KABARBURSA.COM - Angin segar nampaknya tengah menyelimuti sektor perbankan, setelah pemerintah resmi menghapus piutang macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Presiden Prabowo Subianto secara resmi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur penghapusan piutang macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Penghapusan utang tersebut merupakan bagian upaya pemerintah memberikan bantuan kepada para pelaku UMKM untuk terhindar dari utang.
Menanggapi ini, pengamat pasar modal Wahyu Laksono, mengatakan keputusan penghapusan piutang tersebut tidak hanya menjadi sentimen positif bagi UMKM melainkan juga untuk sektor perbankan.
Dia menilai, langkah pemerintah menghapus piutang dapat memberikan energi tambahan bagi para pelaku UMKM dalam menjalankan bisnisnya. Mengingat, UMKM bisa menjadi pendukung ekonomi dalam negeri.
"Justru akan menjadi sentimen positif karena masyarakat tersebut akan menjadi pendukung ekonomi secara umum karena bisa menjadi aktor UMKM yang aktif kembali setelah beban utangnya disesuaikan," ujar dia kepada Kabarbursa.com, Kamis, 7 November 2024.
Wahyu kemudian berbicara mengenai Bank Rakyat Indonesia (BRI), bank yang fokus terhadap UMKM. Menurutnya setelah ada kebijakan penghapusan utang, kinerja keuangan BRI tidak terlalu terdampak signifikan.
Justru, Wahyu melihat kinerja dari bank dengan kode saham BBRI ini masih potensial untuk jangka panjang setelah adanya penghapusan piutang UMKM.
"BBRI masih sangat potensial dalam jangka menengah dan panjang, bank BUMN yang menjadi vena atau nadi ekonomi rakyat," ungkap dia.
Namun, tentu saja penghapusan utang tersebut memiliki konsekuensi dari sisi fiskal maupun anggaran pemerintah yang dipimpin Prabowo Subianto.
"Tidak mungkin penghapusan tersebut ditanggung oleh BRI," ucapnya.
Lantas, bagaimana dengan kinerja BBRI di kuartal III-2024?
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI sukses mencatat kinerja positif pada kuartal III 2024. Dalam periode ini, perseoran mampu mencetak laba bersih sebesar Rp45,36 triliun.
Direktur Utama BRI Sunarso, menyebut bahwa ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan adalah hasil dari fundamental bisnis yang kuat.
“Capaian tersebut tidak terlepas dari fokus BRI yang secara konsisten memperkuat fundamental kinerja, serta melakukan strategic response yang tepat dalam menghadapi berbagai dinamika pasar," kata Sunarso dalam keterangan resminya, dikutip dari situs resmi BRI.
BRI juga sukses menyalurkan kredit senilai Rp1.353,36 triliun atau tumbuh 8,21 persen secara year on year hingga akhir September 2024.
Dari total penyaluran kredit tersebut, 81,70 persen di antaranya atau sekitar Rp 1.105,70 triliun merupakan kredit kepada segmen UMKM. Penyaluran kredit yang tumbuh positif tersebut juga membuat aset BRI tercatat meningkat 5,94 persen yoy menjadi sebesar Rp1.961,92 trilliun.
Adapun dukungan BRI kepada para UMKM menjadi prioritas utama dalam memperkuat ekonomi masyarakat. Sunarso menjelaskan, BRI hadir untuk memperkuat UMKM sebagai pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
"Melalui pemberdayaan UMKM, BRI mengambil peran dalam membangun ekonomi yang inklusif dan berkeadilan," ujar Sunarso.
Di sisi lain, BRI juga sukses mengelola kualitas asetnya dengan baik setelah rasio Non Performing Loan (NPL) membaik. Diketahui, NPL pada Triwulan III 2024 tercatat sebesar 2,90 persen atau membaik dibandingkan dengan periode serupa tahun 2023 sebesar 3,07 persen.
Selain itu, perseroan juga sukses membukukan rasio Loan at Risk (LAR) yang gemilang yakni 11,66 persen pada akhir Triwulan III 2024 dari sebelumnya 13,80 persen pada akhir Triwulan III tahun lalu.
Penerapan strategi pengelolaan manajemen risiko yang disiplin di seluruh lini bisnis menjadi pendukung penurunan rasio NPL dan LAR. Selain itu, BRI juga tetap mempersiapkan pencadangan yang memadai dengan NPL Coverage sebesar 215,44 persen.
"BRI telah mengimplementasikan berbagai langkah mitigasi risiko, mulai dari selective growth, pemantauan kredit secara proaktif, penguatan pencadangan, hingga penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan dengan pendekatan kolaboratif bersama nasabah," tambah Sunarso.
Utang UMKM di Bank BUMN Bakal Dihapus
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa ketentuan khusus mengenai penghapusan buku dan penghapusan tagih kredit macet di bank milik negara (BUMN) hanya berlaku untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa isu penghapusan kredit ini menjadi perhatian khusus di bank BUMN.
Ia mengungkapkan bahwa praktik penghapusan buku atau tagih kredit sudah menjadi hal umum di bank swasta. Namun, bank BUMN sering menghadapi kesulitan dalam menerapkan kebijakan tersebut karena kekhawatiran terhadap konsekuensi hukum yang mungkin muncul.
Dalam konteks ini, Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK) menyatakan bahwa penghapusan buku di bank BUMN dan lembaga keuangan non-bank milik negara tidak dianggap sebagai kerugian negara, asalkan dapat dibuktikan adanya tata kelola yang baik.
Dian juga menambahkan, bahwa pemerintah sedang menyusun peraturan turunan dari UU PPSK untuk memberikan pedoman lebih jelas terkait mekanisme penghapusan utang.
“Ketentuan khusus ini memang hanya terkait dengan UMKM,” ujarnya dalam hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada Oktober 2024.
Ia menyoroti bahwa industri perbankan Indonesia, terutama dari segi pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), sudah dalam kondisi yang cukup baik untuk mendukung proses penghapusan utang.
“Dari sisi CKPN, perbankan kita sebenarnya sudah memadai, sehingga dari industri tidak ada masalah yang signifikan,” katanya.
Namun, Dian mengingatkan pentingnya menjaga teknis pelaksanaan penghapusan kredit untuk menghindari risiko moral hazard.
“Aspek yang perlu diperhatikan adalah teknis operasionalnya. Kita harus menghindari risiko moral hazard, dan pemerintah akan terus mendiskusikan hal ini,” tegasnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa masyarakat yang menghadapi masalah pembayaran utang tercatat dalam database Kementerian Keuangan, yang mengakibatkan mereka tidak bisa mengajukan pinjaman baru atau mendapatkan layanan perbankan lainnya.
“Oleh karena itu, ini merupakan semacam ‘moratorium’ bagi mereka yang pernah bermasalah, sehingga dengan penghapusan buku dan tagihan ini diharapkan kredit untuk masyarakat dapat berputar kembali,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Hotel Four Seasons pada Minggu, 3 November 2024.
Kebijakan ini hanya akan diterapkan oleh bank-bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), mengingat jumlah piutang yang tercatat dari kedua kelompok ini sudah sangat besar. Berbeda dengan bank swasta, bank BUMN hanya dapat melakukan penghapusan buku tetapi tidak bisa menghapus tagihan.
“Jadi, kebijakan ini murni untuk mendukung Himbara, karena jumlah utang kredit yang terkait dengan petani dan nelayan sudah cukup besar. Mereka bisa hapus buku tetapi tidak bisa hapus tagih,” jelas Airlangga.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.