Logo
>

Pertanyakan Skema Co-Payment Asuransi, DPR Panggil OJK

Regulasi baru ini dinilai perlu dijelaskan secara gamblang kepada publik

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Pertanyakan Skema Co-Payment Asuransi, DPR Panggil OJK
Ilustrasi Asuransi Co-Payment. Foto: dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkenalkan kebijakan co-payment dalam produk asuransi kesehatan memicu perhatian publik hingga akhirnya menjadi bahan pembahasan utama dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama OJK pada Senin 30 Juni 2026.

    Co-payment sendiri adalah sistem di mana nasabah asuransi diwajibkan menanggung sebagian biaya medis. Skema ini resmi diatur melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 yang menyebutkan bahwa peserta wajib menanggung 10 persen dari nilai klaim, dengan maksimal Rp 300.000 untuk layanan rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap.

    Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menyoroti polemik yang berkembang di tengah masyarakat terkait aturan tersebut. Ia mengatakan, isu ini bukan hanya ramai di pemberitaan media massa, tetapi juga kerap menjadi pertanyaan yang disampaikan masyarakat langsung kepada para anggota dewan.

    “Kita perlu mendengarkan penjelasan dari Otoritas Jasa Keuangan, karena ini sedang menjadi masalah yang ramai di media dan banyak pertanyaan tidak hanya disampaikan ke saya, tapi ditujukan hampir ke semua anggota Komisi XI,” ujar Misbakhun dalam rapat kerja bersama OJK, Senin 30 Juni 2025.

    Ia menekankan bahwa keberadaan asuransi kesehatan swasta selama ini dilihat masyarakat sebagai alternatif layanan kesehatan yang lebih baik di luar skema BPJS Kesehatan. Karena itu, regulasi baru ini dinilai perlu dijelaskan secara gamblang kepada publik.

    “Perjanjian itu akan seperti apa? Dan kemudian kenapa sampai terjadi ide dan gagasan dari pihak regulator untuk mengatur mengenai co-payment ini? Tentunya kita ingin mendengarkan alasan [perjanjian yang selama ini menjadi perjanjian dua pihak antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi kemudian harus diregulasi oleh pihak otoritas,” lanjutnya.

    Kebijakan ini direncanakan mulai diterapkan pada awal tahun 2026 dan akan berlaku bagi seluruh produk asuransi kesehatan, baik berbasis konvensional maupun syariah, serta mencakup sistem indemnity maupun managed care.

    Dari sisi regulator, OJK berargumen bahwa model pembagian biaya ini diperlukan untuk memperkuat pengelolaan risiko dan menjaga stabilitas keuangan industri asuransi. Selain itu, skema ini diyakini dapat mengurangi risiko terjadinya klaim yang berlebihan.

    Tak hanya co-payment, regulasi tersebut juga memberi ruang bagi perusahaan asuransi untuk melakukan penyesuaian premi berdasarkan data klaim nasabah maupun perkembangan inflasi di sektor kesehatan. Penyesuaian ini dapat dilakukan saat pembaruan polis, atau di luar periode tersebut bila ada persetujuan pemegang polis.

    “Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi memiliki kewenangan untuk meninjau dan menetapkan Premi dan Kontribusi kembali (repricing) pada saat perpanjangan Polis Asuransi berdasarkan riwayat klaim Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dan/atau tingkat inflasi di bidang kesehatan,” tulis OJK dalam beleid tersebut.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.