KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah dibuka sedikit menguat terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan Jumat, 24 Oktober 2025. Analis memperkirakan, rupiah sepanjang hari ini akan bergerak di rentang Rp16.550 hingga Rp16.650.
Kenaikan rupiah kali nii menandakan adanya ruang stabilisasi di tengah tensi global dan antisipasi terhadap rilis data inflasi AS malam ini. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah diperdagangkan di level Rp16.626 per dolar AS, menguat tipis 3 poin atau 0,02 persen dibandingkan penutupan Kamis sore di Rp16.629 per dolar AS.
Mengutip Ipotnews hari ini, analis Doo Financial Futures Lukman Leong, menilai bahwa pasar domestik masih bersikap wait and see menjelang dua peristiwa besar, yaitu rilis data inflasi Amerika Serikat dan perkembangan negosiasi dagang antara AS dan China.
Ia menjelaskan, pertemuan delegasi kedua negara di Malaysia hari ini belum akan banyak mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Alasannya, perhatian pelaku pasar masih terfokus pada kabar yang lebih besar, yakni rencana pertemuan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping.
Namun, Lukman menegaskan bahwa kabar tersebut sejauh ini masih berupa klaim dari pihak Gedung Putih dan belum dikonfirmasi resmi oleh Beijing, sehingga pasar cenderung menahan diri dari aksi agresif.
Dari sisi teknikal, Lukman memperkirakan rentang pergerakan rupiah hari ini berada di kisaran Rp16.550–Rp16.650 per dolar AS. Menurutnya, peluang penguatan rupiah masih terbuka karena dolar AS saat ini tengah tertekan oleh data ekonomi yang kurang menggembirakan.
Salah satunya adalah laporan penjualan rumah di Amerika yang turun di bawah ekspektasi. Penurunan angka laporan penjualan rumah ini menandakan pelemahan pada sektor property, di mana sektor ini sering dijadikan barometer daya beli konsumen di negara tersebut.
Kondisi ini sempat menekan indeks dolar dan memberi sedikit ruang napas bagi mata uang emerging markets, termasuk rupiah.
Gerak Rupiah Tertahan Rilis Data Inflasi AS
Namun demikian, ruang penguatan rupiah diperkirakan akan tetap terbatas. Investor global saat ini memilih berhati-hati menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat (Consumer Price Index/CPI) untuk bulan September 2025, yang akan diumumkan malam ini waktu Indonesia.
Data ini menjadi perhatian utama, karena hasilnya akan sangat menentukan arah kebijakan suku bunga The Fed dalam pertemuan berikutnya.
Pasar menaruh perhatian khusus pada angka inflasi inti (core CPI) karena dianggap sebagai indikator terbaik untuk mengukur tekanan inflasi jangka menengah. Jika inflasi inti masih tinggi, The Fed kemungkinan besar akan menunda rencana penurunan suku bunga dan justru memperpanjang periode kebijakan moneter ketat.
Hal ini tentu akan memperkuat dolar AS dan menekan mata uang lain termasuk rupiah. Sebaliknya, jika inflasi menunjukkan tanda-tanda melambat, ekspektasi pemangkasan suku bunga bisa meningkat. Nah, inilah yang berpotensi melemahkan dolar dan memperkuat rupiah dalam jangka pendek.
Situasi ini menempatkan rupiah dalam posisi yang serba hati-hati. Di satu sisi, mata uang Garuda mendapatkan dukungan dari aliran modal asing yang masih stabil serta harga komoditas ekspor utama seperti batu bara dan minyak sawit yang cenderung menguat. Namun di sisi lain, ketidakpastian global dan fluktuasi dolar AS tetap menjadi risiko utama yang menahan laju penguatan lebih lanjut.
Secara umum, performa rupiah hari ini dapat dikatakan cukup tangguh mengingat kondisi eksternal yang masih penuh tekanan. Meskipun pergerakannya cenderung datar, fakta bahwa rupiah tidak melemah di tengah lonjakan harga minyak dan penguatan dolar beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa pasar domestik memiliki daya tahan yang baik.
Dukungan dari Bank Indonesia (BI) melalui stabilisasi di pasar valas dan pengelolaan likuiditas juga menjadi faktor penting yang menjaga kestabilan rupiah.
Ke depan, arah pergerakan rupiah akan sangat bergantung pada hasil rilis inflasi AS malam ini. Jika data menunjukkan penurunan yang signifikan, rupiah berpeluang menguat menuju level Rp16.550 per dolar AS. Bahkan, penguatannya bisa menembus ke bawah apabila aliran modal asing kembali masuk ke pasar obligasi domestik.
Namun jika inflasi justru lebih tinggi dari ekspektasi, dolar AS akan kembali mendapatkan momentum penguatan. Apabila terjadi, rupiah berisiko terkoreksi ke kisaran Rp16.650–Rp16.700 per dolar AS.
Dalam konteks jangka pendek, pasar tampaknya masih akan bergerak dalam rentang sempit sambil menunggu arah kebijakan moneter global yang lebih jelas. Namun di tengah ketidakpastian tersebut, stabilnya rupiah pagi ini menunjukkan bahwa sentimen domestik masih relatif positif.
Dengan demikian, meski penguatannya hanya tipis, rupiah hari ini memperlihatkan daya tahannya menghadapi turbulensi eksternal.
Pasar kini menanti malam ini dengan napas tertahan, karena satu angka dari laporan inflasi AS bisa menjadi pemicu besar yang menentukan apakah rupiah akan melanjutkan penguatannya, atau kembali menghadapi tekanan dari gelombang dolar yang lebih kuat.(*)