KABARBURSA.COM - Pimpinan Rolex SA, Jean-Frédéric Dufour, menekankan bahwa memandang jam tangan mewah sebagai investasi adalah perilaku yang berbahaya, terutama menyusul lonjakan minat dari spekulan selama pandemi.
Dalam wawancara yang jarang dilakukan dengan surat kabar Swiss NZZ menjelang pameran dagang Watches and Wonders di Jenewa, Dufour menyatakan, "Saya tidak suka kalau orang membandingkan jam tangan dengan saham. Hal ini mengirimkan pesan yang salah dan berbahaya."
Pada tahun 2021 dan awal 2022, harga jam tangan bekas melonjak ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya karena para spekulator. Mereka didorong oleh suku bunga rendah dan lonjakan nilai mata uang kripto, sehingga memborong jam tangan Swiss yang mahal dari merek-merek ternama seperti Rolex, Patek Philippe, dan Audemars Piguet.
Namun, harga di pasar sekunder telah turun tajam dalam dua tahun terakhir di tengah melemahnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya suku bunga.
Indeks Jam Tangan Subdial Bloomberg, yang melacak harga 50 jam tangan yang paling banyak diperdagangkan berdasarkan nilainya, telah turun 40 persen dalam dua tahun terakhir.
Rolex adalah merek jam tangan Swiss terbesar dan mendominasi industri dengan perkiraan pangsa pasar 30 persen. Dikenal dengan model Datejust, Daytona, dan Submariner; penjualan perusahaan yang berbasis di Jenewa ini melampaui 10 miliar franc Swiss (USD11,1 miliar) untuk pertama kalinya pada 2023, menurut perkiraan Morgan Stanley.
Dufour, yang memimpin Rolex sejak 2015, mengatakan kepada NZZ bahwa ia memperkirakan 2024 akan menjadi tahun yang sulit bagi industri jam tangan Swiss karena permintaan melambat dari puncaknya.
Pada Desember bahwa lonjakan permintaan ritel untuk produk-produk pembuat jam tangan terkemuka Swiss telah melambat secara signifikan setelah hiruk pikuk pembelian selama tiga tahun.
CEO Rolex mengatakan perlambatan ini akan memberikan pukulan paling berat terhadap penjualan merek jam tangan kecil.
“Pendulum sekarang berayun ke arah lain, dan secara alami hal ini lebih terasa pada merek-merek yang kurang mapan,” katanya. “Meskipun mereka mungkin mengalami peningkatan penjualan sebesar 20 persen selama masa kenaikan, kini mereka mungkin mengalami penurunan sebesar 15 persen.”
“Untuk merek-merek besar, fluktuasinya lebih kecil,” tambah Dufour.
Produsen jam tangan cenderung memproduksi secara berlebihan pada saat kondisi baik dan ketika pasar melemah, pengecer mendapat tekanan untuk menurunkan harga. “Ini sangat bermasalah karena diskon merusak produk emosional seperti milik kami,” kata Dufour.
Bos Rolex mengatakan kuatnya nilai franc Swiss terhadap mata uang lainnya juga menambah tekanan pada industri, begitu pula kenaikan biaya bahan mentah seperti emas.
“Peningkatan suku bunga juga mempengaruhi mood belanja masyarakat, dan situasi geopolitik juga tidak membantu,” katanya.