Logo
>

Pemerintah Perlu Intervensi Tekan Tingginya Harga Obat

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pemerintah Perlu Intervensi Tekan Tingginya Harga Obat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyebut, adanya disparitas harga obat antara Indonesia dan Malaysia. Tidak tanggung, perbedaan harga obat Indonesia dengan Malaysia hingga 500 persen.

    Menanggapi tingginya disparitas harga obat Indonesia dan Malaysia, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Muchamad Nabil Haroen menilai, perbedaan harga yang tinggi mesti menjadi perhatian Yang serius.

    "Memang benar, perbedaan signifikan harga obat antara Indonesia dan Malaysia menjadi perhatian serius bagi kita semua," kata Nabil dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu, 7 Juli 2024.

    Nabil menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga obat di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia. Pertama, kata dia, inefisiensi dalam tata kelola perdagangan sektor kesehatan menjadi salah satu faktor utama.

    "Inefisiensi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari proses distribusi, regulasi, hingga mekanisme pengadaan yang belum optimal," jelasnya.

    Kedua, biaya-biaya tambahan yang muncul dari proses tata kelola yang kurang transparan turut berkontribusi pada tingginya harga obat. Menurutnya, biaya tata kelola berasal dari proses distribusi panjang seiring proses administrasi yang kembali memakan biaya.

    "Jalur distribusi yang panjang, biaya administrasi yang tidak perlu, dan berbagai pungutan lain yang seharusnya bisa dihindari," ungkapnya.

    Ketiga, Nabil menilai adanya perbedaan kebijakan harga dan regulasi antara kedua negara. Di Malaysia, lanjut dia, pemerintahannya memiliki mekanisme pengendalian harga obat yang lebih ketat dan efektif dibandingkan di Indonesia.

    Solusi Menekan Harga Obat

    Untuk menekan mahalnya harga obat, Nabil menilai, perlu adanya intervensi negara. Dalam hal ini, dia menyebut ada lima langkah intervensi pemerintah dalam menekan harga obat.

    Pertama, meningkatkan transparansi dan efisiensi tata kelola. Imtervensi ini diperlukan untuk memperbaiki sistem distribusi dan pengadaan obat dengan mengurangi jalur birokrasi yang tidak perlu dan memastikan semua proses berjalan secara transparan.

    Kedua, melakukan pengetatan regulasi. Menurutnya, regulasi yang lebih ketat terkait harga obat dan mengawasi pelaksanaannya diperlukan untuk menghindari pihak yang sengaja mengambil keuntungan dari harga obat yang tinggi.

    Ketiga, Nabil menyarankan pemerintah melakukan penguatan perannya sebagai regulator. "Pemerintah perlu mengambil peran lebih aktif dalam mengatur dan mengawasi harga obat di pasaran, termasuk dengan memberikan subsidi atau insentif bagi produsen obat dalam negeri," jelas Nabil.

    Keempat, perlu adanya kolaborasi antar kementerian dan lembaga terkait. Dalam hal ini, kerja sama yang erat antara dapat melahirkan kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi. Kelima, Nabil menilai perlu adanya pemanfaatan teknologi untuk memantau dan mengelola distribusi obat yang efisien dan transparan.

    "Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan harga obat di Indonesia dapat lebih terjangkau dan aksesibilitas masyarakat terhadap obat-obatan esensial semakin meningkat," jelasnya.

    Nabil menyebut, DPR akan kembali menggelar rapat lanjutan untuk membahas hasil kajian mendalam dari berbagai kementerian dan lembaga terkait harga obat di Indonesia. Dia berharap, rapat tersebut dapat melahirkan kebijakan konkret dan efektif untuk menurunkan harga obat di Indonesia.

    "Kami di DPR RI siap mendukung langkah-langkah yang akan diambil pemerintah untuk memastikan harga obat lebih terjangkau bagi masyarakat," pungkasnya.

    Apa Penyebab Mahalnya Obat RI?

    Sebelumnya, Budi juga sempat mengungkap hal yang menyebabkan tingginya harga obat di Indonesia. Hal itu terjadi karena inefisiensi dalam sistem perdagangan dan distribusi obat serta alat kesehatan, bukan semata-mata karena pajak.

    Menurut Budi, yang akrab disapa BGS, pajak hanya berkontribusi sekitar 20 hingga 30 persen terhadap harga obat. Oleh karena itu, pajak tidak bisa sepenuhnya menjelaskan perbedaan harga yang mencapai 300 persen hingga 500 persen.

    Budi memberikan contoh, impor alat kesehatan seperti mesin USG dikenakan bea masuk 0 persen, sementara impor komponennya seperti layar USG dikenakan bea masuk hingga 15 persen. Perbedaan bea masuk ini menjadi hambatan bagi pertumbuhan industri farmasi domestik.

    “Mahalnya harga obat di Indonesia bukan hanya karena pajak, tetapi juga karena inefisiensi dalam perdagangan dan jual beli obat serta alat kesehatan,” kata Budi di Jakarta, 2 Juli 2024.

    Masalah mahalnya harga obat dan alat kesehatan telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Presiden, melalui Menkes, memerintahkan perbaikan tata kelola dan pembelian obat serta alat kesehatan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu.

    "Ada biaya-biaya yang mungkin harusnya tidak dikeluarkan karena ujungnya kan yang beli pemerintah juga,” terang Budi.

    Untuk mengatasi masalah ini, Budi menekankan perlunya kombinasi kebijakan yang lebih murah dan efisien. Isu ini tidak hanya terfokus pada pajak, tetapi juga mencakup banyak aspek dalam ekosistem industri farmasi dan kesehatan. Budi menyebutkan bahwa diperlukan koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan, untuk mendesain ulang ekosistem industri ini.

    “Kita harus mencari kombinasi semurah mungkin, tapi isunya bukan hanya di pajak saja,” tutup Budi. (And/*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi