KABARBURSA.COM - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, mengungkapkan bahwa distribusi pupuk organik bersubsidi akan dimulai pada awal Agustus 2024.
"Proses administratif yang harus dipenuhi cukup banyak, karena Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) terkait penyaluran pupuk subsidi baru diterbitkan pada April lalu. Sekarang proses administratifnya sudah selesai, sehingga distribusi dapat dimulai pada awal Agustus," jelas Rahmad setelah mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI bersama Kementerian Pertanian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.
Rahmad berharap agar dengan dimulainya distribusi pupuk organik bersubsidi pada Agustus 2024, para petani dapat memanfaatkannya untuk musim tanam yang dimulai pada bulan Oktober.
"Pupuk organik ini digunakan sebagai dasar sebelum memulai penggunaan pupuk lainnya. Jadi, jika sudah disalurkan pada musim tanam berikutnya, para petani bisa langsung menggunakannya dan kami pastikan prosesnya selesai tepat waktu," jelas Rahmad.
Pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk organik bersubsidi tahun ini sebesar 500.000 ton. Dari jumlah tersebut, Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat menerima alokasi terbesar dibandingkan provinsi lain.
Provinsi Jawa Timur menerima kuota sebesar 104.988 ton, sementara Jawa Barat mendapatkan 101.005 ton.
Berikut rincian alokasi kuota pupuk organik bersubsidi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 249 Tahun 2024 tentang Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Subsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2024:
- Provinsi Aceh: 14.643 ton
- Sumatera Utara: 25.488 ton
- Sumatera Selatan: 21.613 ton
- Lampung: 33.015 ton
- Banten: 17.333 ton
- Jawa Barat: 101.005 ton
- Jawa Tengah: 100.096 ton
- Jawa Timur: 104.988 ton
- Kalimantan Selatan: 12.778 ton
- Sulawesi Selatan: 49.552 ton
Dari 9,55 Juta Ton Pupuk, yang telah Terserap 29 Persen
PT Pupuk Indonesai (Persero) baru menyalurkan pupuk subsidi sebanyak 29 persen atau sekitar 2.8 juta ton dari total 9.55 juta ton per tanggal 15 Juni 2024.
Adapun hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat PT Pupuk Indonesia bersama Eselon I Kementerian Pertanian, Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.
Adapun rincian penyaluran pupuk subsidi yang disalurkan, diantaranya Urea sebanyak 1.5 juta ton dari 4.6 juta ton, NPK 1.2 juta ton dari 4.2 juta ton, NPK 9.334 ton dari 136.870 ton, dan organik yang belum tersalurkan dari total 500.000 ton.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi menuturkan, realisasi penyaluran subsidi sebesar 29 persen terjadi sebab adanya beberapa hal yang penghambat yang terjadi di dearah-daerah.
“Realisasi pupuk subsidi hingga tanggal 15 Juni 2024 ini tercapai 2.799.751 dari total alokasi sebesar 9.550.000 ton atau 29 persen,” papar Rahmad dalam rapat.
Setidaknya, Rahmad menyebut ada lima persoalan yang menghambat distribusi pupuk subsidi. Pertama, kata dia, terdapat 58 persen petani yang terdaftar dari sistem Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang belum menebus jatah pupuk subsidinya.
Rahmad menyebut, banyak petani yang merasa alokasi pupuk subsidi terlalu rendah dengan biaya penebusan terlalu tinggi. Di sisi lain, proses pembaharuan data juga mesti terus dilakukan seiring dengan sosialisasi yang dilakukan.
“Beberapa yang belum menebus itu ada yang karena merasa alokasinya terlalu kecil sehingga biaya untuk menebus terlalu mahal, oleh karenanya kita melakukan upaya (program) Tebus Pupuk Bersama ini,” terangnya.
Persoalan lainnya, kata Rahmad, terkait regulasi dari pemerintah daerah. Dia menyebut distribusi pupuk subsidi mesti sejalan dengan keputusan pemerintah daerah.
Hingga saat ini, tercatat sebanyak 69 pemerintah kabupaten/kota yang belum mengeluarkan surat Keputusan (SK) pupuk subsidi, sementara di tingkat provinsi tercatat DKI Jakarta dan Papua Barat yang belum mengeluarkan SK.
“Kedua regulasi di daerah yang cukup menghambat, bukan cuma SK bupati dan gubernur yang tadi belum keluar, tapi yang sudah keluarkan ada yang masih membatasi misalnya ada tebusnya itu dibagi perbulan atau permusim tanam,” jelasnya.
Di sisi lain, terdapat pula regulasi yang mengambat di tingkat desa. Rahmad menyebut, seringkali pejabat kelurahan meminta bukti kepemilikan lahan sebelum para petani menebus pupuk subsidi.
“Ini memang banyak sekali variasi-variasi di tingkat daerah yang mungkin harus diperbaiki,” katanya.
Persoalan distribusi pupuk juga terjadi di tingkat distributor dan kios. Dalam catatan PT Pupuk Indonesia, nilai pupuk yang ada di distributor dan kios mencapai angka Rp15,6 miliar. Rahmad menilai, hal itu terjadi akibat perbedaan interpretasi menerjemahkan juknis pendistribusain pupuk.
“Misalnya, di beberapa yang verval ditolak karena tandatangannya tidak sama. Nah ini mengakibatkan, yang kami lihat, kios dan distributor ini menjadi super hati-hati di dalam melakukan penebusan. Akibatnya, ini juga memperlambat penebusan,” ungkapnya.
Persoalan terakhir, terkait perubahan musim akibat krisis iklim yang terjadi. Meski begitu, Rahmad sendiri mengaku, PT Pupuk Indonesia akan terus melakukan penyesuaian distribusi pupuk yang sejalan dengan perubahan musim yang berlaku. (*)
- Nusa Tenggara Barat: 19.489 ton.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.