KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan terus mengalami fluktuasi, meskipun pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat, 29 November 2024, mata uang Indonesia diperkirakan akan ditutup melemah.
Hal ini terjadi setelah sebelumnya rupiah berhasil menguat dalam sesi perdagangan yang berlangsung.
Menurut data dari Bloomberg, pada akhir sesi perdagangan terbaru, rupiah tercatat menguat 0,40 persen, berada di level Rp15.871,5 per dolar AS. Di sisi lain, indeks dolar AS juga menunjukkan penguatan.
Pada saat yang bersamaan, indeks dolar AS tercatat menguat sebesar 0,21 persen, mencapai level 106,3. Fenomena ini menggambarkan adanya pergeseran dinamika pasar yang lebih condong pada penguatan mata uang dolar AS.
Analis pasar menilai bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap perubahan ini adalah meningkatnya kehati-hatian para investor asing terhadap pasar modal Indonesia, yang tercermin dari aliran modal asing yang terus keluar selama lebih dari dua pekan berturut-turut.
Berdasarkan data Bloomberg, total aliran dana asing yang keluar dari pasar Indonesia hingga November 2024 telah mencapai sekitar USD 891 juta. Kondisi ini menyebabkan tekanan terhadap pasar saham Indonesia, yang tercatat mengalami koreksi signifikan.
Indeks saham acuan Indonesia telah turun sekitar 9 persen dibandingkan dengan rekor tertinggi yang tercatat pada 19 September 2024.
Seperti yang telah banyak diketahui, penguatan dolar AS serta kenaikan imbal hasil obligasi AS dalam beberapa minggu terakhir telah memberi dampak negatif pada aset-aset di pasar negara berkembang.
Salah satu faktor yang mendasari fenomena ini adalah ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan ekonomi yang diperkirakan akan diambil oleh Presiden terpilih AS, Donald Trump.
Kebijakan Trump yang diproyeksikan akan memperburuk inflasi di AS ini diperkirakan akan memaksa Federal Reserve untuk menahan rencananya untuk memangkas suku bunga. Akibatnya, rupiah tercatat melemah sekitar 1 persen selama bulan November 2024 ini akibat aliran modal keluar yang terus berlanjut.
Niklas Olausson, Kepala Riset Valverde Investment Partners Pte., menjelaskan bahwa penguatan dolar AS yang terjadi beberapa waktu lalu semula dipandang sebagai faktor yang mendukung kawasan ASEAN, karena suku bunga yang rendah di AS menjelang pemilu. Namun, kebijakan baru AS yang akan diambil oleh pemerintahan Trump kini justru menjadi hambatan bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Olausson menyebutkan bahwa situasi ini menunjukkan bagaimana perubahan kebijakan ekonomi dapat berbalik arah, mempengaruhi kondisi pasar global, dan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian negara berkembang.
Sebagaimana dilaporkan oleh Reuters, dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya pada hari Selasa setelah Presiden terpilih AS, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif perdagangan yang lebih agresif.
Trump berencana untuk memberlakukan tarif pada semua produk yang diimpor dari Kanada dan Meksiko, serta menaikkan tarif pada barang-barang asal China. Keputusan ini tidak hanya memperburuk hubungan perdagangan internasional, tetapi juga memberikan dampak pada pasar global, termasuk melemahnya pasar saham.
Di sisi lain, ketidakpastian politik di AS semakin diperburuk dengan pencalonan Scott Bessent, seorang manajer dana, sebagai Menteri Keuangan AS. Penunjukan Bessent dinilai oleh sebagian kalangan sebagai langkah yang akan memperkuat suara Wall Street dalam pemerintahan Trump.
Hal ini juga berimbas pada pasar obligasi AS, di mana imbal hasil obligasi Treasury AS mengalami penurunan tajam, menyebabkan investor berbondong-bondong membeli obligasi dan melemahkan nilai dolar AS pada sesi perdagangan sebelumnya.
“Trump seolah ingin menunjukkan kepada pasar siapa yang memegang kendali, setelah mengumumkan pencalonan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan,” kata Matt Simpson, seorang Senior Market Analyst dari City Index.
Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif perdagangan yang diusung Trump akan menjadi salah satu elemen penting yang mempengaruhi kekuatan dolar di masa mendatang.
Dalam konteks perdagangan internasional, Trump sendiri pernah menyebutkan bahwa kata “tarif” adalah kata yang paling indah dalam kamusnya. Dengan retorika semacam ini, pernyataan-pernyataan Trump yang keras terhadap kebijakan perdagangan sudah tidak mengejutkan lagi bagi pasar, meskipun waktu pelaksanaannya mungkin masih belum pasti.
Hal ini semakin memperjelas arah kebijakan ekonomi Trump yang akan berpengaruh langsung pada mata uang global, termasuk dolar AS.
Meskipun ada beberapa faktor yang menyebabkan dolar AS menguat, ada juga pandangan bahwa penguatan dolar ini bisa bersifat sementara.
Ibrahim Assuaibi, Direktur Laba Forexindo Berjangka, mengatakan bahwa meskipun pencalonan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS bisa memberikan dampak negatif bagi dolar dalam jangka pendek, pasar bisa mengantisipasi bahwa Bessent mendukung kebijakan dolar yang lebih kuat.
Bessent sendiri diketahui mendukung kebijakan tarif perdagangan yang lebih ketat, yang bisa memberikan dampak pada nilai tukar mata uang.
Berdasarkan analisis tersebut, para pelaku pasar memproyeksikan bahwa indeks dolar AS kemungkinan besar akan terus menguat dalam beberapa waktu mendatang. Penguatan ini didorong oleh kebijakan ekonomi yang diusung oleh pemerintahan Trump yang diperkirakan akan meningkatkan inflasi di AS. Akibatnya, suku bunga AS diperkirakan akan tetap tinggi dalam jangka panjang, yang akan membuat dolar semakin kuat.
Seiring dengan hal tersebut, pasar juga mulai mengurangi ekspektasi terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan Desember 2024.
Berdasarkan data dari CME Fedwatch Tools, probabilitas pemangkasan suku bunga hanya tercatat sebesar 52 persen, lebih rendah dibandingkan dengan prediksi sebelumnya yang mencapai 72 persen pada bulan lalu.
Salah satu indikator penting yang menjadi perhatian pasar adalah rilis indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), yang merupakan ukuran inflasi yang digunakan oleh Federal Reserve. Rilis data PCE yang dijadwalkan pada hari Jumat mendatang diperkirakan akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan suku bunga di AS.
Secara keseluruhan, pergerakan nilai tukar rupiah dan dolar AS mencerminkan dinamika pasar yang dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi global, terutama dari AS.
Investor dan pelaku pasar akan terus mengamati perkembangan situasi politik dan ekonomi AS, yang diperkirakan akan terus mempengaruhi pasar keuangan dan nilai tukar mata uang di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. (*)