KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 393,91 triliun hingga Maret 2024. Angka ini terkoreksi 8,8 persen secara tahunan atau baru mencapai 19,81 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Adapun realisasi pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) memiliki kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak secara total sebesar 22,1 persen.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan meskipun menjadi penopang penerimaan pajak, PPN terkoreksi secara neto sebesar -23,8 persen. padahal ekonomi kita tumbuh 5,11 persen dan konsumsi kita kondisinya kuat. Dia pun mempertanyakan, kenapa penerimaan pajaknya tumbuh negatif?
"Secara bruto memang positif, naik sekitar 5 persen namun secara neto terkoreksi hingga -23,8 persen. Secara neto artinya setelah dikurangi dengan restitusi. Ada kenaikan restitusi di awal tahun," katanya kepada Kabar Bursa, Jumat 10 Mei 2024.
Dia pun mengatakan yang paling dapat menjelaskan fenomena ini adalah pengetatan likuiditas oleh bank sentral melalui kenaikan tingkat suku bunga acuan.
Tidak hanya BI rate, fed fund rate yang sudah naik duluan di akhir 2023 lalu juga menjadi penyebab daei anjloknya penerimaan pajak pada tahun ini. Karena kata dia, ada pengetatan likuiditas secara global, cost of fund meningkat.
Mengingat mereka selama ini punya akses pembiayaan dari luar negeri dan banyak wajib pajak besar di indonesia adalah perusahaan multinasional.
"Ini berdampak pada korporasi di Indonesia," ujar dia.
Bagi korporasi, secara teoritikal, mereka akan mengoptimalkan pendanaan dari internal salah satunya dari piutang. Dan salah satu piutang adalah piutang pajak atau restitusi.
Inilah yang menjadi dugaan saya alasan dibalik terjadi peningkatan restitusi di awal tahun. "Peningkatan restitusi artinya ada kenaikan kebutuhan dana bagi perusahaan," tandas dia.
Penerimaan Pajak Indonesia
Otoritas pajak harus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia yang dapat mengurangi penerimaan pajak tahun ini.
Hal ini disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat dan harga komoditas yang menjadi tantangan bagi kantor pajak dalam mencapai target yang telah ditetapkan dalam APBN 2024.
Contohnya, penerimaan PPN dan PPnBM hanya mencapai Rp155,79 triliun, turun 16,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp185,7 triliun.
Begitu juga dengan kinerja PPN Dalam Negeri yang mengalami kontraksi sebesar 23 persen, meskipun kontribusinya besar dalam penerimaan pajak.
Kontraksi ini disebabkan oleh peningkatan restitusi terutama dari sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan, yang berasal dari kompensasi lebih bayar tahun-tahun sebelumnya.
Koreksi Kegiatan Ekonomi
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, hal ini perlu diperhatikan dengan hati-hati karena mempengaruhi penerimaan negara.
“Ini harus kita lihat secara hati-hati. Artinya ada koreksi yang mempengaruhi penerimaan negara. Koreksi dari kegiatan ekonomi, apakah dari sisi harga komoditas maupun kegiatan ekonomi yang terefleksikan dalam penerimaan negara,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberaa hari lalu.
Di sisi lain, PPN impor juga mengalami kontraksi sejalan dengan melemahnya aktivitas impor, baik secara bruto maupun neto.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menyatakan bahwa penurunan pertumbuhan PPN perlu direspon serius karena porsinya besar dalam penerimaan pajak keseluruhan.
Pemerintah menyebut penurunan penerimaan PPN disebabkan oleh restitusi, meskipun data menunjukkan penurunan kinerja PPN tanpa restitusi yang juga dipengaruhi oleh melemahnya transaksi perdagangan dan daya beli korporasi.
Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, memperkirakan peningkatan setoran PPN di masa mendatang seiring dengan perkuatan kondisi politik pasca pilpres 2024 dan efek perang di Timur Tengah dan Ukraina yang dapat meningkatkan harga migas, yang berpotensi meningkatkan penerimaan pajak termasuk PPN.
Kemenkeu akan terus memantau kondisi ekonomi dan keuangan serta melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga defisit APBN agar tetap sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kepatuhan Wajib Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menggalakkan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) non karyawan. Pasalnya, tingkat kepatuhan mereka masih tergolong rendah.
Menurut data DJP, hingga 22 April 2024, terdapat 13,53 juta Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak, mencatat kenaikan sebesar 5,45 persen secara year on year.
Namun, dari jumlah tersebut, baru sekitar 1,14 juta SPT dilaporkan oleh WP OP non karyawan. Dengan demikian, rasio kepatuhan kelompok ini hanya mencapai 23,1 persen dari total 4,92 juta wajib pajak orang pribadi non karyawan.