KABARBURSA.COM - Pasar keuangan Indonesia bersiap untuk merasakan gelombang euforia setelah Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengumumkan rencana pemangkasan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Pernyataan ini diprediksi akan semakin memicu arus masuk modal asing yang signifikan, setelah investor global secara aktif melakukan aksi beli di pasar saham dan obligasi dalam beberapa pekan terakhir.
Sejumlah bank investasi internasional kini semakin tertarik pada aset-aset pasar domestik Indonesia, termasuk surat utang negara, yang saat ini dinilai sangat menarik dalam konteks pembalikan sentimen pasar menuju tren bullish. Goldman Sachs, bank investasi besar dari Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa beberapa surat utang Asia yang berperingkat investment grade menawarkan selisih imbal hasil yang menarik, memberikan peluang bagi investor untuk mengunci yield pada level tinggi.
Kenneth Ho, Credit Strategist di Goldman Sachs, bersama dengan analis Sandra Yeung, dalam laporan yang dipublikasikan oleh BloombergNews, menyatakan bahwa mereka melihat kenaikan spread pada obligasi jangka panjang di Asia, khususnya pada obligasi korporasi berperingkat investment grade dari Indonesia, sebagai hal yang menarik. "Kami memandang perbedaan imbal hasil antara obligasi bullet dan barbell positioning dalam surat utang investment grade Asia sebagai faktor penting dalam menjaga carry trade," kata Ho.
Menurut BloombergIndex, rata-rata selisih imbal hasil surat utang investment grade Indonesia dalam denominasi dolar AS dengan tenor 10-20 tahun mencapai 182 basis poin (bps), lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi sejenis di Asia, kecuali Jepang, yang memiliki spread sebesar 116 bps. Sementara itu, rata-rata yield premium untuk obligasi Indonesia dengan tenor 20-30 tahun adalah 166 bps, dibandingkan dengan 127 bps untuk obligasi Asia lainnya.
Arus modal asing yang masuk ke pasar modal Indonesia diperkirakan akan semakin besar, mengingat lonjakan aliran investasi yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada periode 19-22 Agustus, investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp15,91 triliun di pasar domestik. Pembelian tersebut terdiri dari Rp11,45 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), Rp4,13 triliun di pasar saham, dan Rp330 miliar di Surat Repo Bank Indonesia (SRBI).
Secara keseluruhan, hingga 22 Agustus tahun ini, nonresiden tercatat telah melakukan pembelian bersih sebesar Rp185,29 triliun di SRBI, Rp6,40 triliun di pasar saham, dan Rp6,39 triliun di pasar SBN. Untuk semester kedua tahun ini, investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp54,94 triliun di SRBI, Rp40,35 triliun di pasar SBN, dan Rp6,06 triliun di pasar saham.
Dengan kondisi ini, pasar keuangan Indonesia diharapkan akan terus mengalami pertumbuhan yang signifikan dan menarik bagi para investor global dalam waktu dekat.
Sentimen The Fed jadi Pemicu
**Peningkatan Investasi Asing di Pasar Keuangan Indonesia Dipicu Sentimen Bunga Federal Reserve**
Dalam minggu terakhir, pasar keuangan Indonesia mengalami lonjakan besar dalam belanja investor asing, didorong oleh sentimen terkait kebijakan suku bunga Federal Reserve yang meningkatkan daya tarik aset-aset emerging market, termasuk Indonesia.
Kenaikan minat ini telah berkontribusi pada penguatan nilai tukar rupiah sepanjang bulan Agustus, menjadikannya yang terbaik di Asia saat ini. Rupiah menguat sebesar 3,47 persen month-to-date, melampaui ringgit Malaysia yang naik 2,89 persen, peso Filipina 2,06 persen, dan baht Thailand yang meningkat 1,71 persen.
Investor asing telah menunjukkan aktivitas beli bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) selama lima hari perdagangan berturut-turut sejak minggu lalu, dengan pembelian obligasi negara mencapai Rp6,06 triliun dalam tiga hari terakhir minggu ini.
Di pasar saham, investor asing juga menunjukkan tren positif, dengan aksi beli selama tujuh hari berturut-turut sejak 7 Agustus. Pada empat hari perdagangan minggu ini saja, investor asing mencatatkan pembelian saham bersih senilai Rp2,18 triliun di bursa domestik.
Kenaikan minat beli ini tidak terlepas dari perkembangan global. Data ekonomi terbaru dari Amerika Serikat (AS) memperkuat keyakinan pasar bahwa Federal Reserve mungkin akan memangkas suku bunga pada pertemuan FOMC bulan depan.
Tingkat pengangguran di AS yang meningkat sempat memicu kekhawatiran akan terjadinya resesi, sedangkan penurunan inflasi harga konsumen dan produsen semakin memperkuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed. Meskipun awalnya pasar memprediksi pemangkasan sebesar 50 basis poin, prediksi tersebut kini turun menjadi 25 basis poin setelah data penjualan ritel menunjukkan daya beli yang masih solid di AS.
Optimisme pasar mengenai kemungkinan penurunan suku bunga The Fed memberikan keuntungan bagi aset-aset emerging market, termasuk Indonesia. Penurunan suku bunga The Fed akan mengurangi daya tarik dolar AS, menurunkan imbal hasil investasi di AS, dan membuat aset di emerging market yang menawarkan yield lebih tinggi semakin menarik bagi investor.
Kondisi ini terlihat jelas di pasar keuangan Indonesia. Meskipun selisih imbal hasil investasi antara Indonesia dan AS masih berada di kisaran 278 basis poin—setelah sebelumnya melebar hingga 300 basis poin—investor asing terus melanjutkan aksi beli mereka di pasar surat utang. (*)