KABARBURSA.COM - Berdasarkan laporan dari Bloomberg, rupiah diperkirakan akan tetap terbatas dalam pergerakannya pada awal pekan terakhir sebelum libur cuti bersama Idulfitri. Ini disebabkan oleh tekanan yang masih dirasakan ketika nilai indeks dolar Amerika cukup kuat hingga saat ini.
"Indeks dolar AS pagi ini terpantau sedikit bergeser tapi masih di kisaran 104,45. Sementara di pasar offshore pada perdagangan terakhir Jumat pekan lalu, kontrak nondeliverable forward (NDF) rupiah 1 bulan masih ditutup melemah di Rp15.895/US$, sejengkal lagi memasuki zona pelemahan baru Rp15.900-an/US$. Level itu masih di bawah posisi penutupan pasar spot rupiah pekan lalu pada hari Kamis di Rp15.857/US$," analisis Bloomberg.
Rupiah hari ini menunggu rilis data inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dijadwalkan pada siang nanti. Inflasi Maret akan semakin tinggi ke kisaran 2,91 persen year-on-year dari bulan sebelumnya di 2,75 persen. Secara bulanan, inflasi Maret diprediksi sebesar 0,4 persen dari Februari sebesar 0,37 persen.
Inflasi yang makin tinggi bisa membebani rupiah karena bisa mengurangi keleluasaan bagi Bank Indonesia melonggarkan kebijakan suku bunga. Terutama ketika arus keluar modal asing dari pasar keuangan domestik masih besar, lebih-lebih dari pasar surat utang negara.
Sementara dari pasar global, rupiah mungkin sedikit diuntungkan dari sentimen data inflasi PCE Amerika pekan lalu yang memberikan lebih banyak optimisme bagi pelaku pasar akan potensi penurunan bunga The Fed tahun ini.
Adapun dari regional, mata uang Asia termasuk rupiah kemungkinan akan mendapatkan sokongan sentimen positif dari reli indeks saham di Jepang dan data indeks manufaktur China yang mencatat ekspansi pertama kalinya pada Maret, sejak September tahun lalu. Berbagai sentimen itu akan menentukan pergerakan rupiah hari ini.
Sampai pukul 07:31 WIB, beberapa mata uang Asia di bursa spot yang sudah dibuka, bergerak lebih kuat di antaranya won Korea Selatan menguat 0,18 persen, yuan Hong Kong juga menguat 0,07 persen.
Secara teknikal nilai rupiah masih akan berpotensi melemah terbatas menuju level Rp15.870/US$ yang merupakan support setelah break MA-50. Target pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp15.880/US$.
Apabila dua level support itu jebol, rupiah bisa semakin melemah ke level Rp15.900/US$-Rp15.930/US$ sebagai support terkuat.
Sebaliknya, bila nilai rupiah mampu menguat hari ini, level resistance menarik dicermati ada di Rp15.815/US$ dan selanjutnya Rp15.800/US$. Dalam tren jangka menengah, rupiah masih ada potensi penguatan optimis kembali ke level Rp15.740/US$.
Arus keluar modal asing terutama dari pasar surat berharga negara masih terus berlangsung sampai pekan lalu.
Mengacu pada data yang dilansir oleh Kementerian Keuangan, posisi kepemilikan asing di SBN sampai 27 Maret kini hanya sebesar Rp808,74 triliun. Nilai itu menjadi yang terendah sejak akhir Oktober 2023 ketika rupiah tersudut nyaris menyentuh Rp16.000/US$ dan akhirnya memaksa Bank Indonesia menempuh langkah tak terduga yakni menaikkan bunga acuan BI rate.
Dalam tiga hari perdagangan pekan ini, 25-27 Maret, kepemilikan asing di SBN turun Rp8,9 triliun dibanding posisi akhir pekan sebelumnya.
Mengacu catatan Bank Indonesia, sepanjang tahun ini hingga data setelmen terakhir 27 Maret, pemodal asing mencatat posisi jual (net sell) di SBN hingga di angka Rp33,31 triliun. Pada saat yang sama, asing masih membukukan net buy di pasar saham senilai Rp28,9 triliun dan di Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp20,05 triliun.
Tekanan jual itu mendorong BI terus melakukan intervensi termasuk di pasar surat utang. Sepanjang tahun ini sampai 25 Maret lalu, BI telah SBN sebesar Rp33,5 triliun sehingga membawa posisi kepemilikan surat utang oleh BI mencapai Rp1.397,4 triliun.
Dengan lanskap yang dihadapi oleh rupiah saat ini, terkepung aksi jual asing di pasar SBN dan saham, ditambah kenaikan permintaan dolar AS di pasar menyusul jadwal pembagian dividen korporasi, BI diperkirakan akan semakin gencar melakukan intervensi pada hari-hari mendatang. Intervensi yang sudah masif beberapa waktu terakhir, terlihat baru dimulai dan bisa membawa posisi cadangan devisa RI semakin menipis di masa mendatang.