KABARBURSA.COM – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menyebut salah satu faktor yang membuat penjualan mobil menurun 3 bulan pertama 2024 adalah perusahaan pembiayaan yang sedang mengencangkan ikat pinggang.
Hampir semua agen pemegang merek (APM) mengalami masalah penurunan penjualan yang cukup signifikan. Seperti halnya yang terjadi kepada PT Astra International Tbk. Penjualan wholesales menurun cukup signifikan.
Penjualan dari pabrik ke dealer (wholesales) turun pada periode (Januari-Maret 2024) sebesar 205.069 unit. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni 282.602 unit.
“Pasar otomotif menghadapi banyak rintangan. Faktor-faktor seperti inflasi, kenaikan suku bunga, pengurangan subsidi bahan bakar, dan masalah politik,” kata Presiden Direktur PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Penurunan penjualan kendaraan secara nasional membuat Mitsubishi juga terdampak. Selama periode Maret 2023 hingga Maret 2024, penjualan MMKSI berada di angka 77.937 unit.
“Angka tersebut buka hasil terbaik bagi kami jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 90.431 unit kendaraan terjual,” kata Director of Sales & Marketing Division MMKSI Yoshio Igarashi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Bisnis BNI Finance Albertus Hendi Trianto mengakui adanya penurunan penjualan kendaraan pada semester pertama 2024. Menurutnya, penurunan penjualan memang cukup signifikan dan terjadi karena banyak faktor, termasuk situasi politik.
“Kalau kita lihat data GAIKINDO, penjualan retail (dari dealer ke konsumen) itu memang turun 15 persen. Itu memang karena kemarin awal-awal tahun itu ada pemilu,” kata Albertus kepada kabarbursa.com, Senin, 3 Juni 2024.
Albertus juga mengungkapkan, penurunan penjualan kendaraan juga disebabkan karena faktor lain, yakni penurunan daya beli masyarakat pada kendaraan baru menurun. Menurutnya, inilah faktor yang paling menentukan dari penurunan penjualan kendaraan.
“Keuangan calon nasabah juga tidak kuat, jadi berdampak pada penjualan kendaraan bermotor. Efeknya BNI Finance yang penjualannya 100 persen di new car juga agak tergerus, karena kami bergantung pada mobil baru,” jelasnya.
Pemilu tidak menjadi faktor utama dalam penurunan penjualan kendaraan. Karena, buktinya usai pemilu, penjualan kendaraan belum terdongkrak naik secara signifikan. “Mereka tidak beli mobil karena keuangannya tidak ada,” imbuhnya.
Kendati demikian, ia optimistis jika penjualan kendaraan pada semester dua bakal kembali naik. Menurutnya, optimismenya beralasan karena mengacu dari peningkatan pembiayaan yang terjadi pada bulan Mei 2024.
“Yang jelas lebih baik dibandingkan semester satu. Harapannya seperti itu. Cuman saya tidak yakin (penjualan kendaraan di Indonesia) bisa mencapai target seperti tahun lalu mencapai 1 juta unit,” turunya.
Faktor lain yang mempengaruhi penurunan penjualan kendaraan adalah kerena ada beberapa kendaraan yang masih dalam proses inden lama sehingga belum sampai ke pembeli dan tak tercatat di dalam perhitungan GAIKINDO.
Leasing Menahan Diri
Pihak leasing mengakui jika memutuskan untuk menahan diri karena penjualan kendaraan sedang tidak baik. Di sisi lain, kualitas kredit sedang memburuk karena banyak masyarakat yang tidak dapat bayar cicilan.
Albertus mengungkapkan, di beberapa tempat kualitas kredit memburuk sehingga semua perusahaan pembiayaan menahan pembiayaan dan memilih untuk lebih berhati-hati. “Di beberapa daerah tertentu itu pasti survei lebih ketat lagi, DP lebih tinggi, untuk menjaga agar customer yang dibiayai adalah customer yang benar,” ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan, akhir-akhir ini pihak leasing juga mengalami masalah lainnya seperti berhadapan dengan LSM dan sindikat. Para sindikat tersebut mengambil kendaraan dari pemilik yang tidak mampu bayar. Lalu, sindikat tersebut menegosiasikan barang tersebut kepada perusahaan pembiayaan.
“Ini yang membuat kualitas kredit di perusahaan pembiayaan bermasalah, jadi mungkin saja ketika customer mengambil (kendaraan) dan bermasalah dengan keuangan kemudian diketahui oleh LSM sehingga unitnya ditarik oleh LSM sehingga unitnya pindah tangan. Ini banyak terjadi di beberapa tempat. Efeknya perusahaan pembiayaan melakukan pembiayaan rugi kalau misalnya dikuasai oleh pihak ketiga,” terangnya.
Selain masalah sindikat dan LSM, masalah lain yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan adalah kenaikan suku bunga yang terjadi sejak awal tahun. Meski begitu, ia mengaku jika kenaikan suku bunga tidak berdampak secara langsung kepada perusahaan pembiayaan.
“Kemarin BI rate naik lagi. Kami juga belum menaikkan lagi sampai marketnya kompetisi tertentu. Kalau retail kita akan lihat 3 bulan ke depan,” pungkasnya. (cit/prm)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.