Logo
>

Peringkat Saham RI Turun, Pengamat: Cerminan Kondisi Ekonomi

Pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi melihat penurunan peringkat oleh Goldman Sachs bisa dilihat dari keadaan ekonomi Indonesia saat ini.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Peringkat Saham RI Turun, Pengamat: Cerminan Kondisi Ekonomi
Ilustrasi Goldman Sachs.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Goldman Sachs telah menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight ke market weight pada Senin, 10 Maret 2025. Selain itu, Goldman Sachs juga menurunkan posisi surat obligasi negara dengan tenor 10  hingga 20 tahun kini menjadi netral. 

    Pengamat Pasar Modal Ibrahim Assuaibi melihat penurunan peringkat oleh Goldman Sachs bisa dilihat dari keadaan ekonomi Indonesia saat ini. Salah satunya adalah program tiga juta rumah yang tengah dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). 

    Bersamaan dengan ini, kata Ibrahim, Kementerian Keuangan kemungkinan juga akan melakukan lelang obligasi perumahan. 

    "(Lelang Obligasi) itu kemungkinan besar yang akan melakukan pembelian adalah Bank Indonesia, ini kan sebelumnya sudah ada pembicaraan-pembicaraan. Nah ini rupanya menurut Goldman Sachs kurang bagus," kata Ibrahim kepada Kabarbursa.com melalui sambungan telpon di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.

    Ibrahim menyatakan lelang obligasi seharusnya dilepas ke pasar. Sehingga, pengusaha-pengusaha di dalam dan luar negeri  bisa memiliki obligasi itu. 

    Lebih lanjut dia menuturkan, Indonesia diperkirakan bakal mengalami defisit pada tahun 2025 dikarenakan belanja yang cukup besar. 

    "Terutama seperti program makan bergizi gratis (MBG), kemudian  adanya relokasi anggaran, hingga pembentukan BPI Danantara," jelasnya. 

    Menurut dia, hal tersebut cukup memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Salah satu contohnya adalah banyak perusahaan  manufaktur yang gulung tikar hingga menyebabkan PHK besar-besaran. 

    Menurut Ibrahim, masyarakat kelas menengah ke bawah sangat berpotensi terkena dampak kondisi seperti ini. 

    "Kelas menengah ke bawah jika mengalami masalah itu bisa kelihatan dari apa? Dari penjualan retail, properti, otomotif, yang mengalami penurunan cukup signifikan," tuturnya.

    Ibrahim menyimpulkan, permasalahan-permasalahan tersebut kemungkinan besar membuat Goldman Sachs menurunkan peringkat terhadap saham Indonesia dari overweight ke market weight. 

    BI: Modal Asing Rp20,12 Triliun Masuk Pasar Saham Maret 2025

    Bank Indonesia (BI) melaporkan, modal asing yang masuk ke pasar saham Indonesia mencapai Rp20,12 triliun, mencerminkan minat investor global terhadap pasar keuangan domestik di tengah dinamika ekonomi global.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa berdasarkan data setelmen hingga 6 Maret 2025, selain aliran masuk di pasar saham, investor nonresiden juga mencatatkan pembelian neto sebesar Rp19,01 triliun di Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp6,11 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

    “Berdasarkan kondisi perekonomian global dan domestik terkini, Bank Indonesia terus memantau perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah untuk memastikan ketahanan sektor keuangan nasional,” ujar Ramdan dalam keterangan persnya, Jumat, 7 Maret 2025.

    Pada akhir perdagangan Kamis 6 Maret 2025, nilai tukar Rupiah ditutup pada level Rp16.325 per dolar AS, menguat dibandingkan sesi sebelumnya. Sementara itu, yield SBN tenor 10 tahun turun ke 6,85 persen, mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor terhadap obligasi pemerintah Indonesia.

    Di sisi lain, Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur pergerakan dolar terhadap enam mata uang utama dunia melemah ke level 104,06, sedangkan yield US Treasury (UST) 10 tahun naik ke 4,278 persen.

    Stabilitas Nilai Rupiah Awal Ramadan

    BI turut melaporkan perkembangan terbaru indikator stabilitas nilai rupiah di awal Ramadan 2025, di tengah dinamika ekonomi global dan domestik. 

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, menyampaikan bahwa kondisi pasar keuangan menunjukkan volatilitas, yang tercermin dari pergerakan nilai tukar rupiah, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN), serta aliran modal asing.

    “Rupiah ditutup pada level (bid) Rp16.445 per dolar AS pada Kamis, 27 Februari 2025. Sementara itu, yield SBN tenor 10 tahun naik ke 6,88 persen,” ujar Ramdan dalam siaran persnya, Minggu, 2 Maret 2025.

    Lebih lanjut, Indeks Dolar AS (DXY), yang mencerminkan pergerakan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, menguat ke level 107,24. Sementara itu, yield US Treasury (UST) 10 tahun turun ke 4,260 persen, mencerminkan sentimen investor terhadap aset-aset berisiko.

    Proyeksi Saham Big Caps

    Para investor diminta untuk mencermati betul adanya peluang buy or bye di saham-saham big caps, seperti BMRI, BBCA, BBRI, dan BBNI. Sebabnya, Goldman Sachs pada Senin, 10 Maret 2025, menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight ke market weight.

    Meskipun begitu, Tim Analis Bareksa menilai penurunan peringkat oleh Goldman Sachs hanya bersifat sementara dan lebih sebagai sentimen jangka pendek. 

    Pemerintah telah merancang sejumlah stimulus guna meningkatkan konsumsi masyarakat, terutama menjelang Lebaran. Langkah-langkah seperti diskon tarif tol dan penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 6 persen untuk tiket pesawat diharapkan mampu menggerakkan kembali daya beli masyarakat.

    Bagi investor agresif, kondisi ini justru menjadi peluang untuk memborong saham big banks yang sedang berada di harga diskon. Imbal hasil dari dividen saham-saham ini masih sangat atraktif. 

    Berdasarkan proyeksi Bareksa, target harga saham BBRI pada 2025 adalah Rp5.450, BMRI Rp7.200, BBCA Rp11.600, dan BBNI Rp6.300. Rasio pembayaran dividen bank-bank besar ini akan ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan berlangsung antara pertengahan hingga akhir Maret. 

    Sementara itu, pembayaran dividen diperkirakan akan dilakukan dalam rentang pekan pertama hingga ketiga April 2025.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.