KABARBURSA.COM - PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatatkan laba bersih sebesar Rp13,77 miliar pada semester pertama 2024, meningkat 10,95 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp12,41 miliar. Dengan capaian ini, laba per saham dasar tercatat Rp1,64, naik dari sebelumnya Rp1,48.
Namun, pendapatan usaha mengalami penurunan menjadi Rp5,68 triliun, turun 10,55 persen dari Rp6,35 triliun tahun lalu. Beban pokok pendapatan juga mengalami penurunan menjadi Rp5,15 triliun, lebih rendah dari Rp5,7 triliun sebelumnya. Meskipun demikian, laba kotor merosot menjadi Rp521,66 miliar dari Rp653,32 miliar tahun lalu.
Beban penjualan tercatat Rp5,45 miliar, sedikit menurun dari Rp6,73 miliar sebelumnya. Sebaliknya, beban umum dan administrasi meningkat menjadi Rp377,61 miliar dari Rp341,60 miliar, menyebabkan total beban usaha naik menjadi Rp383,06 miliar dibandingkan Rp348,34 miliar tahun lalu. Laba usaha tercatat Rp138,60 miliar, menurun signifikan dari Rp304,98 miliar.
Bagian laba dari ventura bersama melonjak 109 persen menjadi Rp327,87 miliar dari Rp156,31 miliar tahun lalu. Namun, bagian rugi dari entitas asosiasi melejit 710 persen menjadi Rp8,92 miliar, dibandingkan kerugian Rp1,46 miliar tahun lalu. Beban keuangan meningkat menjadi Rp391,91 miliar dari Rp358,32 miliar, sementara pendapatan lainnya sedikit menurun menjadi Rp78,55 miliar dari Rp79,96 miliar.
Beban pajak penghasilan final meningkat menjadi Rp126,66 miliar dari Rp120,45 miliar, dengan laba sebelum pajak menyusut menjadi Rp35,37 miliar dari Rp61,01 miliar. Beban pajak penghasilan tidak final naik menjadi Rp6,30 miliar dari Rp3,09 miliar, namun total beban pajak penghasilan turun menjadi Rp6,30 miliar dari Rp8,10 miliar. Laba tahun berjalan tercatat Rp29,06 miliar, turun dari Rp52,90 miliar tahun lalu.
Di sisi neraca, jumlah ekuitas meningkat sedikit menjadi Rp9,24 triliun dari Rp9,21 triliun tahun lalu, sedangkan total liabilitas menurun signifikan menjadi Rp26,94 triliun dari Rp31,27 triliun. Jumlah aset juga menurun menjadi Rp36,19 triliun dari Rp40,49 triliun tahun lalu.
Manfaatkan Briket untuk Pengganti Batu Bara
PT Adhi Karya (Persero) Tbk melakukan terobosan dalam pengelolaan limbah dengan mengolah sampah menjadi briket yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar batubara. Pengolahan ini menggunakan teknik yang dikenal sebagai Refused Derived Fuel (RDF).
Mengutip dari unggahan akun Instagram @adhikaryaid, permasalahan penumpukan sampah di Jakarta telah mendorong pemerintah daerah, termasuk Pemprov DKI Jakarta, untuk mengembangkan fasilitas pengolahan sampah yang lebih efektif.
Sebagai salah satu BUMN terkemuka di Indonesia, Adhi Karya telah mendirikan fasilitas pengolahan sampah terbesar di Indonesia, yaitu RDF Bantargebang. Fasilitas ini memanfaatkan teknologi RDF untuk mengolah sampah dari Jakarta dan sekitarnya menjadi briket RDF.
Dalam unggahan Instagram @adhikaryaid yang dilaporkan pada Senin, 30 Juli 2024, dinyatakan, emiten yang berkode ADHI ini telah berhasil mendirikan RDF Bantargebang, pengolahan sampah terbesar di Indonesia, yang mengubah sampah di Jakarta dan sekitarnya menjadi RDF Briket atau batubara dengan inovasi mutakhir.
RDF adalah produk akhir dari proses pengolahan sampah yang melibatkan pengeringan untuk mengurangi kadar air hingga mencapai sekitar 25 persen, serta meningkatkan nilai kalorinya. Sebelumnya, sampah dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil, sekitar 2-10 cm, untuk mempermudah proses selanjutnya.
Fasilitas ini dilengkapi dengan berbagai teknologi canggih, termasuk Rotary Dryer, yang berperan penting dalam proses pengolahan. Rotary Dryer mengurangi kadar air pada sampah, sehingga membuat sampah lebih kering dan memiliki nilai kalor yang lebih tinggi, yang menjadikannya sebagai alternatif bahan bakar yang lebih efisien.
“Rotary Dryer berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam sampah, yang memungkinkan sampah mengering dengan baik dan memiliki nilai kalor yang lebih tinggi,” tambah penjelasan dalam unggahan tersebut.
Inovasi ini tidak hanya membantu mengatasi masalah sampah yang semakin menumpuk di daerah urban, tetapi juga memberikan solusi yang lebih ramah lingkungan dengan menghasilkan briket sebagai alternatif bahan bakar yang lebih bersih.
Indonesia pernah menduduki peringkat sebagai negara penghasil sampah plastik laut terbesar kedua di dunia, setelah China. Namun, menurut pernyataan terbaru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), posisi Indonesia dalam daftar pemeringkatan tersebut telah mengalami penurunan.
KKP mengungkapkan bahwa melalui berbagai upaya dan inisiatif pengelolaan sampah, negara ini telah berhasil mengurangi kontribusinya terhadap pencemaran plastik di lautan, dan kini berada di peringkat yang lebih rendah dalam daftar negara-negara penghasil sampah plastik laut. Langkah-langkah tersebut mencakup implementasi kebijakan pengurangan sampah plastik, peningkatan kesadaran masyarakat, serta program-program pembersihan laut yang lebih intensif.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.