Logo
>

Risiko Independensi dan Burden Sharing BI

Arah BI jelas memperkuat transmisi kebijakan agar penurunan suku bunga lebih terasa di perekonomian

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Risiko Independensi dan Burden Sharing BI
Ilustrasi kantor Bank Indonesia. Foto: Dok KabarBursa.com

KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan kembali menjadi aktor sentral di pasar surat utang pada tahun mendatang. Sejumlah analis memproyeksikan, bank sentral berpotensi menyerap hingga Rp200 triliun obligasi pemerintah di pasar sekunder—melanjutkan perannya sebagai penyangga utama di tengah derasnya arus keluar modal asing.

Langkah ini bukan sekadar operasi teknis. Ia sarat strategi. Tujuannya tegas: memastikan pelonggaran moneter mengalir nyata ke sektor riil melalui peningkatan likuiditas perbankan. Meskipun suku bunga acuan telah dipangkas 125 basis poin sepanjang tahun, bunga kredit komersial masih enggan melandai. “Arah BI jelas—memperkuat transmisi kebijakan agar penurunan suku bunga lebih terasa di perekonomian,” ujar Fesa Wibawa, analis investasi Aberdeen Group di Singapura. Ia menilai, peluang BI untuk menahan ekspansi neraca dalam waktu dekat amat kecil. Seperti dilansir Bloomberg di Jakarta, Senin 13 Oktober 2025.

Kebijakan agresif ini menjadi napas segar bagi investor domestik. Di tengah hengkangnya dana asing, optimisme tetap terjaga. Imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun bahkan sempat menyentuh titik terendah sejak 2021, kendati aksi jual asing menembus lebih dari US$480 juta sepanjang bulan ini. Menurut Handy Yunianto, Kepala Riset Pendapatan Tetap Mandiri Sekuritas, pembelian BI menjadi perisai dari tekanan kenaikan yield akibat aksi jual tersebut—sekaligus menyeimbangkan dampak intervensi di pasar valas yang menggerus suplai rupiah.

Hingga 16 September, BI telah menggenggam sekitar Rp217 triliun surat utang—melonjak lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. DBS Bank dan Mandiri Sekuritas memproyeksikan volume pembelian serupa tahun depan, sementara Citigroup dan BNY Mellon memperkirakan kisaran Rp150–200 triliun. Aberdeen bahkan tak menutup kemungkinan angkanya melampaui itu.

Namun euforia pasar belum tentu bertahan. Audrey Ong dari Barclays mewanti-wanti potensi kenaikan yield obligasi 10 tahun hingga 6,75 persen dalam 12 bulan ke depan, seiring kekhawatiran atas arah fiskal dan valuasi yang mulai mahal. Pada penutupan Jumat lalu, yield tenor 10 tahun berada di 6,10 persen, turun tipis dua basis poin.

Menopang Transmisi Moneter

Saat BI memangkas suku bunga acuan pada 17 September, suku bunga kredit perbankan hanya turun 7 basis poin menjadi 9,13 persen. Penurunan yang lamban ini menegaskan lemahnya transmisi kebijakan moneter. Karena itu, pembelian obligasi kembali dijadikan instrumen utama untuk mempercepat aliran stimulus ke sektor produktif.

Dengan terus mengakumulasi obligasi di pasar terbuka, BI bukan hanya menurunkan imbal hasil, tetapi juga mempertebal cadangan likuiditas perbankan. Kini, porsi kepemilikan surat utang pemerintah terbagi: perbankan 22 persen, BI 24 persen, lembaga non-bank seperti asuransi dan dana pensiun 22 persen, sementara investor asing menyusut ke 14 persen.

Risiko dan Persepsi Pasar

Di sisi lain, BI kembali memperkenalkan mekanisme burden sharing guna menopang pembiayaan program prioritas pemerintah—skema yang pernah digunakan di masa pandemi Covid-19. Langkah ini menimbulkan tanda tanya di kalangan pelaku pasar: sejauh mana independensi bank sentral masih terjaga? Apalagi setelah BI menegaskan tekadnya mendukung pertumbuhan ekonomi “tanpa batas”.

Meski aksi jual asing mencapai puncak tertinggi dalam tiga tahun terakhir, stabilitas pasar obligasi relatif kokoh. Imbal hasil acuan tenor 10 tahun bertahan di kisaran 6 persen, mencerminkan peran BI yang semakin dominan dalam menjaga keseimbangan pasar di tengah kabut ketidakpastian fiskal dan politik yang kian pekat.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Pramirvan Datu

Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.