KABARBURSA.COM - RI dituduh jadi biang kerok anjloknya harga nikel. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan bahwa Indonesia bukanlah penyebab dari penurunan harga nikel di pasar dunia tersebut.
"Pada akhirnya, itu mencari keseimbangannya. Apapun komoditasnya, kita harus melihat harga tidak hanya dari perspektif satu atau dua tahun, tapi minimal 5-10 tahun. Kita perlu melihat akumulasi harganya dan kemudian melihat rata-ratanya," ujarnya saat diwawancarai di kantornya pada Rabu, 7 Februari.
Data dari Westmetall menunjukkan bahwa harga komoditas nikel di London Metal Exchange (LME) untuk kontrak 3 bulan ke depan pada Selasa, 6 Februari, turun sebesar 1,2 persen menjadi US$15.880 per ton dibandingkan dengan hari sebelumnya yang berada di level US$16.075 per ton.
Meskipun tren harga sejak awal tahun 2024 menunjukkan fluktuasi, harga nikel telah bertahan di kisaran US$16.000-an sejak 5 Januari hingga 5 Februari kemarin. Data Westmetall juga menunjukkan bahwa harga nikel secara umum telah menurun sejak September 2023. Saat itu, harga nikel per ton masih berada di kisaran US$20.000 per ton.
Menurut analisis dari Macquarie, bank investasi berbasis di Australia, kelimpahan pasokan dari Indonesia telah memaksa produsen di negara lain untuk menutup tambang-tambang yang tidak menguntungkan.
Washington dan Paris bahkan dilaporkan panik karena mereka khawatir pergolakan ini akan memberikan kontrol yang lebih besar kepada Cina atas sumber daya strategis tersebut. "Biar saja tambang-tambang di seluruh dunia ditutup asalkan tambang-tambang kita tidak ikut-ikutan," ungkap Luhut.
Macquarie mencatat bahwa produksi nikel Indonesia meningkat hingga 30 persen tahun lalu menjadi 1,9 juta ton, sementara permintaan global hampir tidak tumbuh. Dorongan agresif Indonesia telah membantu meningkatkan pangsa pasarnya menjadi 55 persen pada 2023, naik pesat dari 16 persen pada tahun sebelumnya.
Namun, peningkatan produksi juga turut berkontribusi pada penurunan harga nikel global sebesar 43 persen tahun lalu. Meskipun dituduh memproduksi nikel secara berlebihan, Luhut dengan tegas membantah tuduhan tersebut. "Kita tidak pernah memproduksi nikel secara berlebihan, itu tidak benar," tegasnya.
Selain Luhut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah membantah tuduhan dari Macquarie yang menyatakan bahwa penurunan harga nikel disebabkan oleh produksi berlebihan produk turunan nikel dari Indonesia yang membanjiri pasar global.
"Ide Macquarie tentang produksi nikel di Australia merupakan produk turunan nikel kelas 1, yang sebagian besar adalah nikel matte, sedangkan produksi nikel matte Indonesia hanya sekitar 70.000 ton per tahun," ungkap Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, sebagaimana dilansir oleh CNBC Indonesia, pada Jumat, 2 Februari.