KABARBURSA.COM - Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan, pasar saat ini tengah memiliki optimisme tinggi karena ditopang beberapa sentimen positif. Salah satu katalis positif adalah penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup naik hingga 2,15 persen ke level 6.979 pada perdagangan Rabu, 14 Mei 2025.
Menurut Hendra, kenaikan ini tidak hanya signifikan secara teknikal, tetapi juga memberi sinyal bahwa tekanan penurunan yang membayangi indeks sejak awal tahun mulai mereda.
"Ini turut diperkuat oleh aliran dana asing yang cukup deras, dengan mencatatkan net buy sebesar Rp2,8 triliun di pasar reguler—indikasi bahwa sentimen investor global mulai membaik terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia," ujarnya kepada KabarBursa.com, Rabu, 14 Mei 2025.
Penguatan IHSG tidak lepas dari sentimen positif yakni meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, di mana kedua negara sepakat memangkas tarif selama 90 hari.
Dengan kombinasi sentimen global yang membaik, perbaikan teknikal IHSG, dan derasnya arus dana asing, Hendra melihat pasar kini memasuki fase optimisme baru. Meski tengah diselimuti angin segar, ia mengimbau agar para investor tetap hati-hati.
"Namun tetap bijak, investor disarankan tetap disiplin dalam manajemen risiko sambil menanti konfirmasi lanjutan bahwa pemulihan ini bersifat struktural, bukan hanya euforia sesaat," katanya.
Adapun dari sisi teknikal, Hendra menjelaskan penutupan perdagangan kemarin membuka peluang lanjutan penguatan IHSG ke level psikologis 7.000 dalam jangka pendek.
Apabila euforia pasar berlanjut dan aliran dana asing tetap masuk, kata dia, bukan tidak mungkin indeks menguji area 7.050–7.100 pada akhir pekan.
"Namun perlu dicermati, tren jangka menengah baru benar-benar berubah dari bearish ke bullish apabila IHSG mampu bertahan konsisten di atas 7.100 dalam beberapa hari perdagangan ke depan," tandasnya.
Jadi meski tren penurunan indeks belum sepenuhnya berakhir, Hendra menyebut setidaknya ada tanda-tanda pembalikan arah yang cukup kuat.
Adapun untuk perdagangan hari ini, ia memiliki sejumlah saham yang layak dicermati antara lain BBRI (buy, target Rp4.200), PGAS (buy, target Rp1.735), MBMA (buy, target Rp382), dan PTRO (buy, target Rp3.200).
IHSG Bisa Tembus 7.000, tapi Tertahan Ekonomi RI yang Loyo
Sebelumnya diberitakan, meredanya perang tarif global diperkirakan akan mendorong penguatan teknikal jangka pendek pada pasar saham domestik, terutama setelah IHSG kembali dibuka usai libur panjang.
Namun menurut analisis NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI), momentum penguatan ini hanya bersifat sementara atau dead cat bounce.
Tekanan teknikal dan kekeringan likuiditas masih membayangi pasar, di mana aksi jual bersih asing (net foreign sell) terus mendominasi dalam beberapa pekan terakhir.
"IHSG berpeluang menguji kembali resisten 7.000 pada pembukaan pasar Rabu, 14 Mei 2025. Tapi kami memandang level ini tidak akan mampu bertahan lama," tulis Ezaridho Ibnutama, analis teknikal NHKSI dalam laporan risetnya, Rabu, 14 Mei 2025.
Menurutnya, euforia global tidak cukup kuat untuk mengangkat IHSG secara berkelanjutan karena faktor domestik masih menunjukkan pelemahan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 hanya tercatat 4,87 persen secara tahunan, jauh di bawah ekspektasi pasar. Angka ini sudah terjadi bahkan sebelum kebijakan tarif global Presiden Trump diumumkan pada 2 April 2025.
Kondisi tersebut menandakan bahwa ekonomi nasional memang telah berada dalam tren perlambatan. NHKSI memperkirakan pertumbuhan kuartal II 2025 akan melambat lebih jauh ke kisaran 4,68 hingga 4,83 persen.
"Meski ada insentif seperti diskon tarif listrik, Indonesia tetap mengalami disinflasi tajam. Kasus PHK dan penutupan perusahaan meningkat, dan arus modal pun mulai bergeser ke negara lain yang menyelesaikan negosiasi dagang lebih cepat atau punya perjanjian dagang yang lebih kompetitif dibanding kita," lanjut Ezaridho.
Ia juga menyoroti bahwa gelembung investasi yang sebelumnya digerakkan oleh dorongan pemerintah melalui proyek hilirisasi nikel dan digitalisasi kini mulai mengempis.
Minimnya imbal hasil historis, lemahnya daya beli masyarakat, dan makin menyusutnya kelas menengah menjadi faktor pembatas utama terhadap potensi euforia pasar.
IHSG Kuat berkat AS-China
Penguatan jangka pendek pasar modal Indonesia usai tercapainya kesepakatan dagang sementara antara Amerika Serikat dan China dinilai belum kokoh secara struktural.
Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, kesepakatan yang dicapai belum menyentuh akar permasalahan dan hanya bersifat taktis.
“Resistance kuat berada di kisaran 6.970 hingga 7.000, level psikologis yang menjadi ujian besar IHSG dalam waktu dekat. Jika berhasil ditembus, terbuka peluang menuju 7.100–7.150 hingga akhir Mei,” jelasnya dalam riset harian dikutip Rabu, 14 Mei 2025.
Untuk jangka menengah, yakni dalam rentang satu hingga tiga bulan ke depan, peluang lanjutan penguatan tetap terbuka jika The Fed merealisasikan pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada FOMC Meeting Juni atau Juli. Ditambah lagi, rilis kinerja kuartal II emiten yang solid dapat menopang laju indeks menuju 7.200–7.250, bahkan mungkin menyentuh 7.300.
Meskipun demikian, Kiwoom tetap mengambil pendekatan konservatif, mengingat pengalaman serupa saat jeda dagang pada 2018–2019 yang tidak menghasilkan perbaikan konkret. Sikap skeptis juga ditunjukkan oleh lembaga internasional lain.
Macquarie menyebut kesepakatan ini sebagai “langkah taktis bersama”, bukan perdamaian jangka panjang. Bahkan, sebagian besar tarif masih tetap berlaku, termasuk tarif fentanyl dari AS dan balasan dari China.
Sementara itu, analis dari Citi menyoroti bahwa kompromi dagang ini belum tentu mendapat dukungan penuh dari basis politik Donald Trump.
Ketidakpastian terhadap niat strategis AS terhadap China, serta ketidakpercayaan mitra dagang terhadap komitmen jangka panjang AS, menjadi faktor pembatas laju sentimen global.(*)