KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana untuk mengganti kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Langkah ini diharapkan akan memperbaiki layanan kesehatan bagi masyarakat dan meningkatkan aksesibilitas serta kualitas perawatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron Mukti, menjelaskan bahwa perubahan ini akan mulai berlaku pada 30 Juni 2025. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Perpres Jaminan Kesehatan.
Ali Gufron menekankan bahwa rumah sakit akan memiliki waktu hingga satu tahun ke depan untuk mempersiapkan pelayanan rawat inap KRIS sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Bagi peserta BPJS Kesehatan yang sudah mendapatkan pelayanan KRIS sebelum tanggal efektif perubahan tersebut, tarif yang dibayarkan akan tetap sama dengan kelas yang dipilih sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian kepada peserta yang sudah menggunakan layanan tersebut sebelum adanya perubahan.
Namun, salah satu aspek yang belum ditetapkan adalah besaran iuran yang akan diberlakukan untuk program KRIS sebagai pengganti kelas 1, 2, dan 3. Sampai sejauh ini, menurut Ali, pemerintah masih belum menentukan besaran iuran tersebut. Sementara itu, iuran untuk kelas 1, 2, dan 3 akan tetap berlaku seperti biasa.
Untuk memberikan gambaran, iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II adalah sebesar Rp100.000 per orang per bulan. Sedangkan untuk kelas I, besarnya adalah Rp150.000 per orang per bulan. Bagi peserta penerima upah, termasuk pegawai negeri, TNI Polri, atau pekerja di perusahaan swasta, iuran yang dibayarkan adalah 1 persen dari gaji untuk peserta dan 4 persen dari gaji untuk pemberi kerja.
Ali Gufron menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan evaluasi terkait penerapan KRIS. Hasil evaluasi ini akan menjadi dasar untuk penetapan manfaat, tarif, dan iuran yang akan ditetapkan paling lambat pada 1 Juli 2025. Evaluasi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa perubahan ini berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.
Langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk terus meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Dengan adanya KRIS, diharapkan akan terjadi peningkatan dalam pelayanan rawat inap yang lebih standar dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini tentu akan menjadi langkah positif dalam mendukung visi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, perubahan ini juga menjadi bagian dari upaya untuk mengoptimalkan penggunaan dana jaminan kesehatan secara efisien dan efektif. Dengan memastikan bahwa tarif dan iuran yang ditetapkan sesuai dengan manfaat yang diberikan, diharapkan BPJS Kesehatan dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada peserta serta menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional.
Namun, seiring dengan adanya perubahan ini, penting bagi pemerintah untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang implikasi dan manfaat dari KRIS. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih baik di kalangan masyarakat tentang perubahan ini serta bagaimana mereka dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk kepentingan kesehatan mereka dan keluarga mereka.
Pada akhirnya, langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan sistem kesehatan nasional demi kesejahteraan dan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan akan terjadi peningkatan signifikan dalam aksesibilitas, kualitas, dan kesetaraan dalam layanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat.
Rumah Sakit Akan Kehilangan Ruangan Kelas?
Selain masalah iuran di masyarakat, KRIS pada BPJS Kesehatan juga memunculkan pertanyaan baru dari pihak rumah sakit. Apakah nantinya keberadaan KRIS akan menghilangkan penggunaan ruangan kelas di rumah sakit?
Menurut juru bicara BPJS Kesehatan, Maya, KRIS bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih personal dan efisien. Namun, Dr. Budi Santoso, direktur sebuah rumah sakit di Jakarta, menyatakan bahwa berkurangnya kebutuhan ruangan kelas memerlukan penyesuaian logistik dan manajemen.
"Kami sedang mengkaji beberapa opsi untuk mengoptimalkan penggunaan ruangan yang ada," ujar Dr. Budi. Beberapa ruangan kelas akan dialihkan menjadi ruang konsultasi individual atau ruang perawatan intensif.
BPJS Kesehatan berkomitmen untuk membantu rumah sakit dalam masa transisi ini. "Kami telah menyiapkan program pendampingan dan bantuan teknis," kata Maya.
Perubahan besar seperti penerapan KRIS memerlukan penyesuaian di berbagai sektor, termasuk rumah sakit. Kita akan terus memantau perkembangan ini dan bagaimana dampaknya terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia.(*)