KABARBURSA.COM - Penelirti Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Atina Rizqiana mengatakan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) belum sepenuhnya membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Pada kenyataannya, kata Rizqiana, proyek PLTP baik yang sudah maupun belum berjalan hanya membawa kerugian bagi masyarakat di sekitarnya.
"Bukan hanya dari lingkup ruang hidup yang terdampak, tapi juga mata pencahariannya," kata dia kepada KabarBursa, Senin, 18 Maret 2024.
Alasannya, pertama, banyak proyek PLTP mencaplok tanah dan lahan produktif masyarakat sehingga mendorong mereka pindah dan mencari pekerjaan lain di luar kemampuan dan kemauan.
"Yang kedua menghancurkan sistem sosial dan relasi budaya antarmasyarakat atau mereka dengan lingkungannya," tuturnya.
Meski begitu, bagi masyarakat sekitar yang masih bertahan dekat proyek tetap harus menerima kenyataan bahwa lingkungannya tidak lagi sehat. Pada gilirannya, hal tersebut berimbas terhadap penurunan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Konsekuensi terburuk ialah gagal panen.
"Sebagaimana yang terjadi di PLTP Dieng, Jawa Tengah. Ledakan pipa menyebabkan warga dan pekerja terpelanting," ucapnya.
Manusia itu sendiri, terang Rizqiana, tentunya akan menerima dampak buruk dari PLTP yang belum optimal itu. Bahkan risiko kematian mungkin dialami masyarakat.
"Seperti peristiwa keracunan gas di Sorik Marapi, Mandailing Natal, yang bahkan sampai mengorbankan nyawa. Begitu juga kecelakaan meledaknya pipa (PLTP)," tambahnya.
Peneliti CELIOS itu menambahkan, mitos PLTP membawa kesejahteraan bagi masyarakat jelas terbantahkan berkat sejumlah fakta-fakta yang ada.
"Sebagian PLTP yang didirikan listriknya digunakan untuk menyokong pembangunan kawasan-kawasan usaha dan industri yang nantinya juga akan turut mengundang konflik dan hanya membawa keuntungan bagi investor," ungkap Rizqiana.
"Contohnya pembangunan PLTP Gunung Gede Pangrango yang ditujukan untuk menyokong pengembangan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Lido," tukasnya.
Akhirnya, lanjut Rizqiana, contoh tersebut merupakan bukti dari belum optimalnya PLTP pemerintah guna menyejahterakan masyarakat, meski menjadi salah satu pilihan transisi energi baru dan terbarukan (EBT). (ari/prm)