Logo
>

Prospek Emiten Ritel saat Bulan Ramadan: Investor Perlu Cermati ini

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Prospek Emiten Ritel saat Bulan Ramadan: Investor Perlu Cermati ini

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Para investor diimbau untuk mencermati gerak-gerik pergerakan saham ritel di momen Ramadan 2025. Analis menilai, saham di sektor ini bakal bergerak fluktuatif.

    Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan secara historical, pergerakan saham emiten ritel pada bulan Ramadan tidak menentu.

    "Sebenarnya relatif random (emiten ritel), kadang terdapat emiten-emiten yang mengalami performance yang kurang begitu cemerlang misalnya selama pada periode bulan suci Ramadan," ujar dia saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 24 Februari 2025.

    Tidak konsistennya saham ritel saat bulan Ramadan, kata Nafan, dikarenakan banyaknya  libur perdagangan bursa, terutama menjelang hari raya Idul Fitri.

    Kondisi tersebut membuat Nafan mengimbau para investor untuk terus memperhatikan kinerja pertumbuhan fundamental dari emiten ritel di bursa.

    "Di mana jika emiten yang berhasil mencapai pertumbuhan baik dari sisi top line maupun  bottom line, ke depannya akan memberikan benefit bagi tren kenaikan harga saham," jelas dia.

    Lebih lanjut Nafan menjelaskan emiten ritel biasanya dipengaruhi oleh peningkatan kinerja atau trend pertumbuhan penjualan. Karena hal ini bisa menciptakan pertumbuhan net profit.

    Selain itu, stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik hingga optimisme penjualan juga bisa mempengaruhi pertumbuhan dan kinerja emiten ritel.

    Terakhir, Nafan merekomendasikan sejumlah saham ritel saat Ramadan 2025 seperti LPPF, RALS, dan SONA.

    Proyeksi Sektor Ritel 2025

    Diberitakan sebelumnya, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, menilai bahwa tantangan pertumbuhan sektor retail Indonesia ke depan lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti isu geopolitik global, daripada penurunan demand yang signifikan.

    Ichwan menjelaskan bahwa meskipun permintaan terhadap produk retail tidak berkurang secara keseluruhan, banyak sektor retail yang terpengaruh oleh isu-isu global, khususnya yang berkaitan dengan konflik di Timur Tengah, seperti Palestina dan Gaza. Menurutnya, meskipun beberapa perusahaan retail telah menyatakan tidak terafiliasi dengan isu-isu tersebut, persepsi publik yang terlanjur terpengaruh mempengaruhi kinerja mereka di pasar.

    “Retail yang terhubung dengan isu geopolitik global ini mengalami penurunan omzet hingga 30 persen. Jika hal ini terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama, bisa mempengaruhi strategi bisnis mereka,” ujar Ichwan, kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Rabu, 1 Januari 2025.

    Ichwan menambahkan, meskipun market share perusahaan-perusahaan ini menyusut, mereka tidak bisa tetap ekspansif seperti sebelumnya. Ini menimbulkan pertanyaan apakah permintaan untuk produk tersebut secara keseluruhan memang menyusut, atau justru beralih ke produk alternatif dari kompetitor.

    “Penting untuk dicermati apakah demand secara agregat menurun, atau apakah ada pergeseran preferensi pasar. Mungkin konsumen yang sebelumnya membeli produk dari retailer yang terdampak isu ini beralih ke produk lain, seperti produk dari segmen pasar yang lebih tradisional atau substitusi,” tambahnya.

    Selain faktor geopolitik, Ichwan juga menyoroti dampak dari kenaikan harga bahan-bahan produk yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat. Kenaikan harga ini berpotensi mengurangi jumlah produk yang bisa dibeli oleh konsumen, yang pada gilirannya akan berdampak pada sektor retail.

    “Misalnya, jika sebelumnya konsumen bisa membeli lima produk dengan uang yang sama, sekarang mereka hanya bisa membeli tiga produk karena harga yang lebih tinggi. Ini tentu berpengaruh pada daya beli masyarakat,” ujar Ichwan.

    Mempertahankan Daya Beli

    Namun, Ichwan juga mengingatkan bahwa perlu ada data yang lebih lengkap untuk memastikan apakah penurunan kinerja sektor retail disebabkan oleh isu geopolitik atau karena faktor lain seperti inflasi dan daya beli yang menurun.

    “Saat ini, kita masih harus mencermati lebih dalam apakah sektor retail Indonesia menurun karena dampak langsung dari isu global, atau karena faktor ekonomi domestik seperti inflasi yang memengaruhi daya beli,” tutup Ichwan.

    Pemerintah dan pelaku industri, menurut Ichwan, perlu memantau secara seksama perkembangan ini untuk merumuskan strategi yang tepat dalam menjaga pertumbuhan sektor retail dan mempertahankan daya beli masyarakat di tengah tantangan global yang semakin kompleks.

    Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.