KABARBURSA.COM - Terkait dengan dampak pelemahan nilai tukar rupiah yang telah mencapai level psikologis Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS), PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA), perusahaan layanan kesehatan, mengungkapkan potensi dampaknya terhadap impor alat Kesehatan (alkes).
Dewi Muliaty, Direktur Utama Prodia, menyatakan bahwa perusahaan sedang merancang strategi untuk meminimalisir dampak pelemahan nilai tukar tersebut. Mengingat sebagian besar alat kesehatan yang digunakan oleh Prodia masih diimpor, penurunan nilai tukar rupiah dapat meningkatkan beban keuangan perusahaan.
Muliaty menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan diskusi dengan tim operasional perusahaan yang bertanggung jawab atas logistik dan hal terkait, untuk mengevaluasi kemungkinan dampak jangka panjang dari pelemahan nilai tukar yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
“Oleh karena itu, solusinya adalah dengan menetapkan biaya tambahan (surcharge) untuk alat yang diimpor,” ungkapnya dalam sesi paparan public, Kamis, 18 April 2024.
Meskipun demikian, Muliaty menyatakan bahwa Prodia telah menggunakan bahan baku dan peralatan kesehatan dengan sistem kontrak selama 5 tahun dan dalam jumlah yang signifikan. Oleh karena itu, menurutnya, dampak dari pelemahan rupiah dalam jangka pendek akan minimal bagi perusahaan.
“Namun, dampaknya sangat minim karena biasanya kami melakukan kontrak dalam jangka waktu lima tahun,” jelasnya.
Dia juga menegaskan bahwa hingga saat ini, belum ada vendor yang mengajukan kenaikan harga. Dia berharap bahwa kontrak kerja sama dengan vendor untuk impor alat kesehatan masih bisa dipertahankan dalam kisaran harga di bawah Rp16.000 per dolar AS.
“Saya sedang memeriksa apakah ada peningkatan harga di luar kisaran Rp16.000. Jika ada, kami akan melakukan negosiasi ulang. Namun, saya percaya bahwa dalam jangka pendek, setidaknya pada kuartal II/2024, tidak akan ada dampak yang signifikan,” tegasnya.
Turunkan dividen saat laba turun
Sementara itu, Direktur PRDA Liana Kuswandi menyatakan pihaknya memutuskan untuk tetap mempertahankan rasio pembayaran dividen meskipun laba bersihnya mengalami penurunan sebesar 30,2 persen secara tahunan (yoy) dari tahun 2022 yang mencapai Rp371,6 miliar.
Liana menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Menurutnya, konsistensi dalam pembagian dividen merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk menghargai semua pemegang saham yang telah menginvestasikan modalnya.
“Kami sangat menghargai semua pemegang saham. Penurunan laba bersih secara absolut tidak akan mengurangi rasio pembayaran dividen,” jelasnya saat Public Expose PRDA di Prodia Tower, Kamis, 18 April 2024.
Pada tahun buku 2023, PRDA membagikan dividen sebesar Rp155,6 miliar, yang setara dengan 60 persen dari total laba bersih sebesar Rp259,3 miliar pada tahun tersebut. Pembagian dividen ini sejalan dengan kebijakan pembagian dividen PRDA dalam periode sebelumnya.
Liana juga menegaskan bahwa meskipun laba PRDA mengalami penurunan, perusahaan masih memiliki cukup dana untuk berinvestasi di anak perusahaan. Dia mengungkapkan bahwa komitmen modal untuk rencana investasi tersebut mencapai sekitar Rp1 triliun, dengan PRDA baru menyetorkan sekitar 30 persen dari jumlah tersebut.
“Kami melihat bahwa pembagian dividen dengan rasio tetap adalah pilihan yang memungkinkan, karena secara keseluruhan, kami masih memiliki saldo kas yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban pembayaran dividen kepada para pemegang saham,” pungkasnya.