KABARBURSA.COM - PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) kembali jadi sorotan pasar. Perusahaan holding jasa keuangan milik Sinar Mas Group ini mengambil langkah strategis lewat penerbitan Obligasi Berkelanjutan III Tahap III-2025 senilai Rp300 miliar.
Obligasi ini punya tenor lima tahun dengan bunga tetap 8,5 persen per tahun, dan seluruh dananya akan digunakan untuk melunasi pokok Obligasi Berkelanjutan II Tahap II-2022 Seri C yang akan jatuh tempo.
Dengan kata lain, SMMA tengah melakukan refinancing—mengganti utang lama dengan instrumen baru yang punya skema pembayaran lebih terukur.
Langkah ini bukan hanya sekadar mengganti utang, tapi juga sinyal bahwa manajemen ingin menjaga likuiditas tetap longgar tanpa mengganggu operasional maupun ekspansi. Apalagi, obligasi ini mengantongi peringkat idAA dari PT Kredit Rating Indonesia, yang mencerminkan profil risiko kredit yang relatif rendah.
SMMA juga bukan pendatang baru dalam urusan obligasi; dari target program Obligasi Berkelanjutan III sebesar Rp5 triliun, mereka sudah menghimpun Rp2,3 triliun lewat tahap sebelumnya.
Dari sisi fundamental, kinerja SMMA di 2025 patut diacungi jempol. Laba bersih dalam 12 bulan terakhir mencapai Rp1,84 triliun, melonjak lebih dari tiga kali lipat dibanding periode sama tahun lalu.
Pendapatan juga tumbuh 13,17 persen secara tahunan, menunjukkan bisnisnya kembali bergerak agresif setelah sempat fluktuatif di tahun-tahun sebelumnya. Rasio profitabilitas pun terjaga, dengan margin laba bersih kuartalan di level 13,54 persen.
Di neraca, posisi kas yang mencapai Rp8,8 triliun memberi bantalan likuiditas yang tebal, cukup untuk menopang pembayaran bunga obligasi baru dan kegiatan operasional.
Namun, ada catatan yang perlu diingat: valuasi SMMA saat ini tergolong premium. Price to Earnings Ratio (PER) berada di 58,65 kali, jauh di atas median sektor keuangan di BEI, dan Price to Book Value (PBV) menyentuh 4,33 kali.
Angka ini menandakan investor sudah membayar mahal untuk setiap rupiah laba dan aset bersih SMMA. Artinya, pertumbuhan laba ke depan harus konsisten agar harga saham tetap sepadan dengan valuasinya.
Dari kacamata teknikal, saham SMMA sedang berada di persimpangan. Tren jangka menengah masih bullish, didukung sinyal beli dari seluruh moving average yang dipantau. Harga terakhir di kisaran 17.200 sudah menembus salah satu resistance penting, tapi indikator momentum seperti MACD justru memberi sinyal jual, sementara RSI berada di zona netral.
Kondisi ini biasanya mengindikasikan potensi konsolidasi di dekat area resistance, kecuali ada dorongan volume besar yang mampu mengangkat harga menuju target berikutnya di kisaran 17.683 hingga 18.091.
Bagi investor jangka pendek, peluang trading bisa muncul jika harga berhasil menembus resistance dengan volume tinggi. Sementara untuk investor jangka menengah dan panjang, strategi yang lebih bijak adalah mengoleksi secara bertahap saat harga terkoreksi ke area aman di bawah 16.000.
Refinancing yang dilakukan SMMA memang memperkuat posisi keuangan dan mengurangi risiko likuiditas, tapi valuasi premium menuntut disiplin dalam menentukan titik masuk.
Kesimpulannya, SMMA punya cerita yang menarik. Perusahaannya sedang berada di momentum pertumbuhan laba yang impresif, langkah refinancing-nya menjaga kesehatan neraca, dan tren jangka menengah masih positif.
Hanya saja, harga yang sudah tinggi membuatnya lebih cocok untuk investor yang siap menahan saham ini jangka panjang sambil mengantisipasi fluktuasi.
Bagi yang sabar menunggu momen koreksi, SMMA bisa menjadi salah satu pilihan di portofolio, asalkan ekspektasi disesuaikan dengan ritme pasar dan kinerja perusahaan di kuartal mendatang.(*)