KABARBURSA.COM - Pada perdagangan Senin sore, 6 Januari 2025, rupiah ditutup melemah tipis di level Rp16.198 per dolar AS. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, dalam keterangan tertulis yang diterima Kabarbursa.com, mengatakan optimis bahwa rupiah akan tetap terkendali, dengan perkiraan perdagangan besok berada di rentang Rp16.150 hingga Rp16.210.
“Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah tipis 1 poin setelah sebelumnya sempat menguat 20 point di level Rp16.198 dari penutupan sebelumnya di level Rp16.196. Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.150 sampai Rp16.210,” jelas Ibrahim.
Pelemahan rupiah terjadi di tengah sejumlah faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pasar valuta asing. Secara eksternal, indeks dolar AS menunjukkan tren melemah akibat meningkatnya kekhawatiran terkait lambatnya penurunan suku bunga oleh Federal Reserve.
Pada bulan Desember, The Fed menegaskan inflasi yang lemah dan kekuatan pasar tenaga kerja akan menjaga suku bunga tetap tinggi dalam waktu yang lebih lama.
Gubernur Adriana Kugler dan Presiden Fed San Francisco Mary Daly, menekankan kemenangan atas inflasi belum tercapai, sementara pasar tenaga kerja yang masih solid terus diawasi dengan ketat.
Selain itu, fokus pelaku pasar minggu ini tertuju pada data penggajian nonpertanian AS dan laporan inflasi utama untuk bulan Desember. Data ini diperkirakan akan menjadi indikator penting terkait ekspektasi stimulus ekonomi lebih lanjut.
Di sisi lain, kebijakan ekonomi China juga menjadi perhatian. Beijing diprediksi akan meningkatkan pengeluaran fiskal pada tahun 2025 untuk mendukung pemulihan ekonomi di tengah tekanan deflasi yang berkepanjangan dan krisis pasar properti.
Kebijakan tarif tinggi yang dijanjikan Donald Trump terhadap China juga memicu spekulasi akan adanya respons stimulus yang lebih agresif dari pemerintah Beijing.
Dari sisi domestik, perhatian pasar tertuju pada perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Defisit APBN tahun ini tercatat sebesar Rp507,8 triliun atau 2,29 persen terhadap PDB, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp347,6 triliun atau 1,65 persen terhadap PDB.
Pemerintah sempat memproyeksikan defisit mencapai 2,7 persen akibat tekanan ekonomi pada semester pertama 2024. Namun, kondisi makroekonomi yang membaik memberi harapan bahwa defisit akan tetap sesuai desain awal.
Pendapatan negara pada 2024 juga menunjukkan pertumbuhan, mencapai Rp2.842,5 triliun, naik 2,1 persen secara tahunan. Kontribusi terbesar berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp1.932,4 triliun, diikuti kepabeanan dan cukai Rp300,2 triliun, serta PNBP Rp579,5 triliun.
Tekanan harga pangan akibat El Niño dan perlambatan ekonomi China masih menjadi tantangan, namun kenaikan harga komoditas seperti batu bara dan CPO serta adanya stimulus fiskal dari China memberikan dampak positif bagi prospek ekonomi Indonesia.
Ibrahim menyatakan bahwa kondisi pasar akan tetap dinamis seiring dengan perkembangan faktor eksternal dan internal.
“Namun demikian, seiring meredanya tekanan harga minyak, naiknya harga komoditas seperti batu bara dan CPO, hingga adanya stimulus fiskal dan moneter China membuat kondisi ekonomi membaik, sehingga defisit APBN bisa kembali sesuai desain awal,” tutupnya.
Pasar Mata Uang Global Mengalami Tekanan
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.