Logo
>

Reformasi Subsidi BBM: IESR Bilang Pemerintah tak Punya Konsep

Ditulis oleh Dian Finka
Reformasi Subsidi BBM: IESR Bilang Pemerintah tak Punya Konsep

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pemerintah Indonesia berencana mengubah skema penyaluran subsidi BBM, dengan menggabungkan skema blending dan penjualan terbatas, sambil melakukan pengalihan subsidi dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa kebijakan baru ini masih dalam progres pengumpulan data calon penerima BLT dan konsumen yang berhak.

    Menanggapi rencana tersebut, Direktur Eksekutif untuk Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebutkan bahwa seharusnya persiapan untuk implementasi kebijakan ini sudah dilakukan sejak tahun lalu. Menurutnya, Menteri ESDM agak terlambat dalam menyiapkan skema baru ini, meskipun isu tentang reformasi subsidi BBM sudah lama dibahas sejak era Presiden Jokowi.

    "Ini seharusnya sudah dipersiapkan lebih awal. Bahkan, ide untuk mengubah skema subsidi BBM sudah dibahas bertahun-tahun, dan beberapa kali sudah ada uji coba, tapi tidak pernah terlaksana," ujar Fabby Tumiwa kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.

    Fabby menambahkan, meski terlambat, perubahan skema subsidi BBM sangat penting untuk mengatasi ketimpangan distribusi subsidi yang selama ini dinikmati oleh 80 persen konsumen yang tidak berhak. Menurut data pemerintah, sekitar 80 persen dari penerima subsidi BBM tidak memenuhi kriteria yang seharusnya.

    "Subsidi BBM ini sejatinya dinikmati oleh mereka yang tidak berhak. Reformasi ini sangat mendesak untuk memastikan subsidi benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan," kata Fabby.

    Fabby juga menyoroti pentingnya penetapan kriteria yang jelas untuk penerima subsidi. Menurutnya, kriteria ini harus mencakup kendaraan umum dan kendaraan dinas pemerintah yang mudah dipantau dan dikendalikan. Selain itu, kendaraan yang melayani kepentingan publik seperti ambulans, mobil pemadam kebakaran, dan kendaraan pengangkut sampah, juga dapat menjadi prioritas penerima subsidi BBM.

    "Kalau sudah ada kriteria yang jelas, misalnya kendaraan umum, kendaraan pemerintah, atau kendaraan yang melayani kepentingan publik, ini akan lebih mudah diawasi. Tidak hanya itu, daerah-daerah tertentu juga bisa mendapatkan prioritas, seperti daerah yang rawan kemiskinan atau sulit dijangkau," jelas Fabby.

    Namun, Fabby mengingatkan bahwa implementasi kebijakan ini akan sangat kompleks, terutama terkait dengan transportasi daring, baik mobil maupun motor. Ia menyoroti sektor transportasi daring motor yang saat ini menjadi salah satu penyedia lapangan kerja penting bagi masyarakat.

    "Transportasi daring, khususnya motor, saat ini menyerap banyak tenaga kerja. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap para pengemudi motor yang sangat bergantung pada subsidi BBM untuk operasional sehari-hari," kata Fabby.

    Ia juga menyarankan agar pemerintah segera melakukan uji coba dengan kriteria yang sudah ada, guna mengurangi potensi kebingungan dan keterlambatan dalam implementasi kebijakan tersebut.

    "Meskipun ada banyak tantangan, saya rasa lebih baik mulai uji coba dengan kriteria yang ada, daripada terus menunggu. Keputusan yang cepat dan tepat akan lebih menguntungkan bagi masyarakat dan perekonomian," tutup Fabby Tumiwa.

    Dengan persiapan yang lebih matang dan implementasi yang cepat, skema subsidi BBM yang baru diharapkan dapat memperbaiki distribusi subsidi yang selama ini dianggap tidak merata, sekaligus mengurangi beban anggaran negara.

    Bikin Tambah Beban Masyarakat

    Pemerintah Indonesia berencana melakukan evaluasi terhadap distribusi bahan bakan minyak (BBM) subsidi dengan mengimplementasikan skema pencampuran (blending) serta mengalihkan subsidi ke dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).

    Menanggapi rencana ini, Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), menyoroti bahwa perubahan kebijakan tersebut dapat menyebabkan kenaikan harga BBM yang signifikan. Hal ini, menurutnya, akan memberatkan masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

    Menurut Bisman, meskipun distribusi BBM subsidi hingga saat ini menghadapi masalah, seperti ketidaktepatan sasaran dan penyimpangan yang terjadi, keputusan untuk mengurangi subsidi ini berisiko.

    “Langkah pemerintah yang berencana menerapkan skema blending untuk BBM subsidi dapat mengurangi volume dan ketidaktepatan sasaran. Namun, hal ini berisiko menyulitkan akses masyarakat terhadap BBM dengan harga terjangkau. Akibatnya, masyarakat mungkin terpaksa menggunakan BBM non-subsidi yang lebih mahal, yang tentu akan menambah beban pengeluaran,” ujar Bisman saat dihubungi Kabarbursa.com, Senin, 15 Januari 2025.

    Selain itu, Bisman menilai pengalihan subsidi menjadi BLT meskipun dapat meningkatkan daya beli masyarakat, dampaknya akan sangat kecil. BLT memang bisa memberikan sedikit bantuan, namun efeknya tidak signifikan dalam mengatasi masalah daya beli yang meluas.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.