KABARBURSA.COM - Rencana rights issue yang digagas PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS) menjadi salah satu manuver penting Grup Salim untuk memperkuat struktur modal anak usahanya di sektor multifinance.
Rights issue sendiri adalah aksi korporasi berupa penerbitan saham baru yang ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lama, sesuai dengan porsi kepemilikannya. Mekanisme ini memberi kesempatan kepada investor eksisting untuk menambah kepemilikan, sekaligus menghindari dilusi, yaitu penurunan persentase kepemilikan akibat bertambahnya jumlah saham beredar.
Dalam kasus IMJS, aksi ini sudah mengantongi restu investor melalui RUPSLB pada 28 Agustus 2025, dengan target maksimal tiga miliar lembar saham bernilai nominal Rp200 per saham. Harga pelaksanaan masih menunggu pernyataan efektif dari OJK, dan kepastian final akan dituangkan dalam prospektus.
Secara fundamental, kondisi IMJS menampilkan wajah ganda. Dari sisi profitabilitas, perseroan memang masih mencetak laba bersih Rp214 miliar dalam basis trailing twelve months (TTM), dengan marjin laba bersih relatif tipis di 2,6 persen.
Return on equity tercatat 4,65 persen dan return on assets hanya 0,73 persen, menandakan tingkat pengembalian modal yang belum terlalu atraktif dibanding rerata sektor pembiayaan. Namun, valuasi pasar memberi sinyal menarik.
Price to book value (PBV) hanya 0,45 kali, menempatkan saham ini dalam kategori undervalued, sementara price to sales (P/S) pun rendah di 0,38 kali. Dengan earnings yield TTM 10,39 persen, saham IMJS sesungguhnya menawarkan ruang apresiasi bila manajemen mampu mengerek kinerja.
Kinerja Keuangan jadi Tantangan: Right Issue Solusi?
Tantangan terbesar IMJS berada di struktur keuangan. Debt to equity ratio mencapai 5,14 kali, dengan total liabilitas Rp24,7 triliun berbanding ekuitas Rp4,6 triliun. Leverage yang tinggi membuat fleksibilitas pendanaan terbatas, tercermin dari rasio lancar di bawah 1 (0,75) dan free cash flow kuartalan minus Rp170 miliar.
Rights issue ini, jika terealisasi, dapat mengurangi tekanan tersebut karena dana segar akan menambah modal dan memperkuat perimbangan antara ekuitas dan liabilitas. Efek jangka panjangnya diharapkan bukan hanya memperbaiki profil keuangan, tetapi juga meningkatkan daya saing usaha dan memperluas ruang pertumbuhan bisnis, terutama di segmen pembiayaan otomotif dan jasa pendukung.
Dari sisi pasar, harga saham IMJS tengah bergerak fluktuatif. Pada perdagangan terakhir, harga ditutup Rp238, turun 4,8 persen harian dan anjlok 8,4 persen dalam sepekan. Meski begitu, kinerja jangka menengah lebih positif, dengan kenaikan 26,6 persen dalam tiga bulan dan hampir 60 persen sepanjang tahun berjalan.
Valuasi pasar saat ini Rp2,06 triliun, relatif kecil dibanding nilai utang, yang menjelaskan mengapa pasar menunggu langkah restrukturisasi permodalan. Indikator teknikal mingguan memberikan sinyal campuran tetapi cenderung positif.
Relative Strength Index (RSI) berada di 59, mengindikasikan momentum beli masih dominan. Moving average jangka pendek hingga menengah—MA10, MA20, hingga MA100—menunjukkan tren bullish, meski MA200 masih memberi sinyal jual.
MACD juga berada di zona beli, menandakan potensi kelanjutan tren naik, sementara indikator volatilitas ATR memperingatkan gejolak harga yang cukup tinggi.
Mengaitkan semua aspek ini, rights issue IMJS patut dipandang sebagai upaya strategis untuk keluar dari jerat leverage tinggi dan memperkuat struktur permodalan yang saat ini rapuh.
Investor jangka panjang mungkin bisa melihat peluang akumulasi, mengingat valuasi murah dan prospek perbaikan fundamental setelah aksi korporasi ini terealisasi. Namun, risiko jangka pendek tetap nyata, baik dari sisi potensi dilusi bagi pemegang saham yang tidak ikut serta maupun volatilitas harga akibat ketidakpastian eksekusi.
Dari sisi teknikal mingguan, saham IMJS masih layak dipantau dengan kecenderungan beli, tetapi strategi terbaik adalah menunggu konfirmasi harga di atas area pivot Rp248 sebagai sinyal penguatan lebih lanjut.(*)