Logo
>

PZZA Pamer Laba, tapi Mulai Dibuang Broker Besar?

PZZA mencatat laba kuartal III yang melonjak 116 persen, tapi harga saham justru ambruk ke ARB. Broker besar mulai melepas, sementara investor ritel masih menunggu arah selanjutnya.

Ditulis oleh Yunila Wati
PZZA Pamer Laba, tapi Mulai Dibuang Broker Besar?
PT Sarimelati Kencana Tbk. Foto: Dok PZZA.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Saham PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), pengelola jaringan Pizza Hut di Indonesia, sedang pamer laba. Laporan keuangan kuartal III 2025 yang secara angka terlihat menggembirakan. Sayangnya, hal ini tidak dukung oleh rasa saham yang terasa hambar.

    Perusahaan mengumumkan telah mencetak laba bersih Rp15,91 miliar. Laba ini naik signifikan dan berbalik tajam dari rugi Rp96,71 miliar pada periode sama tahun lalu. Secara persentase, lonjakannya mencapai 116 persen dan menandai adanya kebangkitan bisnis makanan cepat saji ini setelah dua tahun tertekan. 

    Namun, ironinya, pasar justru bereaksi sebaliknya. Pada perdagangan Selasa, 28 Oktober 2025, saham PZZA anjlok 13,95 persen ke level Rp222 per saham. Bahkan, harganya menyentuh batas bawah harian (auto reject bawah) setelah dibuka di 250. 

    Nilai transaksi mencapai Rp5,3 miliar dengan volume 234 ribu lot, sementara seluruh sisi orderbook dipenuhi antrian jual tanpa ada minat beli berarti di atas 222.

    Kondisi ini mencerminkan perbedaan mencolok antara optimisme laporan keuangan dan sentimen pasar yang justru negatif. Jika dibedah lebih dalam, laporan PZZA memang mencatat perbaikan laba yang impresif secara nominal. Tapi, kualitas pemulihannya belum cukup kuat untuk meyakinkan investor bahwa momentum ini berkelanjutan. 

    Dari sisi pendapatan, penjualan bersih yang berhasil dikumpulkan sebanyak Rp2,26 triliun. Angka ini naik 11,33 persen dibanding periode sama tahun lalu. Jika dilihat, kondisi ini menandakan permintaan konsumen mulai pulih. 

    Namun, beban operasional masih berat. Beban pokok penjualan naik ke Rp690,27 miliar, sedangkan beban penjualan juga membengkak menjadi Rp1,42 triliun. Artinya, biaya promosi, logistik, dan distribusi tetap tinggi di tengah inflasi bahan baku dan kenaikan upah.

    Memang, laba operasi berhasil berbalik positif ke Rp49,42 miliar, jauh membaik dari rugi Rp82,4 miliar tahun sebelumnya. Tapi di mata pasar, angka ini belum dianggap mencerminkan “pemulihan sejati”, sebab margin keuntungannya masih sangat tipis jika dibandingkan dengan pendapatan yang menembus dua triliun lebih. 

    Dengan margin operasi kurang dari 2,5 persen, investor besar tampaknya menilai profitabilitas PZZA masih rapuh dan belum cukup kuat menghadapi persaingan ketat di industri restoran cepat saji.

    Faktor lain yang ikut menekan sentimen adalah posisi neraca yang mulai menyusut. Total aset turun menjadi Rp1,95 triliun dari Rp2,13 triliun di akhir tahun lalu. Sementara, liabilitas berkurang menjadi Rp917,57 miliar. 

    Meski rasio utang menurun, penurunan aset mengindikasikan adanya efisiensi atau pelepasan aset tertentu. Oleh sebagian pelaku pasar, ini bisa diartikan sebagai tanda konservatisme manajemen, bukan ekspansi agresif. 

    Ekuitas memang naik tipis ke Rp1,03 triliun, tapi peningkatan tersebut masih kecil dibanding penurunan aset bersih perusahaan.

    Dari sisi teknikal, aksi jual besar-besaran hari ini bukan kebetulan. Struktur orderbook menunjukkan tekanan jual masif di seluruh level harga. Antrian offer mencapai 74 ribu lot, sementara sisi bid hanya 5.600 lot di level Rp220, dengan hampir tak ada pembeli di atasnya. 

    Kondisi ini menandakan panic sell jangka pendek, yang diperparah oleh auto reject bawah yang membuat likuiditas tersumbat. Dalam situasi seperti ini, tekanan bukan hanya berasal dari investor yang kecewa, tapi juga dari pelaku margin trading yang terpaksa melepas posisi karena tekanan teknikal.

    Di sisi lain, broker summary juga memperlihatkan pergeseran kepemilikan. Broker seperti XL, XA, dan GR yang aktif pada harga Rp256–Rp258 kemarin, tampak mulai melepas posisi dengan nilai transaksi di atas Rp100 juta. 

    Tidak terlihat adanya akumulasi besar oleh investor institusional, di mana perdagangan didominasi oleh pelaku ritel dengan volume kecil di bawah Rp5 juta per transaksi. Ini memperkuat kesan bahwa reli kecil sebelumnya hanyalah technical bounce sementara, bukan akumulasi jangka panjang.

    Secara fundamental, bisa dikatakan bahwa PZZA memang sudah keluar dari fase rugi besar, tapi belum benar-benar masuk ke fase pertumbuhan sehat. Beban penjualan yang terus naik, margin tipis, dan efisiensi yang belum sepenuhnya terasa membuat investor masih ragu apakah perbaikan kinerja ini berkelanjutan. 

    Meski laba bersih meningkat, sebagian analis menilai kontribusinya lebih banyak berasal dari efisiensi non-operasional, seperti penurunan beban bunga dan penghematan pajak, bukan dari ekspansi bisnis yang solid.

    Dengan semua kombinasi itu, wajar jika pasar merespons dingin bahkan negatif terhadap laporan laba yang “bagus di atas kertas tapi belum kuat di dalam”. Sahamnya mungkin memang mencatat angka positif di laporan keuangan, namun secara persepsi, PZZA masih dianggap “laba tipis di tengah tekanan biaya besar”. 

    Dalam istilah pasar, ini sering disebut sebagai earnings relief rally yang gagal menjadi tren karena investor cepat menyadari fondasinya belum kokoh.

    Singkatnya, PZZA memang pamer laba, tapi performanya masih lusuh. Perusahaan berhasil menutup defisit, tapi belum mampu menunjukkan momentum pertumbuhan yang meyakinkan. 

    Pasar, seperti biasa, bereaksi bukan hanya pada angka, tapi pada narasi di baliknya. Dan sejauh ini, narasi pemulihan PZZA masih dianggap rapuh. Jika tekanan jual mereda dan manajemen mampu menjaga margin di kuartal IV, baru kemudian peluang rebound bisa terbuka. 

    Tapi untuk saat ini, saham ini masih terlihat seperti “pizza yang baru matang setengah”. Aromanya menggoda, tapi belum cukup matang untuk disantap investor besar.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79