KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengungkap kondisi perekonomian global saat ini. Hal itu dia ungkap dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 8 Juli 2024.
Sri Mulyani menyebut, kondisi perekonomian global masih relatif stagnan dan lemah. Hal itu terjadi lantaran tensi geopolitik yang meningkat beberapa waktu terakhir.
"Suasana perekonomian global masih relatif dalam posisi stagnan lemah. Ini disebabkan karena geopolitik semakin meningkat antar negara-negara atau blok negara," kata Sri Mulyani dalam rapat.
Di sisi lain, Pemilihan Presiden (Pilpres) yang tengah berlangsung juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi. Pasalnya, gelaran demokrasi antar negara memicu perubahan dari kebijakan negara.
"Pemilu yang terjadi di berbagai negara hari-hari ini menimbulkan juga banyak kemungkinan ketidakpastian dan perubahan dari kebijakan negara-negara maju," jelasnya.
Sementara Indonesia, kata Sri Mulyani, masih terpengaruh oleh gelaran demokrasi Amerika Serikat (AS). Pengaruh AS dinilai lebih berpengaruh ketimbang Pemilu yang juga terjadi di Prancis dan Inggris.
Di sisi lain, Sri Mulyani menyebut, suku bunga Federal Reserve juga ikut mempengaruhi kondisi perekonomian global. Dia menilai, ada kemungkinan terjadi penangkapan suku bunga kendati masih dikalibrasi.
"Hal ini menyebabkan kenaikan atau peningkatan suku bunga yang higher for longer yang mungkin terjadi dan ini mempengaruhi kurs dari rupiah dan juga proyeksi dari perekonomian di berbagai megara," ungkapnya.
Sementara Tiongkok, kata dia, masih dihadapkan dengan over production. Menurutnya, hal itu juga menimbulkan komplikasi di perdagangan internasional.
Sri Mulyani menyebut, dinamika perekonomian global saat ini secara fundamental akan mempengaruhi banyak praktik kebijakan moneter yang diadopsi oleh negara maju.
"Ketegangan geopolitik yang akhirnya juga menggunakan instrumen kebijakan ekonomi seperti tarif ini akan mempengaruhi kinerja perekonomian dunia," tutupnya.
RI Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,5 Persen
Meski perekonomian dunia berada di fase stagnan dan relatif lemah, Sri Mulyani optimistis dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 berada di kisaran 5,1 persen hingga 5,5 persen. Angka ini tercantum dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
“Ini adalah kisaran pertumbuhan yang cukup ambisius namun tetap realistis,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 4 Juni 2024.
Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan domestik. Dari sisi permintaan agregat, pemerintah berupaya menjaga dan meningkatkan daya beli serta kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan di bidang fiskal dan sektoral.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh pada kisaran 5 persen hingga 5,2 persen pada tahun depan. Ini didukung oleh upaya menjaga daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi.
Sementara itu, investasi, yang merupakan kontributor terbesar kedua dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia, akan terus ditingkatkan perannya sebagai motor penggerak ekonomi. Diharapkan, pertumbuhan investasi berada pada kisaran 5,2 persen hingga 5,9 persen.
Mengutip situs Kemenkeu, pertumbuhan ekonomi yang solid mendorong penciptaan lapangan kerja nasional. Pada Februari 2024, jumlah orang yang bekerja tercatat sebesar 142,18 juta, meningkat 3,55 juta dibandingkan Februari 2023. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2024 menurun signifikan menjadi 4,82 persen, dari 5,32 persen pada Februari 2023, dan berada di bawah TPT prapandemi (Februari 2019: 5,01 persen).
Lapangan usaha dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar adalah Akomodasi & Makan Minum, Perdagangan, serta Administrasi Pemerintahan. Proporsi pekerja informal menurun dari 60,12 persen pada Februari 2023 menjadi 59,17 persen pada Februari 2024, memberikan indikasi positif terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja secara nasional.
Ke depan, beberapa risiko global masih harus dihadapi, termasuk arah kebijakan FED yang penuh ketidakpastian, eskalasi tensi geopolitik, dan disrupsi rantai pasok global yang belum pulih sepenuhnya. Sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain, khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan, akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Pemerintah akan terus memonitor dan mengases potensi dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta kondisi fiskal. APBN akan terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk menjaga daya beli masyarakat dan momentum pertumbuhan ekonomi.
Pemilihan umum di Amerika Serikat sering kali membawa ketidakpastian ekonomi, baik di dalam negeri maupun di kancah internasional. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan pelaku pasar menjadi hati-hati, yang pada gilirannya dapat memperlambat aktivitas ekonomi global. Berikut adalah beberapa cara bagaimana pemilu AS bisa memengaruhi ekonomi dunia:
Selama periode pemilu, pasar saham dan mata uang sering kali mengalami fluktuasi karena investor mencoba memprediksi hasil dan kebijakan ekonomi yang akan diadopsi oleh presiden yang baru terpilih.
Presiden AS memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan perdagangan. Perubahan kebijakan, seperti tarif atau perjanjian perdagangan baru, dapat memengaruhi perdagangan global dan rantai pasokan.
Perubahan dalam kebijakan fiskal dan moneter AS, seperti pemotongan pajak atau perubahan suku bunga, dapat berdampak pada ekonomi global. Misalnya, kenaikan suku bunga AS dapat menyebabkan arus keluar modal dari negara berkembang.
Pemilu juga dapat mengubah arah kebijakan luar negeri AS, yang dapat mempengaruhi stabilitas geopolitik dan, pada akhirnya, ekonomi global. Ketidakpastian politik juga dapat mempengaruhi sentimen bisnis dan konsumen, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi investasi dan pengeluaran konsumen.(And/*)