Logo
>

Putusan MK Gugur, Baleg Akhirnya Loloskan UU Pilkada

Ditulis oleh KabarBursa.com
Putusan MK Gugur, Baleg Akhirnya Loloskan UU Pilkada

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam sidang yang digelar pada Rabu, 21 Agustus 2024.

    Keputusan ini diambil meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan terkait syarat pencalonan Pilkada 2024.

    Wakil Ketua Baleg, Mochamad Baidowi, memimpin sidang dan menanyakan persetujuan anggota rapat tentang RUU perubahan keempat mengenai Perppu Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. "Apakah kita setuju dengan hasil pembahasan RUU ini?" tanyanya.

    Dan jawabannya, "Setuju."Keputusan ini selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna yang dijadwalkan pada Kamis, 22 Agustus 2024. Semua fraksi, kecuali PDIP, menyatakan dukungannya terhadap rancangan undang-undang yang telah dibahas.

    PDIP Menolak

    Fraksi Gerindra menyebutkan bahwa pembahasan RUU Pilkada merupakan langkah positif yang dibawa oleh DPR. "Panja telah membahasnya secara transparan. Ini adalah keputusan bersejarah yang menegakkan fungsi DPR sebagai representasi rakyat," ujar Habiburakhman dari Fraksi Gerindra.

    Demokrat juga memberikan persetujuannya. "RUU ini adalah instrumen hukum penting untuk pelaksanaan Pilkada," ujar Hinca Panjaitan dari Fraksi Demokrat,

    Ia menambahkan bahwa meskipun mereka menghargai putusan MK terkait ambang batas, mereka hanya menyetujui ambang batas MK untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.

    Fraksi PKS juga menyetujui hasil pembahasan dan berharap Pilkada serentak dapat berjalan tertib, aman, dan damai. "Fraksi PKS menerima rancangan UU Pilkada untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya," ungkap Jazuli Juwaini dari PKS.

    Hanya Fraksi PDIP yang menolak. "Perubahan ini seharusnya mengikuti putusan MK. Mengabaikan putusan MK adalah preseden buruk, karena tidak ada negara yang berani mengubah keputusan Mahkamah Konstitusi," kata M Nurdin dari PDIP, menegaskan penolakan untuk melanjutkan pembahasan RUU ini.

    Abaikan Putusan MK

    Pembahasan sebelumnya di Panja mencakup syarat usia pencalonan dan ambang batas parpol untuk mencalonkan kepala daerah. Panja sepakat mengikuti tafsir Mahkamah Agung (MA) mengenai batas usia pencalonan untuk Pilkada 2024. "Setuju untuk mengikuti putusan MA," kata Mochamad Baidowi.Dalam kesepakatan, ditetapkan bahwa calon gubernur harus berusia minimal 30 tahun, sedangkan calon bupati/wali kota harus berusia 25 tahun terhitung sejak pelantikan.

    Namun, terkait ambang batas pencalonan, Baleg mengubah dan mempersempit bunyi putusan MK. Aturan baru yang diterapkan di RUU Pilkada masih mewajibkan syarat minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah untuk mengajukan calon.

    Sementara itu, pasal baru juga ditambahkan untuk partai tanpa kursi di DPR, meskipun seharusnya aturan MK berlaku untuk semua partai, baik yang memiliki kursi maupun tidak di DPR.“Ini adalah langkah yang bisa diterima dan memberikan rasa keadilan,” kata Baidowi.

    Polemik Putusan MA

    Putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai persyaratan usia calon kepala daerah kini menuai tudingan sebagai langkah politik untuk mempermudah putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Walau demikian, beberapa partai politik membantah tuduhan ini, dengan menegaskan bahwa keputusan ini memberi ruang bagi generasi muda untuk menunjukkan kapasitas mereka dalam arena politik.

    Menurut Aisah Putri Budiarti, peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), keputusan MA membuka kesempatan bagi Kaesang, yang baru akan berusia 30 tahun pada bulan Desember mendatang, untuk mencalonkan diri dalam pilkada tingkat provinsi. “Selain faktor usia, pertanyaan timbul mengapa revisi ini dilakukan saat ini? Mengapa harus dilakukan di tengah proses pemenuhan persyaratan dukungan calon perseorangan dan melalui jalur-jalur yang terkesan memotong prosedur?” ujar Aisah, dikutip Selasa 20 Agustus 2024.

    MA telah mengubah ketentuan syarat usia calon kepala daerah dari minimal 30 tahun untuk tingkat provinsi dan 25 tahun untuk kota/kabupaten terhitung sejak penetapan pasangan calon pada 22 September 2024, menjadi terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih yang diperkirakan akan dilaksanakan pada awal tahun 2025.

    Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengkritik penalaran hukum dalam putusan MA yang dianggapnya tidak wajar dan melampaui kewenangan konstitusional MA. “Kita melihat pola yang serupa dengan perubahan syarat capres dan cawapres di MK. Ini seperti modus operandi yang sudah dikenal,” kata Bivitri, menambahkan bahwa pola ini mirip dengan perubahan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya untuk memuluskan pencalonan Gibran.

    Dia juga menyoroti waktu revisi yang terjadi di tengah proses pilkada, mempertanyakan urgensi perubahan tersebut tanpa dasar yang jelas. “Perubahan ini seharusnya dilakukan melalui jalur legislatif yang matang, bukan dengan prosedur kilat,” ujarnya.

    Dalam putusan tersebut, MA menilai bahwa ketentuan syarat usia calon kepala daerah yang lama bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. MA mengabulkan hak uji materi (HUM) yang diajukan oleh Ahmad Ridha Sabana dari Partai Garuda terhadap Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020, yang semula menetapkan usia minimal terhitung sejak penetapan pasangan calon, kini berubah menjadi usia terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.

    Dalam perkembangan terkini, Presiden Joko Widodo dan kakaknya, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, enggan berkomentar banyak mengenai putusan tersebut. Kaesang sendiri sering disebut-sebut dalam berbagai spekulasi sebagai calon kepala daerah di beberapa wilayah, termasuk DKI Jakarta.

    Partai-partai politik memiliki pandangan berbeda terhadap putusan MA. Partai Golkar melihat keputusan ini sebagai hal yang positif karena memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon, sementara Partai Nasdem dan beberapa politikus dari PDI Perjuangan menilai keputusan tersebut sebagai bentuk manipulasi hukum untuk kepentingan tertentu.

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait putusan MA tersebut. Sementara itu, beberapa politisi dan pengamat hukum mengkritik proses pengujian yang dianggap terlalu cepat dan kurang transparan.

    Keputusan ini juga mengundang berbagai spekulasi tentang langkah politik Kaesang ke depan, baik dalam Pilkada DKI Jakarta maupun kemungkinan lainnya. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi