KABARBURSA.COM - Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) kembali mendapat sorotan publik setelah Presiden Komisaris Jahja Setiaatmadja melepas sebagian kecil kepemilikannya. Transaksi yang dilakukan pada 12 Agustus 2025 itu bernilai sekitar Rp8,7 miliar dengan total 1 juta lembar saham dijual di harga rata-rata Rp8.750 per saham.
Meski secara nominal tidak terlalu signifikan terhadap komposisi kepemilikan pribadi Jahja, yang kini tercatat tetap di kisaran 0,03 persen dari total saham beredar, aksi ini tetap menimbulkan pertanyaan di kalangan investor.
Alasan resmi yang disampaikan adalah kebutuhan diversifikasi portofolio investasi, bukan karena faktor fundamental perusahaan.
Jika melihat kinerja BCA, bank swasta terbesar di Indonesia ini masih menunjukkan soliditas yang kuat. Laba bersih semester pertama 2025 mencapai Rp29 triliun, naik 8 persen dibandingkan tahun sebelumnya, didorong oleh ekspansi kredit yang tumbuh 12,9 persen menjadi Rp959 triliun.
Hal ini mengindikasikan bahwa secara fundamental, BCA masih berada di jalur pertumbuhan yang sehat dengan likuiditas terjaga dan daya dorong kredit yang konsisten. Namun, pergerakan sahamnya dalam beberapa bulan terakhir mencerminkan tantangan lain.
Dalam jangka pendek, harga BBCA terkoreksi 0,85 persen ke Rp8.700, sementara dalam tiga bulan terakhir sudah melemah lebih dari 6 persen dan secara year-to-date turun sekitar 10 persen. Koreksi ini memperlihatkan adanya tekanan di pasar meskipun kinerja keuangan tetap tumbuh.
Teknikal Melemah, Sinyal Jual Sangat Kuat
Teknikal saham BBCA saat ini menunjukkan kecenderungan melemah. Rangkuman indikator teknikal menampilkan sinyal “Sangat Jual”, dengan delapan indikator memberi rekomendasi jual, tanpa ada satu pun sinyal beli.
Indikator MACD berada di wilayah negatif, menandakan tren bearish masih berlangsung, sementara RSI di level 46 menunjukkan saham berada di area netral, tidak jenuh beli maupun jenuh jual. Moving average jangka pendek, mulai dari MA5 hingga MA20, semuanya memberikan sinyal jual.
Baru pada level jangka menengah hingga panjang, seperti MA100 dan MA200, tren masih positif dengan sinyal beli. Kondisi ini memperlihatkan bahwa meski saham BBCA masih menyimpan kekuatan jangka panjang, tekanan jangka pendek tetap nyata.
Bagi investor, aksi jual kecil dari Presiden Komisaris seharusnya tidak langsung dimaknai sebagai sinyal negatif terhadap fundamental BBCA. Perusahaan masih membukukan kinerja keuangan yang sehat dan konsisten, sehingga secara jangka panjang saham ini tetap layak dipertahankan dalam portofolio.
Namun, volatilitas harga dalam jangka pendek dan sinyal teknikal yang cenderung bearish membuat investor sebaiknya lebih berhati-hati. Bagi mereka yang memiliki orientasi trading, momentum saat ini mungkin belum ideal untuk masuk, mengingat tekanan jual masih kuat.
Sebaliknya, bagi investor jangka panjang, pelemahan harga dapat dimanfaatkan untuk akumulasi bertahap, dengan keyakinan pada fundamental BBCA yang tetap kokoh.
Dengan demikian, pelepasan saham oleh Presiden Komisaris BBCA lebih tepat dilihat sebagai manuver personal ketimbang cerminan kondisi perusahaan. Bagi investor, keputusan terbaik adalah tetap berpegang pada horizon investasi masing-masing.
Jika orientasi jangka panjang, saham BBCA masih layak dipertahankan atau bahkan ditambah ketika harga terkoreksi. Tetapi jika tujuan lebih pada pergerakan jangka pendek, langkah bijak adalah menunggu sinyal teknikal yang lebih konstruktif sebelum kembali masuk ke pasar.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.