KABARBURSA.COM - Laporan Dana Moneter Internasional atau IMF terbaru mengenai ekonomi Indonesia mencatat bahwa negara ini diproyeksikan akan terus tumbuh meski berada di tengah ketidakpastian global. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,0 persen pada 2024 dan meningkat sedikit menjadi 5,1 persen pada 2025.
Proyeksi ini didasarkan pada penguatan permintaan domestik yang diperkirakan dapat menutupi dampak dari penurunan harga komoditas dan melambatnya pertumbuhan mitra dagang utama Indonesia. Laporan tersebut juga menyoroti pentingnya kebijakan fiskal yang pruden untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
IMF mengapresiasi upaya Indonesia dalam menekan defisit anggaran dan memperkuat sektor keuangan. Namun, lembaga ini juga mengingatkan bahwa risiko dari volatilitas harga komoditas, perlambatan ekonomi global, dan potensi pengetatan kebijakan moneter global masih tetap tinggi.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi, IMF merekomendasikan agar Indonesia melakukan reformasi struktural yang lebih dalam, termasuk memperkuat daya saing sektor manufaktur, meningkatkan investasi di bidang pendidikan dan kesehatan, serta memodernisasi infrastruktur dan sistem logistik.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya mencapai 5 persen menurut IMF, ambisi presiden terpilih Prabowo Subianto untuk meningkatkan laju pertumbuhan menjadi 8 persen dipandang pihak ekonom sebagai sesuatu yang tidak realistis tanpa adanya strategi yang jelas dan perubahan kebijakan yang signifikan.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P Sasmita, memberikan pandangan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen untuk tahun ini dari IMF adalah angka yang realistis. "Perkembangan dua kuartal tahun ini memang menunjukkan tanda-tanda akan berakhir di level 5 - 5,1 persen di penghujung tahun," ujarnya kepada Kabar Bursa, Selasa, 13 Agustus 2024.
Ronny menjelaskan pencapaian pertumbuhan ini banyak didorong oleh belanja pemerintah yang cukup signifikan, terutama dalam bentuk belanja bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan menjelang pemilu dan berlanjut hingga saat ini. Ia menekankan bansos yang besar dan insentif di beberapa sektor, seperti properti dan otomotif, telah menjaga daya beli masyarakat kelas bawah dan menengah, yang pada gilirannya mendorong konsumsi rumah tangga. Namun, kontribusi dari ekspor dan investasi justru cenderung menurun.
Ronny juga menanggapi target ambisius Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen. Menurutnya, Prabowo belum belum memiliki strategi yang jelas. "Untuk saat ini, pertumbuhan 8 persen versi Prabowo sebaiknya diperlakukan hanya sebatas visi misi saja dulu, karena kita belum mendengar secara detail strateginya untuk mencapai itu seperti apa," katanya.
Ia pun menilai janji Prabowo untuk mencapai pertumbuhan 8 persen dalam tiga tahun pemerintahannya terdengar sangat diplomatis dan manis, tetapi tidak realistis. Ronny berkaca pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), meskipun sudah melakukan berbagai upaya dan strategi selama hampir 10 tahun untuk mengejar pertumbuhan 7 persen, dia hanya berhasil mencapai angka di kisaran 5 persen.
Ronny mengatakan pemerintahan Prabowo-Gibran berpotensi terjebak dalam pola yang sama jika tidak ada perubahan kebijakan dan strategi pembangunan yang signifikan. "Jika tidak menghadirkan strategi pembangunan yang revolusioner dan perubahan kebijakan secara signifikan, pemerintahan Prabowo Gibran berpotensi meneruskan tren pertumbuhan di era Jokowi, yakni terperangkap di dalam kisaran 5 persenan," katanya.
Untuk mencapai target 8 persen, menurut Ronny, pemerintah harus aktif terlibat dalam membangun daya saing sektor manufaktur dan jasa, serta melakukan revitalisasi sektor pertanian dan akselerasi pembangunan sumber daya manusia. "Pemerintah harus mengefektifkan belanja pemerintah di satu sisi dan memastikan bahwa belanja tersebut menghasilkan multiplier effect kepada perekonomian nasional," katanya.
Ronny lantas mengingatkan pemerintah untuk memerangi korupsi dan pungutan liar secara serius dan berkelanjutan guna menurunkan tingkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia. Ia mengatakan angka 8 persen seharusnya tidak hanya diumbar, tetapi juga disertai dengan strategi dan langkah yang jelas untuk mencapainya.
"Indonesia tentu memiliki potensi mencapai itu, jika prakondisinya terpenuhi. Tapi itu di atas kertas dan sudah sejak lama dibicarakan oleh semua orang. Nyatanya sampai hari ini angka tersebut masih berada di atas kertas. Jadi Prabowo sudah tak perlu lalu membaca apa yang sudah ada di atas kertas, tapi jabarkan langkah-langkah untuk mewujudkan angka di atas kertas tersebut," pungkasnya.
5 Tahun 8 Persen
Prabowo sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 8 persen dalam lima tahun ke depan.
“Kita sebenarnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kita sendiri. Menurut perkiraan saya, dalam lima tahun ke depan, kita bisa mencapai pertumbuhan 8 persen atau bahkan lebih,” kata Prabowo dalam Mandiri Investment Forum 2024 di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Untuk mencapai target tersebut, Prabowo menyatakan keinginannya untuk fokus pada pengentasan kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin bagi rakyat Indonesia jika ia resmi dilantik sebagai Presiden RI. “Karena itu akan menjadi panduan bagi pemerintahan Indonesia berikutnya, kami menginginkan pertumbuhan, namun kami juga ingin mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja,” katanya. (*)