkan bahwa otoritas bursa terus mendorong perusahaan BUMN dan anak usahanya untuk segera melantai di bursa.

    “Kami selalu mendorong, tapi saat ini kami menunggu anak perusahaan BUMN,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kementerian BUMN menyatakan tengah mengkaji sejumlah perusahaan pelat merah dengan aset besar. Di antaranya adalah holding pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney), hingga PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelindo).

    “Iya, ada kemungkinan IPO, tapi prosesnya masih lama,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, saat ditemui di Jakarta, Kamis, 18 Juli 2024

    Arya menjelaskan bahwa untuk melaksanakan IPO, Kementeriannya perlu mempersiapkan berbagai perhitungan nilai ekonomis, termasuk peluang pasar berdasarkan lini bisnisnya.

    Dia mencontohkan kasus PT Pertamina Hulu Energi (PHE), entitas usaha PT Pertamina (Persero), yang batal melaksanakan IPO pada 2023. Penundaan itu terjadi karena belum adanya kecocokan bisnis dengan momentum pasar.

    Sepanjang tahun ini, BEI menargetkan sebanyak 62 perusahaan menggelar IPO, lebih rendah dari target tahun sebelumnya. Hingga awal Juli, sudah terdapat 32 perusahaan yang telah melaksanakan IPO.

    Selain itu, sebanyak 21 perusahaan telah masuk dalam daftar antrean IPO tahun ini.

    Nyoman menyatakan mayoritas perusahaan yang tengah antre IPO berasal dari sektor Consumer-Non Cyclicals atau penyedia barang pokok dan jasa fundamental yang tidak terpengaruh siklus ekonomi.

    Secara terperinci, total perusahaan Consumer-Non Cyclicals tercatat berjumlah tujuh perusahaan atau setara 33,3 persen. Sementara itu, sektor Consumer Cyclicals, Energi, Finansial, Healthcare, Teknologi, dan Industri masing-masing berjumlah dua perusahaan atau 9,5 persen.

    Kemudian, sektor Basic Material, Transportasi, dan Logistik masing-masing hanya sebanyak satu perusahaan atau memegang porsi 4,8 persen.

    Dari total tersebut, BEI juga mencatat sebanyak dua perusahaan memiliki aset berskala besar atau di atas Rp250 miliar. Klasifikasi aset tersebut berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79