KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian Indonesia pada kuartal I-2024 mencapai 5,11 persen (year on year/yoy). Angkanya masih tumbuh. Baik secara statistik.
Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuartal IV-2023 sebesar 5,04 persen dan kuartal I-2023 tumbuh 5,04 persen (yoy).
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan pertumbuhan tersebut masih dalam kondisi yang relatif baik. Meskipun, terjadi adanya sedikit pelambatan. Oleh karena itu dia optimis Indonesia akan jauh dari resesi.
"Terkait rilis pertumbuhan ekonomi kuartal 1, pandangan saya adalah bahwa meskipun terjadi perlambatan sedikit, kita masih dalam kondisi yang relatif baik dan tidak mengarah ke resesi," katanya kepada Kabar Bursa, Selasa 7 Mei 2024.
Adapun menurutnya, resesi hanya terjadi apabila pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Kondisi Berpotensi Resesi
Kendati demikian, dia mengatakan kondisi global yang sedang tidak stabil dan berpotensi resesi, yang dapat berdampak negatif pada ekonomi Indonesia. Dia pun memperkirakan apabila terjadi resesi global, hal itu akan berdampak besar pada Indonesia, terutama melalui penurunan sumbangan ekspor dan kenaikan suku bunga. Hal itu terjadi apabila negara mitra dagang Indonesia terdampak resesi.
"Negara-negara mitra dagang kita yang mengalami resesi, seperti Inggris, Jepang, dan beberapa negara Eropa, akan mempengaruhi ekspor kita secara signifikan,"
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, pelemahan ekonomi global masih akan terjadi. Adanya potensi resesi ekonomi menimbulkan kekhawatiran di banyak negara akibat berbagai faktor, mulai dari konflik hingga kebijakan suku bunga yang ketat dari bank sentral.
Dia pun mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 3,2 persen, sementara beberapa negara seperti Jepang, Inggris, dan Eropa berpotensi mengalami resesi.
“Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya tumbuh 3,2 persen dampak runtutan dari Covid juga masih terasa sampai sekarang, dan kita tahu beberapa negara telah masuk pada resesi,” ungkapnya.
Sejalan, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta Utama mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cenderung kuat di tengah sentimen resesi global.
Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan di kuartal I relatif bagus, karena berkelanjutan di kisaran 5 persen. Padahal kata dia, biasanya pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan pada kuartal I relatif fluktuatif hingga menyentuh di bawah 5 persen.
"biasanya ya di Q1 ya secara beberapa tahun kebelakang ya ada juga yang dibawah performa dibawah 5 persen," katanya kepada Kabar Bursa, Selasa 7 Mei 2024.
Optimisme Terhindar Resesi
Meskipun demikian, dia mengakui, pertumbuhan ini cenderung negarif secara QoQ atau dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun dia optimis IndoneResia bakal terhindar dari jurang resesi. "Kalau di Q1 si rata-rata pertumbuhannya memang negatif karena pola musiman dari tahun tahun sebelumnya. Tapi di Q2 saya optimis akan berapa level yang lebih tinggi," terang dia.
Dia pun mengatakan terdapat beberapa negara yang berpotensi resesi. Misal Jerman dan Jepang. Sedangkan menurutnya Indonesia masih relatif resilience atau mampun untuk beradaptasi.
"Ada beberapa negara yang berpotensi mengalami resesi ya, tapi kalau Indonesia ya masih relatif resiliance," tambah dia.
Sebagai informasi, pada kuartal IV-2023, PDB Jerman mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen secara tahunan. Bank Sentral Jerman, Bundesbank, menyebutkan bahwa ini disebabkan permintaan industri eksternal Jerman kemungkinan akan tetap lemah.
Di sisi lain, konsumen akan terus berhati-hati dalam berbelanja dan berinvestasi di dalam negeri akibat tingginya suku bunga.
Begitupun juga dengan Jepang. Meskipun pemerintah Jepang pada Senin kemarin mengatakan bahwa negaranya berhasil lolos dari resesi pada kuartal empat 2023 dengan pertumbuhan ekonomi pada Oktober-Desember mencapai 0,4 persen berkat belanja modal yang kuat.
Namun, perekonomian pulih pada kecepatan yang moderat. Namun permintaan domestik, khususnya konsumsi swasta, kurang kuat karena kenaikan harga barang sehari-hari telah membebani rumah tangga.
"Sentimen (resesi) masih berlaku, misal yang dialami oleh Jerman terus Jepang juga," tandas dia.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.