Logo
>

Pengamat: Suntikan Danantara ke Garuda Indonesia tak Tepat Sasaran

Garuda Indonesia mendapat suntikan Rp6,6 triliun dari Danantara. Namun, pengamat menilai dana itu tak akan menyelesaikan masalah utamanya: utang dan sewa.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Pengamat: Suntikan Danantara ke Garuda Indonesia tak Tepat Sasaran
Pesawat Garuda Indonesia, perusahaan pelat merah dan emiten berkode saham GIAA di sebuah landasan pacu bandara. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) memberikan modal sebesar Rp6,6 triliun kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). 

Suntikan dana tersebut bakal dipergunakan untuk perawatan guna menjaga keberlangsungan operasional Garuda Indonesia. Lantas, apakah dana Rp6,6 triliun bisa membantu kinerja maskapai pelat merah ini? 

Pengamat BUMN, Herry Gunawan mengatakan, suntikan modal yang diberikan Danantara tidak akan menyelesaikan masalah Garuda. Pasalnya, ia memandang permasalahan yang dihadapi Garuda saat ini ialah kewajiban keuangan. 

"Di antara beban yang besar Garuda, ada dua. Pertama, kewajiban sewa pesawat. Kedua, pinjaman. Ini yang mesti diselesaikan," ujar dia kepada Kabarbursa.com, dikutip Jumat, 27 Juni 2025.

Herry menyebut suntikan modal untuk operasional itu hanya 'menggarami laut'. Ia memandang apa yang tengah dihadapi manajemen Garuda saat ini merupakan warisan terdahulu. 

"Tapi anehnya, manajemen yang saat ini juga tidak memiliki sense of crisis. Seolah-olah Garuda adalah perusahaan yang sedang menangguk laba," ujarnya. 

Herry kemudian menyoroti laporan keuangan Garuda Indonesia. Menurutnya, beban-beban usaha Garuda yang tidak terkait langsung dengan bisnis sebagai operator penerbangan, tetap meningkat. 

Misalnya, sebut dia, beban operasional transportasi, beban operasional jaringan, hingga beban pelayanan penumpang. 

"Begitu pun dengan beban untuk karyawan yang naik dari USD102,1 juta pada kuartal I 2024, menjadi USD122,8 juta di kuartal I 2025," bebernya.

Dengan kondisi itu, Herry menilai para investor sulit percaya jika kucuran modal yang didapat Garuda Indonesia sebagai bentuk perbaikan.

"Jangan-jangan investor malah berpikir, yang dilakukan Danantara terhadap Garuda seperti 'mengobati sakit perut, tapi dengan dengan obat sakit kepala'. Akibatnya makin menjauhkan kepercayaan investor," ujarnya. 

Kinerja Keuangan Garuda Indonesia (GIAA)

Diberitakan sebelumnya, Garuda Indonesia menutup tahun buku 2024 dengan kondisi keuangan yang masih terbebani tekanan historis. 

Emiten berkode saham GIAA ini membukukan rugi bersih sebesar USD69,77 juta sepanjang 2024, setelah pada tahun sebelumnya sempat mencatatkan laba bersih senilai USD251,99 juta.

Pembalikan kinerja ini terutama disebabkan oleh membengkaknya beban keuangan dan tekanan dari pos beban lainnya yang mencapai USD2,71 miliar, naik signifikan dari USD2,31 miliar pada 2023.

Meski mencetak pendapatan usaha sebesar USD3,42 miliar, naik dari USD2,94 miliar pada 2023, kenaikan ini tidak cukup untuk menahan lonjakan biaya yang merusak margin keuntungan.

Kondisi neraca Garuda juga menunjukkan situasi yang belum sepenuhnya pulih. Total liabilitas per 31 Desember 2024 mencapai USD8,01 miliar, sedikit menurun dibanding akhir 2023. Namun, posisi ekuitas perusahaan tetap berada di zona negatif, yakni sebesar minus USD1,35 miliar, mengindikasikan bahwa beban utang masih jauh melampaui aset bersih perusahaan.

Hingga akhir 2024, total aset konsolidasian tercatat sebesar USD6,62 miliar, yang terdiri dari aset lancar senilai USD553,9 juta dan aset tidak lancar senilai USD6,06 miliar.

Adapun pada kuartal I 2025, perseroan mencatatkan rugi bersih sebesar USD75,93 juta, memburuk dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD86,82 juta. 

Rugi komprehensif juga melebar menjadi USD78,69 juta, mencerminkan kerugian dari perbedaan kurs penjabaran dan pos penghasilan komprehensif lainnya.

Di sisi top line, Garuda masih mampu mencetak pendapatan usaha sebesar USD723,56 juta, naik tipis dari USD711,98 juta pada kuartal I 2024.

Namun, upaya efisiensi operasional tampaknya belum cukup meredam tekanan dari sisi pembiayaan. Beban bunga dan keuangan tetap tinggi, mencapai USD124,57 juta hanya dalam tiga bulan pertama. Beban lainnya juga tercatat besar, yakni USD630,4 juta, mendominasi struktur pengeluaran perusahaan.

Per 31 Maret 2025, total liabilitas Garuda berada di angka USD7,89 miliar, dengan ekuitas tetap negatif USD1,43 miliar, menandakan bahwa maskapai pelat merah ini masih terjebak dalam posisi insolvensi teknikal.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Hutama Prayoga

Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.