KABARBURSA.COM - Kenaikan harga saham properti dalam sepekan seperti CTRA, SMRA dan BSDE, memunculkan sebuah pertanyaan, apakah saham properti sudah mulai sehat?
Emiten sektor properti, PT Ciputra Development Tbk (CTRA), secara tahunan atau years to date naik 5,13 persen. Bahkan sejak Juni hingga sepekan melejit naik. Lalu, PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) meskipun secara ytd-nya megatif -3,48 persen, tapi sejak Juni hingga sepekan terakhir bergerak cukup agresif mirip, CTRA.
Kemudian, untuk Saham emiten Grup Sinar Mas, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) juga
mengalami tren negatif secara ytd-nya hingga -9,72 persen, namun sejak Juni hingga sepekan terakhir cenderung konsolidatif naik.
Kenaikan ketiga emiten saham properti tersebut sejak Juni hingga sepekan terakhir ini beriiringan dengan keputusan pemerintah untuk menambahkan pagu insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) atas rumah hingga Rp500 miliar untuk semester 1/2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberian insentif PPN DTP diberikan atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun. Kebijakan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 7/2024.
Pengamat Pasar Modal yang juga founder Traderindo.com Wahyu Laksono, mengungkapkan masih berlangsungnya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) menjadi faktor utama pendorong kinerja yang bagus untuk industri properti.
"Mereka (industri properti) jelas masih berharap adanya kelanjutan insentif pajak," katanya kepada KabarBursa, Rabu, 10 Juli 2024.
Namun, saham properti mungkin belum sepenuhnya menarik karena ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (Fed) masih belum jelas kapan akan terjadi dan berapa kali akan dilakukan.
"Saham properti bisa jadi belum sepenuhnya bagus karena ekspektasi cut rate Fed belum jelas kapan nya dan berapa kalinya," terangnya
Meski begitu, SMRA, CTRA, dan BSDE merupakan emiten properti yang kinerja keuangannya mampu bertahan bahkan tumbuh di tengah era suku bunga tinggi dan ketidakpastian ekonomi global. Kenapa begitu?
Menurut Wahyu, ketiga emiten tersebut tetap memiliki potensi untuk tumbuh karena didukung oleh fundamental dan kinerja yang solid.
"Secara fundamental mereka kinerjanya bagus," terangnya.
Laporan Keuangan CTRA
PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mencatatkan laba bersih Rp1,846 triliun pada tahun 2023, atau menyusut 0,85 persen dibanding tahun 2022 yang terbilang Rp1,862 triliun. Sehingga laba per saham dasar tetap berada di level Rp100 per lembar pada akhir tahun 2023.
Dalam laporan keuangan yang diterbitkan disebutkan, penjualan dan pendapatan usaha mencapai Rp9,245 triliun pada 2023. Hasil itu tumbuh 1,3 persen dibanding pada 2022 yang tercatat Rp9,126 triliun.
Penopangnya, pendapatan usaha yang berasal dari pusat niaga dan kawasan komersial, rumah sakit, hotel, sewa kantor, lapangan golf dan lain lain tumbuh 9,54 persen secara tahunan menjadi Rp2,124 triliun pada tahun 2023. Senada, penjualan rumah susun naik 37,06 persen secara tahunan menjadi Rp662,72 miliar.
Tapi penjualan kaveling, rumah hunian dan ruko menyusut 1,01 persen secara tahunan menjadi Rp6,06 triliun pada tahun 2023. Bakan penjualan kantor anjlok 31,6 persen secara tahunan menjadi Rp397,17 miliar.
Sayangnya, beban pokok penjualan dan beban langsung bengkak 2,76 persen secara tahunan menjadi Rp4,685 triliun pada tahun 2023. Dampaknya, laba kotor tergerus 0,17 persen secara tahunan menjadi Rp4,559 triliun.
Sementara itu, jumlah kewajiban bertambah 1,9 persen secara tahunan menjadi Rp21,49 triliun pada 2023. Pada sisi lain, total ekuitas meningkat 7,6 persen secara tahunan menjadi Rp22,624 triliun pada 2023.
Laporan Keuangan SMRA
Pengembang properti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) kembali menunjukkan kinerja positif dalam Laporan Tahunan untuk tahun buku 2023. Hal ini seiring dengan meningkatnya pendapatan SMRA sebesar 14,1 persen dari Rp5,72 triliun pada 2022 menjadi Rp6,66 triliun pada 2023.
Perseroan juga berhasil mendapatkan peningkatan laba bersih sebesar 27 persen dari Rp772 miliar menjadi Rp1,058 triliun. Pencapaian tersebut tertuang dalam pelaporan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Summarecon Agung, Tbk, Kamis 20 Juni 2024.
PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) membukukan marketing sales Rp406 miliar pada Mei 2024, melonjak 43 persen secara bulnan (MOM) dan melesat 79,7 persen secara tahunan (YOY).
Secara kumulatif, dalam 5 bulan pertama di 2024, SMRA mencatat marketing sales melesat 11,7 persen (YOY) menjadi Rp1,5 triliun, dikontribusi proyek Summarecon Serpong 34 persen dan Summarecon Bekasi 29 persen.
Laporan Keuangan BSDE
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) mencetak kinerja positif di kuartal I 2024. Kinerja positif BSDE diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun.
BSDE mencatatkan pendapatan sebesar Rp3,77 triliun di periode Januari-Maret 2024, tumbuh 31,25 persen secara tahunan (YoY). Laba bersih BSDE melesat 62,55 persen YoY menjadi Rp 1,44 triliun.
BSDE mencetak marketing sales menjadi Rp2,22 triliun. Hasil itu tumbuh 3 persen dibandingkan kuartal I 2023 sebesar Rp2,15 triliun.
kinerja di kuartal I merupakan pendapatan tertinggi kedua yang pernah ada. Hasil tersebut didorong oleh pendapatan pengembangan sebesar Rp 3,35 triliun, tumbuh 36,17 persen YoY.
Adapun pergerakan ketiga saham tersebut masih menunjukkan dinamika yang menarik. Tiga emiten besar di sektor properti itu memiliki prospek yang berbeda-beda dengan peluang dan risiko masing-masing di jangka menengah. Ini analisis teknikal Wahyu terkait pergerakan ketiga saham tersebut.
Pergerakan Saham CTRA
Saham CTRA diperdagangkan dalam kisaran 800-1.400 dengan potensi jangka panjang untuk menembus level 1.400. Namun, harga di atas 1.300 dinilai rentan terhadap koreksi. Investor disarankan untuk mengambil posisi "buy" pada level 1.100-1.000 untuk meminimalkan risiko.
Pergerakan Saham SMRA
Saham SMRA masih rentan terhadap koreksi karena tren bearish yang masih berlangsung. Dalam jangka menengah, saham ini diperdagangkan dalam kisaran 450-900. Resistor kuat berada di level 740, dan jika berhasil menembus level ini, terdapat potensi untuk reversal bullish. Kenaikan wajar berada di kisaran 600-630, namun mendekati 700, saham ini kembali rentan terhadap koreksi. Saat ini, harga berada di sekitar 500, sehingga disarankan untuk membeli di level ini atau di bawah 500 dengan strategi "buy on weakness".
"Jadi SMRA lebih lemah dari pada CTRA," terangnya.
Pergerakan Saham BSDE
Saham BSDE diperdagangkan dalam kisaran jangka menengah 600-1.600 dengan fase konsolidasi di antara 870-1.240. Jika harga berhasil menembus level 870, potensi penurunan masih ada, dengan target testing di kisaran 700-600. Sebaliknya, jika harga menembus level 1.240, terdapat potensi untuk melanjutkan kenaikan dengan target testing di kisaran 1.350-1.500.
"BSDE paling lemah dari dua pertama," tutupnya.(yub/nil)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.