KABARBURSA.COM – PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) membukukan pendapatan sebesar Rp2,84 triliun pada paruh pertama 2025, naik 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Laba bersih pun melonjak signifikan sebesar 90 persen menjadi Rp290,81 miliar. Kinerja ini ditopang oleh perbaikan menyeluruh di semua lini bisnis, terutama dari pilar logistik yang menjadi penopang utama pendapatan.
Namun di balik capaian tersebut, muncul sejumlah catatan penting yang patut dicermati. Kontribusi bisnis logistik yang mencapai Rp1,19 triliun atau sekitar 42 persen dari total pendapatan ASSA menunjukkan tingginya ketergantungan perusahaan pada satu segmen usaha.
Jika tidak diimbangi dengan diversifikasi yang seimbang, fluktuasi pada industri logistik—seperti kenaikan harga bahan bakar, ketidakpastian rantai pasok global, hingga tantangan teknologi—berpotensi memberi tekanan terhadap kinerja keuangan ASSA di masa depan.
Direktur Utama ASSA, Prodjo Sunarjanto menyampaikan bahwa lonjakan kinerja merupakan hasil dari konsistensi turnaround di unit logistik sejak 2023, efisiensi operasional, serta kontribusi positif dari bisnis kendaraan bekas dan rental. “Pilar logistik, ekosistem kendaraan bekas, dan bisnis rental tumbuh secara menguntungkan di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan,” ujarnl Prodjo dalam keterangan tertulis dikutip Rabu, 30 Juli 2025.
Di sektor kendaraan bekas, ASSA melalui entitas anak PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC) mengandalkan Caroline.id dan balai lelang JBA. Pendapatan dari segmen ini tercatat Rp522,43 miliar. Namun meski kontribusinya cukup besar, bisnis kendaraan bekas masih menghadapi tantangan struktural seperti rendahnya kepercayaan konsumen terhadap kondisi mobil, hingga kompetisi ketat dari pemain digital baru yang menawarkan model C2C yang lebih ramping.
Langkah ekspansi ASLC melalui pembukaan empat showroom Caroline.id tahun ini juga perlu dikawal dengan hati-hati. Dua showroom di Cibubur dan Bandung sudah beroperasi, namun ekspansi fisik di tengah tren digitalisasi justru bisa menjadi beban tambahan jika tidak menghasilkan volume transaksi yang sepadan. Model showroom offline memerlukan investasi besar dan biaya operasional tinggi, yang bisa menggerus margin jika tidak cepat mencapai titik impas.
Sementara di segmen rental, ASSA mencatat pendapatan Rp804,17 miliar, dan telah mengalokasikan belanja modal (capex) sebesar Rp1,3 triliun hingga Rp1,5 triliun untuk peremajaan dan penambahan armada. Investasi ini memang penting untuk menjaga kualitas layanan, tetapi penggunaan dana dalam jumlah besar juga memerlukan pengelolaan yang efisien agar tidak membebani arus kas, terlebih jika kondisi ekonomi melambat.
Di tengah berbagai langkah ekspansi, ASSA menyampaikan komitmennya untuk memperluas layanan logistik menjadi solusi satu pintu, mulai dari first mile hingga last mile. Lini-lini baru seperti Cargoshare, Titipaja, hingga cold chain logistics terus dikembangkan untuk melengkapi ekosistem.
Namun, dengan banyaknya inisiatif dan lini usaha yang berjalan bersamaan, tantangan koordinasi dan fokus strategi bisa menjadi risiko tersendiri. ASSA dituntut untuk memastikan setiap pilar bisnis tidak hanya bertumbuh, tetapi juga berkontribusi secara berkelanjutan terhadap profitabilitas jangka panjang.
Sebagai perusahaan yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 2012, ASSA memang menunjukkan transformasi bisnis yang agresif. Namun keberhasilan ekspansi harus tetap dibarengi dengan konsistensi dalam eksekusi operasional, manajemen risiko, dan tata kelola biaya, agar tidak hanya tumbuh dalam angka, tetapi juga tahan terhadap dinamika pasar yang cepat berubah.
Menilik data perdagangan terbarunya harga saham ASSA saat ini di Rp865 per lembar. Namun jika dilihat data penjualan selama 3 bulan terakhir, saham ASS mengalami tren kenaikan dari Rp665 per lembarnya. Bahkan dalam rentang waktu tersebut saham ASSA sempat menyentuh Rp915.(*)