KABARBURSA.COM - Rencana pemerintah untuk menerapkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) berdasarkan emisi karbon kendaraan roda empat diprediksi akan menghadapi tantangan besar karena belum adanya petunjuk teknis (juknis) yang jelas untuk mendukung kebijakan tersebut.
Akademisi dan pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengungkapkan bahwa meskipun Peraturan Pemerintah (PP) No. 73/2019 telah mengatur perhitungan emisi karbon, regulasi ini belum dilengkapi dengan juknis operasional yang memadai.
Menurut Kementerian Perindustrian, perhitungan PPnBM harus didasarkan pada emisi karbon sebagaimana diatur dalam PP No. 73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor. Namun, hingga saat ini, PP No. 73/2019 tidak memiliki petunjuk teknis operasional yang konkret, sedangkan PMK No. 9/2024 sebagai peraturan pelaksana hanya memberikan insentif PPnBM untuk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV).
“Walaupun insentif diberikan untuk kendaraan yang lebih ramah lingkungan, harga BEV masih terlalu tinggi dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar internal combustion engine (ICE). PP No. 73/2019 belum memiliki aturan teknis yang jelas pada level kementerian dan direktorat jenderal mengenai perhitungan emisi karbon,” jelas Yannes, Kamis 1 Agustus 2024.
Peraturan Presiden (Perpres) No. 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon diharapkan dapat mengatasi kekosongan hukum terkait pengaturan emisi karbon. Namun, Perpres ini pun masih belum dilengkapi dengan aturan turunan yang jelas hingga tingkat operasional.
Sebelumnya, Plt Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menekankan bahwa PPnBM kendaraan roda empat telah diatur dengan jelas melalui PP No. 73/2019, yang kemudian diubah dengan PP No. 74/2021. Penetapan insentif harus didasarkan pada tingkat emisi karbon kendaraan tersebut.
“PP No. 74/2021 mengatur pengenaan tarif PPnBM berdasarkan tingkat emisi karbon kendaraan bermotor,” kata Putu, dikutip Kamis 1 Agustus 2024.
Kementerian Perindustrian juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam perencanaan insentif ini, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Di tengah perdebatan ini, industri otomotif mengalami penurunan penjualan mobil di tingkat ritel. Data Gaikindo menunjukkan bahwa pada paruh pertama tahun ini, penjualan mobil turun 14 persen menjadi 431.987 unit dari tahun sebelumnya. Penjualan ritel pada Juni 2024 mencapai 70.198 unit, turun 12,3 persen dibandingkan tahun lalu dan 2,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Toyota, yang berhasil memasarkan 140.608 unit pada semester I-2024, mencatat pangsa pasar ritel sebesar 32,5 persen. Namun, penjualan ritel Toyota pada Juni 2024 hanya mencapai 23.398 unit, menurun 0,36 persen dari bulan sebelumnya.
Pajak Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil di Indonesia merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perpajakan yang dirancang untuk mengatur konsumsi barang-barang mewah, termasuk kendaraan. Berikut adalah rincian terkait pajak ini:
Pajak Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas pembelian barang-barang yang dianggap mewah atau premium, termasuk mobil pribadi dengan harga di atas ambang batas tertentu. Pajak ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi barang mewah dan sebagai salah satu sumber pendapatan negara.
Mobil yang dikenakan PPnBM dikelompokkan dalam beberapa kategori berdasarkan harga dan kapasitas mesin. Kategori ini meliputi mobil penumpang, kendaraan niaga ringan, dan kendaraan niaga berat.
Tarif PPnBM untuk mobil bervariasi tergantung pada jenis dan harga mobil. Mobil dengan harga lebih tinggi atau yang memiliki kapasitas mesin lebih besar akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
Pemerintah sering melakukan perubahan dalam peraturan PPnBM untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebijakan industri otomotif. Misalnya, ada kebijakan untuk memberikan insentif pajak untuk kendaraan listrik dan hybrid untuk mendukung upaya keberlanjutan.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah memberikan insentif pajak untuk kendaraan ramah lingkungan sebagai bagian dari upaya mengurangi emisi karbon dan mendukung penggunaan teknologi hijau. Insentif ini dapat berupa pengurangan tarif PPnBM atau pembebasan pajak untuk jenis kendaraan tertentu.
PPnBM mempengaruhi harga jual mobil di pasar. Mobil dengan kategori barang mewah cenderung memiliki harga yang lebih tinggi akibat pajak ini, yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Produsen mobil mungkin menyesuaikan strategi produksi dan penjualan mereka untuk meminimalkan dampak pajak, seperti mengalihkan fokus ke model yang lebih ramah lingkungan atau harga yang lebih terjangkau.
Pajak Barang Mewah dibayar pada saat pembelian mobil dan biasanya ditangani oleh dealer atau importir. Pembayaran dilakukan bersamaan dengan transaksi pembelian kendaraan.
Pelaporan pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan biasanya dilaporkan oleh dealer atau importir kepada otoritas pajak.
Jenis Mobil
- Mobil Sedan dan Hatchback: Tarif biasanya antara 10 persen hingga 40 persen dari harga jual.
- SUV dan MPV: Tarif bisa lebih tinggi, tergantung pada kapasitas mesin dan harga.
- Mobil dengan Mesin Hybrid dan Listrik: Biasanya mendapatkan insentif atau tarif lebih rendah sebagai bentuk dukungan untuk teknologi ramah lingkungan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.