Logo
>

Potensi EBT 3600 GW, HGII Bidik Pasar Hijau

Angka 3600 gigawatt tersebut merupakan kombinasi dari berbagai sumber EBT, mulai dari hidro, surya, biomassa, biogas, hingga geotermal.

Ditulis oleh Dian Finka
Potensi EBT 3600 GW, HGII Bidik Pasar Hijau
Hero Global Investment Tbk (HGII) Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

KABARBURSA.COM – Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), namun pemanfaatannya masih sangat minim. 

Hal ini disampaikan oleh Direktur PT Hero Global Investment Tbk (HGII), Robin Sunyoto, yang menegaskan kesiapan perseroan untuk turut mendorong pemanfaatan energi hijau melalui proyek-proyek strategis.

“Apakah negara Indonesia kita ini memiliki potensi untuk mencapai net zero emission? Jawabannya sangat bisa. Karena sesuai data Kementerian ESDM tahun 2024, potensi EBT Indonesia mencapai 3600 gigawatt. Namun yang baru terutilisasi baru sekitar 13 gigawatt atau hanya 0,3 persen. Ini jelas masih sangat rendah,” ujar Robin dalam diskusi, di Jakarta, Kamis, 15 Mei 2025.

Menurutnya, angka 3600 gigawatt tersebut merupakan kombinasi dari berbagai sumber EBT, mulai dari hidro, surya, biomassa, biogas, hingga geotermal. Robin menilai ini adalah peluang besar yang belum tergarap maksimal.

“Potensinya jelas besar sekali. Jadi ruang tumbuhnya sangat luas dan ini menjadi alasan kuat kami serius mengembangkan proyek-proyek EBT,” ujarnya.

RUPTL Baru Jadi Harapan, HGII Sambut dengan Optimisme

Robin mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat, Kementerian ESDM akan menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025–2034. Dokumen ini akan menjadi peta jalan pengembangan pembangkit listrik nasional selama 10 tahun ke depan.

“Dalam draf RUPTL yang kami dengar, pemerintah berencana menambah kapasitas sebesar 70 gigawatt dalam 10 tahun. Dan lebih dari setengahnya akan berasal dari EBT. Sisanya dari gas. Jadi tidak akan ada lagi penambahan pembangkit dari sumber fosil,” kata Robin.

Ia menyebut langkah ini sebagai arah kebijakan yang layak diapresiasi. Meski tantangan tetap ada, terutama karena sumber EBT sering berada di wilayah terpencil sementara permintaan listrik terbesar berada di kota-kota besar, Robin menyebut pemerintah telah mengevaluasi berbagai solusi agar kebijakan ini tetap implementatif.

“ESDM dan PLN sudah menghitung cara win-win untuk mengembangkan potensi EBT lebih lanjut. Jadi arah kebijakan ini benar-benar mendukung percepatan transisi energi,” tuturnya.

Gandeng Shikoku Electric Power, HGII Dapat Mitra Strategis Jepang

Menariknya, HGII juga baru saja menjalin kemitraan strategis dengan Shikoku Electric Power Company atau Yonden dari Jepang. Perusahaan utilitas asal Negeri Sakura ini menjadi mitra baru HGII sejak akhir Januari lalu.

“Yonden ini adalah salah satu dari 10 perusahaan listrik regional di Jepang. Mereka melayani wilayah Shikoku dan sudah memiliki lebih dari 5000 MW kapasitas pembangkit, termasuk PLTU, tenaga nuklir, dan pembangkit tenaga air lebih dari 1000 MW,” jelas Robin.

Ia menyatakan kehadiran Yonden akan membawa transfer pengetahuan yang sangat penting bagi HGII. Mulai dari pengelolaan proyek EBT, peningkatan efisiensi pembangkit, hingga optimalisasi investasi energi hijau di Indonesia.

“Dengan Yonden, kita bisa belajar banyak tentang bagaimana menemukan potensi yang bagus dan mengoperasikan pembangkit dengan lebih efisien. Ini partner yang sangat ideal untuk mengembangkan proyek-proyek EBT di Indonesia,” ujarnya.

Lanjutanya, dengan dukungan penuh dari pemerintah melalui target net zero emission pada 2060, potensi EBT nasional yang belum tergarap, arah kebijakan RUPTL yang progresif, serta kehadiran mitra strategis seperti Yonden, Robin yakin masa depan HGII sangat cerah.

“Pemerintah punya target net zero, potensi EBT luar biasa, utilisasinya masih rendah, RUPTL sangat mendukung, dan kami punya partner kuat dari Jepang. Jadi saya rasa akan sangat menarik melihat bagaimana HGII bisa tumbuh dan berkembang dalam ekosistem transisi energi ke depan,” pungkasnya.

Fundamental: Valuasi Premium

Saham HGII memang menarik untuk dimiliki, apalagi jika melihat fundamentalnya yang sangat kuat. Dari sisi valuasi, saham HGII diperdagangkan pada price-to-earnings ratio (PE) sebesar 28,46, baik untuk periode tahunan maupun trailing twelve months (TTM). Angka ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan median PE IHSG yang berada di angka 7,87, menandakan bahwa saham HGII dihargai dengan premium oleh pasar. 

Meskipun demikian, earnings yield HGII berada di kisaran 3,51 persen, menunjukkan bahwa investor saat ini bersedia membayar lebih untuk setiap unit laba yang dihasilkan.

Dari sisi valuasi lainnya, rasio price to sales HGII tercatat 11,32, mengindikasikan bahwa valuasi terhadap pendapatan perusahaan cukup mahal. Begitu juga dengan price to book value yang mencapai 2,24, menunjukkan bahwa saham diperdagangkan di atas nilai bukunya. 

Price to cashflow dan price to free cashflow yang masing-masing sebesar 20,57, serta rasio EV/EBITDA yang sangat tinggi mencapai 1.177, turut menunjukkan bahwa investor menaruh ekspektasi tinggi terhadap prospek pertumbuhan perusahaan ini.

Laba per saham (EPS) HGII saat ini berada di angka 5,83 dengan revenue per share sebesar 14,66. Dengan cash per share sebesar 2,72 dan book value per share 73,96, terlihat bahwa perusahaan masih memiliki buffer aset yang cukup baik. Dari sisi arus kas, free cashflow per share berada di angka 8,07, menandakan perusahaan mampu menghasilkan kas dari operasionalnya.

Kesehatan keuangan HGII tergolong cukup baik. Current ratio dan quick ratio berada pada angka 2,66, yang berarti perusahaan memiliki likuiditas yang solid untuk menutupi kewajiban jangka pendek. 

Debt to equity ratio sebesar 0,25 dan total liabilities to equity di angka 0,49 menunjukkan struktur modal yang konservatif, sedangkan total debt to total assets sebesar 0,17 memperlihatkan bahwa proporsi utang masih dalam batas yang wajar. 

Nilai Altman Z-score sebesar 4,34 menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang sehat dan jauh dari risiko kebangkrutan.

Dari sisi profitabilitas, HGII mencatatkan gross profit margin yang sangat tinggi sebesar 80,01 persen dan operating margin sebesar 53,04 persen, menunjukkan efisiensi operasional yang luar biasa. Net profit margin perusahaan juga impresif, berada di angka 29,93 persen. 

Namun, data return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan return on capital employed (ROCE) masih menunjukkan 0 persen, yang bisa jadi karena data belum diperbarui sepenuhnya atau terdapat penyesuaian akuntansi pasca-IPO.

Pertumbuhan perusahaan juga terlihat menjanjikan. Pendapatan kuartal terakhir memang mencatat penurunan 9,84 persen secara tahunan, namun laba bersih justru tumbuh signifikan sebesar 150,56 persen, mencerminkan efisiensi dan kontrol biaya yang baik. 

Piotroski F-score HGII berada di angka 2, yang cukup rendah dan menunjukkan bahwa meskipun ada prospek pertumbuhan, secara fundamental perusahaan mungkin masih memerlukan penguatan dalam beberapa aspek.

Harga saham HGII saat ini berada di level Rp166, naik 13,70 persen dalam sepekan terakhir, namun masih turun 14,87 persen dalam tiga bulan terakhir dan -4,60 persen dalam satu bulan terakhir. Dengan level harga ini, saham HGII masih jauh dari level tertingginya dalam 52 minggu sebesar Rp270, namun juga sudah rebound dari posisi terendah di Rp134.

Secara keseluruhan, saham HGII menunjukkan valuasi premium dengan profitabilitas tinggi dan struktur keuangan yang sehat, namun masih memiliki beberapa indikator fundamental yang perlu dicermati lebih lanjut. 

Bagi investor yang mencari potensi jangka panjang di sektor EBT dengan ekspektasi pertumbuhan yang kuat, HGII bisa menjadi salah satu kandidat yang layak untuk dipertimbangkan, meski tetap harus diiringi dengan manajemen risiko yang hati-hati.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.