KABARBURSA.COM - Saham bank digital bisa dibilang menjadi pilihan baru di pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Tak heran, jika euforia ini ikut mendorong harga saham terkerek.
Hal tersebut pun menjadi momentum bagi para investor untuk berinvestasi di bank digital. Akan tetapi, mereka diimbau harus tetap cermat jika ingin menanamkan modalnya karena berbagai risiko bisa saja mengintai.
Pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono mengakui, jika berinvestasi di saham perbankan digital menawarkan potensi pertumbuhan yang menarik seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi finansial.
"Namun, sebagai investor, kita perlu memahami berbagai risiko yang melekat pada sektor ini," ujar Wahyu kepada KabarBursa.com, Sabtu, 26 April 2025.
Menurut Wahyu, investasi di bank digital memiliki persaingan yang ketat, karena industri perbankan digital di Indonesia saat ini sangat ramai.
Tidak hanya diisi oleh bank-bank digital murni seperti yang disebutkan, lanjut dia, tetapi juga oleh bank-bank konvensional yang bertransformasi digital, perusahaan fintech dengan layanan pinjaman dan pembayaran, serta potensi masuknya pemain-pemain baru dari luar negeri.
"Persaingan yang sengit ini dapat menekan margin keuntungan bank digital dan memperlambat pertumbuhan pangsa pasar mereka. Kita perlu mencermati bagaimana setiap bank digital mampu mempertahankan dan meningkatkan daya saingnya melalui inovasi produk, layanan, dan akuisisi nasabah," ungkapnya.
Selain itu, terdapat juga tingginya biaya operasional dan akuisisi nasabah. Wahyu mengatakan, bank digital umumnya memerlukan investasi besar dalam teknologi, pengembangan platform, pemasaran, dan akuisisi nasabah.
Dia menilai biaya-biaya tersebut bisa sangat tinggi, terutama di tahap awal pertumbuhan. Jika bank digital tidak mampu mengakuisisi nasabah dan meningkatkan volume transaksi secara efisien, profitabilitas mereka bisa tertekan dalam jangka waktu yang lebih lama dari perkiraan.
"Kita perlu melihat bagaimana bank digital mengelola biaya operasional dan efektivitas strategi akuisisi nasabah mereka," katanya.
Dilanjutkan Wahyu, regulasi terkait perbankan digital di Indonesia masih terus berkembang. Perubahan regulasi yang tidak terduga dapat mempengaruhi model bisnis, biaya operasional, dan potensi pertumbuhan bank digital.
"Kita perlu memantau perkembangan regulasi dari otoritas terkait (OJK) dan bagaimana bank digital beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Ketidakpastian regulasi bisa menjadi risiko signifikan bagi investor," jelas dia.
Wahyu menilai sebagai platform yang sepenuhnya digital, bank digital sangat rentan terhadap serangan siber, kebocoran data, dan penipuan daring.
Dia berujar, insiden keamanan siber dapat merusak reputasi bank secara signifikan dan menyebabkan hilangnya kepercayaan nasabah. Sehingga, kehilangan kepercayaan nasabah akan berdampak langsung pada pertumbuhan dan keberlangsungan bisnis bank digital.
"Kita perlu memastikan bank digital memiliki sistem keamanan siber yang kuat dan langkah-langkah mitigasi risiko yang efektif," tandasnya.
Wahyu menuturkan, banyak bank digital di Indonesia masih berada dalam tahap awal pertumbuhan dan belum mencatatkan profitabilitas yang konsisten.
Dia mengimbau agar investor perlu bersabar dan memahami bahwa membangun bisnis bank digital yang menguntungkan membutuhkan waktu.
"Kita perlu menganalisis metrik-metrik kunci seperti pertumbuhan pendapatan, margin bunga bersih (NIM), rasio biaya terhadap pendapatan (Cost-to-Income Ratio/CIR), dan potensi profitabilitas jangka panjang dari bank digital yang kita investasikan," katanya.
Selain itu, lanjut Wahyu, saham-saham bank digital seringkali diperdagangkan dengan valuasi yang tinggi dibandingkan dengan bank konvensional, karena ekspektasi pertumbuhan yang tinggi.
Jika pertumbuhan yang diharapkan tidak tercapai, atau jika sentimen pasar terhadap sektor teknologi berubah, katanya, ada risiko koreksi harga saham yang signifikan.
"Kita perlu berhati-hati dalam menilai kewajaran valuasi bank digital dan mempertimbangkan potensi risiko penurunan," terang dia.
Lebih jauh Wahyu menerangkan, bisnis bank digital sangat bergantung pada infrastruktur teknologi yang handal dan inovasi yang berkelanjutan. Gangguan teknis, kegagalan sistem, atau ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi baru dapat menghambat operasional dan pertumbuhan bank digital.
"Kita perlu memastikan bank digital memiliki investasi yang memadai dalam teknologi dan sumber daya manusia yang kompeten," jelasnya.
Wahyu mengimbau, investor perlu melakukan riset yang mendalam terhadap fundamental setiap bank digital, memahami model bisnis mereka, mengevaluasi potensi pertumbuhan dan risiko yang dihadapi, serta mempertimbangkan valuasi saham sebelum mengambil keputusan investasi.
"Diversifikasi portofolio juga merupakan langkah penting untuk mengurangi risiko investasi di sektor yang relatif baru dan dinamis ini," pungkasnya.
Di sisi lain, bank digital mempunyai tantangan tersendiri di pasar modal Indonesia, salah satu rintanganya adalah minimnya literasi investor retail.
Banyak investor ritel di Indonesia tertarik pada saham bank digital karena narasi "pertumbuhan tinggi" tanpa memahami laporan keuangan, rasio profitabilitas, atau risiko kredit. Ternyata, hal ini bisa menciptakan fluktuasi harga saham yang lebih dipicu sentimen daripada kinerja riil.
Tantangan selanjutnya ialah ketergantungan pada ekosistem digital. Bank digital yang menempel pada platform teknologi besar sering kali mengalami dinamika yang tidak sepenuhnya bisa mereka kontrol, seperti perubahan algoritma, kebijakan privasi data, atau bahkan konflik kepentingan antara entitas dalam grup.
Keunggulan Investasi di Bank Digital
Meski memiliki beberapa risiko dan tantangan, namun bank digital memiliki keunggulan untuk berinvestasi. Salah satu alasan utama mengapa investasi di bank digital sangat menarik adalah pertumbuhan industrinya yang luar biasa cepat.
Di Indonesia, misalnya, jumlah pengguna internet yang terus meningkat, oleh karenanya bisa menjadi fondasi kuat bagi pertumbuhan bank digital. Tren ini menciptakan pasar yang sangat besar dan belum sepenuhnya tergarap.
1. Model Bisnis yang Efisien
Efisiensi ini tercermin dalam biaya operasional yang lebih rendah, memungkinkan bank digital untuk menawarkan produk dengan biaya lebih murah atau bunga yang lebih menarik bagi nasabah.
Bagi investor, efisiensi ini berpotensi diterjemahkan menjadi margin keuntungan yang lebih tinggi. Dengan biaya tetap yang lebih kecil dan skala pengguna yang terus tumbuh, banyak bank digital yang mulai memasuki masa pertumbuhan profitabilitas yang menjanjikan.
2. Akses ke Teknologi dan Data
Bank digital bukan hanya sekadar penyedia layanan keuangan, tetapi juga perusahaan teknologi. Mereka mengandalkan data pengguna untuk mengembangkan produk dan layanan yang lebih personal, seperti kredit mikro, asuransi berbasis kebutuhan, hingga investasi otomatis.
Pemanfaatan big data dan artificial intelligence (AI) memungkinkan bank digital untuk memahami kebutuhan nasabah dengan lebih baik dan meminimalkan risiko kredit.
Bagi investor, penguasaan teknologi ini penting karena dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang sulit disaingi. Bank digital yang berhasil membangun ekosistem teknologi yang kuat berpeluang untuk mendominasi pasar dalam jangka panjang.
Banyak bank digital menjalin kemitraan strategis dengan e-commerce, fintech, hingga platform ride-hailing untuk memperluas jangkauan pasarnya.
Inovasi produk juga menjadi kunci. Tabungan berhadiah, deposito fleksibel, kartu debit digital, hingga layanan investasi ritel dalam satu aplikasi membuat bank digital mampu menarik segmen muda yang selama ini kurang terjangkau bank tradisional.
4. Potensi Valuasi Saham yang Menarik
Dari perspektif pasar modal, valuasi saham bank digital memang cenderung premium dibandingkan bank konvensional, mengingat prospek pertumbuhannya yang lebih tinggi. Investor yang mampu memilih bank digital dengan model bisnis yang solid dan manajemen risiko yang baik bisa mendapatkan imbal hasil yang besar dalam jangka panjang.
Investasi di bank digital menawarkan peluang pertumbuhan yang sangat menarik di tengah perubahan lanskap keuangan global. Dengan pertumbuhan pengguna internet, model bisnis yang efisien, penguasaan teknologi, serta inovasi berkelanjutan, bank digital berada pada posisi yang kuat untuk merevolusi industri keuangan.
Meski demikian, calon investor perlu cermat dalam menilai risiko dan memilih bank digital dengan fundamental yang kokoh untuk memaksimalkan potensi keuntungan.
Daftar Bank Digital di Indonesia
Di tengah dunia yang semakin terdigitalisasi, berinvestasi di bank digital bisa menjadi langkah cerdas untuk menyiapkan portofolio masa depan.
Adapun, sejumlah bank digital telah terdaftar sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia atau BEI. Berikut, bank digital yang tecatat di bursa efek:
1. PT Bank Jago Tbk (ARTO)
Menurut keterangan resmi perusahaan, Bank Jago telah melayani 16,3 juta nasabah, termasuk 13 juta nasabah funding melalui Aplikasi Jagon pada kuartal I 2025. Jumlah pengguna Aplikasi Jago bertambah 4 juta nasabah dibandingkan posisi akhir kuartal I-2024 yang sebanyak 9 juta nasabah.
Kenaikan jumlah nasabah funding sejalan dengan pertumbuhan DPK yang mencapai 62 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Per Maret 2025, total DPK Bank Jago mencapai Rp 21,4 triliun, naik dari Rp 13,2 triliun per Maret 2024. Dari jumlah tersebut, komposisi current account and savings account (CASA) mencapai 54 persen atau Rp 11,5 triliun, sedangkan komposisi term deposit (TD) mencapai 46 persen atau Rp 9,9 triliun.
“Dengan situasi perekonomian global yang mengalami ketidakpastian, kami berusaha menjaga kinerja bank tetap positif dan tumbuh secara sehat dengan tetap mengamati potensi risiko dari gejolak yang ada,” ungkap Direktur Utama Bank Jago Arief Harris Tandjung dalam keterangan resminya dikutip, Sabtu, 26 April 2025.
2. PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR)
Merujuk situs resmi perusahaan, Bank Amar merupakan bank digital Indonesia. Didirikan pada tahun 1991, bank kemudian diluncurkan kembali menjadi Amar Bank pada tahun 2015. Sejak saat itu, bank telah mengalami transformasi digital yang signifikan untuk menjadi salah satu pelopor lembaga fintech melalui platform pinjaman digital Tunaiku.
3. PT Bank Allo Indonesia Tbk (BBHI)
Disadur dari situs resmi perusahaan, Allo Bank telah berkembang menjadi bank umum berbasis digital terkemuka di sektor perbankan Indonesia. Allo adalah singkatan dari All in One, yang mewujudkan aspirasi Bank bagi nasabahnya untuk Experience a Simple Life.
Perusahaan telah menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2025. Rapat ini telah memutuskan pembagian dividen tunai tahun buku 2024 sebesar Rp233,4 miliar atau 50 persen dari laba bersih Perseroan tahun buku 2024.
Sedangkan, sebanyak Rp233,7 miliar disepakati sebagai laba ditahan untuk penguatan modal dan pengembangan usaha dan sisanya disisihkan sebagai dana cadangan.
4. PT Bank Neo Commerce (BBYB)
Mengutip situs perusahaan, Bank Neo Commerce hadir sebagai bank dengan layanan digital yang inovatif; memberikan pengalaman transaksi perbankan yang mudah, menyenangkan, serta aman dalam satu genggaman.
5. PT Bank Alladin Syariah (BANK)
Seperti disampaikan melalui keterangan resmi perusahaan, pada Kuartal III 2024 Bank Aladin Syariah berhasil mencatatkan Total Pendapatan Bank sebesar Rp 528 miliar, meningkat 108 persen dibandingkan dengan 3Q23.
Sedangkan dari sisi total Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank mencapai Rp 5,2 Triliun, naik 83 persen dibandingkan dengan September 2023.
Dari sisi pembiayaan, Bank berhasil mencatatkan outstanding pembiayaan mencapai Rp 4,4 Triliun di kuartal III 2024, naik sebesar 77 persen dibandingkan posisi September 2023. Sedangkan dari total aset, Bank berhasil mencapai Rp 8,6 Triliun pada Kuartal III 2024 atau meningkat 21 persen. dibandingkan pada posisi Desember 2023.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.