KABARBURSA.COM - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa pihaknya bersama pemerintah tengah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2024-2033. Darmawan menjelaskan bahwa dalam RUPTL tersebut terdapat rencana penambahan pembangkit di mana 75 persen dari kapasitas baru akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT).
"Saat ini, kita sedang merancang RUPTL yang baru bersama dengan pemerintah untuk periode 2024 hingga 2033. Dalam RUPTL yang baru ini, 75 persen dari penambahan kapasitas pembangkit akan berbasis energi baru terbarukan, dan 25 persen berbasis gas," kata Darmawan, beberapa hari lalu.
Sejalan dengan itu, Darmawan mengungkap adanya tantangan dalam pengembangan EBT. Ia menyebutkan bahwa tantangan saat ini adalah adanya ketidakcocokan antara lokasi sumber EBT dan permintaan listrik.
"Oleh karena itu, perlu dibangun transmisi yang menghubungkan sumber EBT dengan lokasi permintaan listrik. Kami perlu membangun transmisi yang mendukung energi hijau, atau yang disebut green enabling transmission line, atau green super grid," ujarnya.
Selain itu, dalam proses penambahan EBT dalam skala besar juga diperlukan smart grid atau jaringan listrik 'pintar'.
"PLN berupaya membangun ekosistem yang kondusif untuk berkolaborasi dan berinvestasi. Untuk itu, kami berkomunikasi dengan mitra-mitra PLN agar dapat bergerak maju bersama dalam menghadapi tantangan ini," tutupnya.
Tantagan Pengembangan EBT di Indonesia
Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) merupakan langkah penting untuk mengurangi emisi. Namun, pengembangan EBT ini tidaklah tanpa tantangan.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa pembangunan pembangkit listrik dahulu bisa dilakukan di wilayah dengan permintaan listrik yang tinggi. Misalnya, pembangkit listrik batu bara dan gas bisa dibangun di Jawa Bagian Barat yang memiliki permintaan listrik besar. Begitu juga jika permintaan listrik ada di Jawa bagian Timur, pembangunan pembangkit bisa dilakukan di sana. Namun, hal ini berbeda jika berbicara mengenai EBT.
"Ketika kita berbicara tentang hidro dan geothermal, lokasinya ada di Sumatera, Jawa, dan di sekitar Sumatera bagian utara, seperti Aceh, sedangkan permintaannya ada di Jawa Bagian Barat," kata Darmawan.
Oleh karena itu, dibutuhkan transmisi untuk menghubungkan sumber listrik dengan lokasi permintaan listrik. Panjangnya sangat signifikan, mencapai 50.000 km, lebih panjang dari keliling bumi.
"Ada pepatah, no transition without transmission. Dibutuhkan yang namanya green enabling transmission line. Jaraknya berapa? Sekitar 50.000 kilometer sirkuit. Kalau Bapak Ibu ingin keliling bumi, berjalan kaki pun tidak akan sampai-sampai, karena keliling bumi hanya 42.500 kilometer, sedangkan ini 50.000 kilometer," jelasnya.
Darmawan menambahkan bahwa untuk membangun transmisi tersebut diperlukan investasi besar, mencapai Rp300 triliun. "Biayanya tidak terlalu mahal, hanya USD25 miliar atau sekitar Rp300 triliun hanya untuk membangun transmisi," ungkapnya.
Selain transmisi, Darmawan juga menyebutkan pentingnya membangun smart grid atau jaringan listrik 'pintar' untuk mendukung integrasi EBT dalam skala besar. "PLN berupaya menciptakan ekosistem kondusif untuk kolaborasi dan investasi. Kami berkomunikasi dengan mitra-mitra PLN agar dapat menghadapi tantangan ini bersama," tutupnya.
EBT: Langkah Menuju Masa Depan Berkelanjutan
Energi baru terbarukan (EBT) semakin menjadi fokus utama di seluruh dunia sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai keberlanjutan lingkungan. Dengan sumber daya alam yang melimpah seperti sinar matahari, angin, air, dan panas bumi, EBT menawarkan solusi yang ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan energi global.
Manfaat Energi Baru Terbarukan
- Ramah Lingkungan: EBT menghasilkan emisi gas rumah kaca yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Ini membantu mengurangi dampak perubahan iklim dan polusi udara.
- Sumber Daya Tak Terbatas: Tidak seperti bahan bakar fosil yang terbatas, sumber energi seperti matahari dan angin tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas. Ini menjadikan EBT sebagai solusi jangka panjang untuk kebutuhan energi.
- Peningkatan Kemandirian Energi: Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, negara dapat mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, sehingga meningkatkan kemandirian energi.
- Penciptaan Lapangan Kerja: Industri EBT menciptakan berbagai peluang kerja baru dalam bidang penelitian, pengembangan, produksi, dan pemeliharaan.
Jenis-Jenis Energi Baru Terbarukan
- Tenaga Surya: Menggunakan panel surya untuk mengubah sinar matahari menjadi listrik. Tenaga surya dapat digunakan di berbagai skala, mulai dari rumah tangga hingga pembangkit listrik besar.
- Tenaga Angin: Menggunakan turbin angin untuk menghasilkan listrik dari kekuatan angin. Ini adalah salah satu sumber energi terbarukan yang paling berkembang pesat.
- Tenaga Air: Menggunakan air yang mengalir untuk menghasilkan listrik. Pembangkit listrik tenaga air merupakan salah satu bentuk EBT tertua dan paling mapan.
- Geothermal: Menggunakan panas dari dalam bumi untuk menghasilkan listrik dan pemanasan. Energi geothermal sangat efisien dan stabil sepanjang tahun.
Energi baru terbarukan memainkan peran kunci dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Dengan terus berinovasi dan berinvestasi dalam teknologi EBT, kita dapat mengurangi emisi karbon, meningkatkan kualitas hidup, dan menciptakan dunia yang lebih hijau dan bersih. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan potensi penuh dari energi terbarukan ini.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.