KABARBURSA.COM - Tren pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksikan akan lanjut pada Senin, 23 September 2024. Investor bersiap menyambut rilis jumlah uang beredar M2 yang diramal meningkat seiring pertumbuhan kredit.
Secara teknikal, IHSG membentuk death cross dalam indikator Stochastic RSI yang berada di area jenuh beli atau overbought.
“IHSG juga akan membentuk pola Bearis Engulfing yang mengindikasikan bearish reversal. Dengan demikian, kami memperkirakan IHSG akan uji MS20 di level psikologis 7.700 pada perdagangan Senin (hari ini,” tulis riset Phintraco Sekuritas.
Sementara itu, pertumbuhan uang beredar (M2 Money Supply) bulan Agustus 2024 dijadwalkan rilis hari ini oleh Bank Indonesia (BI). Sebelumnya, posisi M2 tercatat tumbuh sebesar 7.4 persen year on year (yoy), yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penyaluran kredit.
Phintraco menilai pertumbuhan jumlah uang beredar pada Agustus 2024 tetap tumbuh stabil seiring dengan pertumbuhan kredit pada Agustus 2024 yang terjaga tumbuh double digit sebesar 11,4 persen yoy.
Dari mancanegara, pelaku pasar bersiap diri menyambut rilis data S&P Global Composite PMI Amerika Serikat (AS) periode September 2024.
Data tersebut dapat mengukur kondisi manufaktur dan sektor jasa di AS untuk mengukur apakah kebijakan penurunan Fed Funds Rate (FFR) dapat berlanjut pada November mendatang.
“PMI ini diperkirakan turun ke level 53 disebabkan ekspektasi penurunan dari sisi jasa yang diperkirakan sebesar 54, sementara sisi manufaktur diperkirakan sedikit tumbuh di level 48,” terang Phintraco.
Meneropong daratan Eropa, investor mengamati data Euro Area HCOB Composite PMI Flash bulan September 2024 yang diperkirakan akan stagnan di level 51.
Berbeda dengan US, komponen PMI jasa, terang Phintraco, diperkirakan akan sedikit meningkat di level 53, sedangkan PMI Manufaktur diperkirakan masih dalam zona kontraksi di level 45.6.
Saham-saham yang dapat diperhatikan pada Senin, 23 September hari ini adalah MBMA, PGAS, JSMR, AKRA, MEDC, dan PTBA.
Prediksi IHSG hingga Akhir 2024
Seperti diketahui, pada penutupan perdagangan, Jumat, 20 September 2024 kemarin, IHSG ditutup melemah 2,05 persen atau turun 162,38 poin ke level 7.843.
Padahal, pada Kamis, 19 September, IHSG berhasil menembus posisi tertinggi di level 7.900. Ditutup di level 7.905,30 atau naik 0,97 persen dari penutupan sebelumnya.
Senior Maket Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai terjadinya koreksi IHSG di akhir pekan lalu disebabkan adanya aksi beli untung (profit taking) oleh investor.
“Ditambah lagi, memang biasa perdagangan di hari Jumat cenderung sepi,” kata Nafan.
Faktor lainnya, penurunan suku bunga The Fed secara agresif juga menjadi sentimen pemicu adanya aksi jual di pasar saham.
The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75 persen - 5 persen pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu.
Menurut Nafan, pemangkasan suku bunga yang agresif bisa memicu kenaikan angka inflasi. Potensi ini yang akan menjadi pertimbangan pelaku pasar sehingga mengurangi risk appetite di instrumen yang berisiko tinggi.
Meski begitu, Nafan optimis pada akhir tahun ini IHSG akan kembali merangkak naik ke level 7.915. Penguatan IHSG di akhir tahun akan ditopang oleh adanya potensi window dressing.
“Berdasarkan pengalaman selama delapan tahun terakhir, kinerja IHSG pada Oktober, November dan Desember akan mencetak kinerja yang positif,” tuturnya.
Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto memproyeksikan skenario terburuk, IHSG akan bergerak ke level 7.800 pada akhir tahun 2024. Sementara pada skenario bullish, IHSG berpotensi melesat ke level 8.000.
William melihat, masih ada beberapa sentimen positif yang bisa mendorong pergerakan IHSG di sisa 2024. Misalnya, adanya potensi window dressing pada Oktober dan akhir tahun.
“Lalu ada sentimen pemangkasan suku bunga dan siklus tahunan penguatan komoditas,” jelas William.
BREN Biang Kerok IHSG Terjungkal
Pada penutupan perdagangan Jumat, 20 September 2024, saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) mengalami penurunan tajam sebesar 19,95 persen, hingga mencapai level Rp8.825 per saham. Penurunan ini menjadi salah satu faktor signifikan yang memengaruhi melemahnya IHSG, yang tercatat turun 1,65 persen ke posisi 7.775,06.
Kejatuhan saham BREN juga berdampak pada saham-saham afiliasi lainnya yang terhubung dengan konglomerat Prajogo Pangestu, di mana empat emiten terkait juga mengalami tren penurunan yang signifikan.
Penyebab utama dari anjloknya harga saham BREN adalah pengumuman dari FTSE Russell yang menyatakan penghapusan saham BREN dari indeks FTSE Global All Cap Index (FTSE). Penghapusan ini dijadwalkan akan efektif pada 25 September 2024.
Dalam pengumumannya pada Kamis, 19 September 2024, FTSE Russell menjelaskan bahwa penghapusan ini didasarkan pada hasil kajian terhadap saham BREN, terutama terkait dengan panduan ‘Free Float Restrictions’ atau batasan saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik.
FTSE Russell, dalam kebijakan mereka, melakukan penilaian secara berkala terhadap setiap emiten yang masuk ke dalam indeks mereka. Dalam hal ini, BREN dinilai tidak memenuhi kriteria ‘Free Float Restrictions’, karena ditemukan bahwa sebanyak 97 persen saham BREN dikendalikan oleh empat pihak pemegang saham utama.
Kondisi ini dianggap tidak sesuai dengan pedoman FTSE, yang mengutamakan pembagian saham lebih merata agar tidak terkonsentrasi pada segelintir pemegang saham besar. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.