KABARBURSA.COM - Sejak awal tahun, kurs rupiah mengalami pelemahan selama tiga hari berturut-turut terhadap dolar Amerika Serikat (AS) karena tekanan pada indeks dolar AS (DXY).
Meskipun tekanan dari suku bunga yang tinggi mulai mereda, rupiah masih kesulitan menguat. Data Refinitiv menunjukkan bahwa pada akhir perdagangan kemarin, Kamis, 4 Januari 2024, rupiah ditutup melemah sebesar 0.06 persen ke angka Rp15.485 per dolar AS.
Penguatan DXY selama empat hari beruntun sejak 28 Desember 2023 hingga 3 Januari 2024 memberikan dampak negatif terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Penguatan ini terjadi seiring dengan data Institute for Supply Management (ISM) yang melaporkan PMI manufaktur AS meningkat menjadi 47.4 pada periode Desember 2023, naik tipis dari periode November dan Oktober yang berada di angka 46.7.
Hari ini, Jumat, 5 Januari 2024, sejumlah data dari AS berpotensi mempengaruhi pergerakan rupiah, terutama data tenaga kerja.
Data tersebut akan memengaruhi kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang berdampak pada pergerakan dolar. AS akan mengumumkan data pengangguran dan non-farm payrolls untuk Desember 2023.
Berdasarkan survei ekonom Reuters, non-farm payrolls diperkirakan akan meningkat sebanyak 170.000 pekerjaan setelah mengalami kenaikan sebanyak 199.000 pekerjaan pada November 2023. Tingkat pengangguran juga diperkirakan meningkat menjadi 3.8 persen dari 3.7 persen pada November 2023.
Sebelumnya, pada Kamis kemarin, AS merilis data klaim pengangguran dan data penciptaan lapangan kerja.
Jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun lebih besar dari perkiraan pada minggu lalu, menunjukkan bahwa kondisi pasar tenaga kerja masih cukup ketat.