Logo
>

Rupiah Masih Lemah di Hadapan Dolar, Sentimen ini Mempengaruhi

Ditulis oleh Yunila Wati
Rupiah Masih Lemah di Hadapan Dolar, Sentimen ini Mempengaruhi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rupiah masih lemah di hadapan dolar AS. Pada penutupan perdagangan Selasa sore, 22 Oktober 2024, rupiah melemah signifikan sebesar 0,41 persen atau 63 poin dan bertengger di level Rp15.567. Sementara pada penutupan perdagangan Senin sore, 21 Oktober 2024, posisi rupiah berada di level Rp15.503.

    Melemahnya kurs rupiah ini didorong oleh beberapa faktor yang berpengaruh di pasar global dan domestik.

    Yang pertama terkait dengan keyakinan pelaku pasar bahwa Federal Reserve (Fed) akan memangkas Fed Fund Rates (FFR) sebesar 25 basis poin pada pertemuan di bulan November besok.

    Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa penguatan indeks dolar AS disebabkan oleh serangkaian data ekonomi yang positif, yang membuat investor mengurangi ekspektasi terkait ukuran dan kecepatan pemangkasan suku bunga oleh Fed.

    Saat ini, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Fed mendatang diperkirakan mencapai 87 persen, sementara peluang untuk mempertahankan suku bunga tetap stabil hanya 13 persen.

    Di samping itu, pernyataan dari beberapa pejabat Fed, seperti Presiden Federal Reserve Bank of Dallas Lorie Logan dan Presiden Federal Reserve Bank Minneapolis Neel Kashkari, yang menyatakan harapan untuk penurunan suku bunga yang lebih bertahap, semakin memperkuat ekspektasi pasar akan kebijakan moneter yang lebih konservatif. Hal ini memberikan tekanan lebih lanjut pada mata uang negara berkembang seperti rupiah.

    Faktor domestik juga berperan dalam melemahnya rupiah. Pelaku pasar menunjukkan kekhawatiran mengenai kinerja pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Kabinet Merah Putih. Dengan banyaknya menteri yang berasal dari partai politik dan bukan profesional, membuat investor ragu terhadap kemampuan kabinet untuk memenuhi janji kampanye, terutama dalam mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.

    Investor menilai target ini sangat ambisius dan sulit dicapai, terutama di tengah tantangan penanganan daya beli masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan perbaikan kualitas institusi.

    Kekhawatiran akan stagnasi pertumbuhan ekonomi, deindustrialisasi, dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi sentimen negatif yang turut menekan nilai tukar rupiah. Ibrahim menekankan bahwa jika masalah-masalah ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa lebih jauh merugikan perekonomian nasional.

    Dengan mempertimbangkan kondisi di pasar global dan domestik, pergerakan rupiah ke depan akan sangat dipengaruhi oleh keputusan kebijakan moneter Fed serta kinerja pemerintahan baru dalam menghadapi tantangan ekonomi. Pelaku pasar diharapkan terus memantau perkembangan ini untuk mengambil keputusan investasi yang lebih tepat.

    Intervensi Bank Indonesia

    Sementara itu, intervensi Bank Indonesia dinilai juga menjadi penyebab melemahnya rupiah. BI telah mengambil langkah strategis di tengah prospek kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS dan arah pelonggaran yang lebih terukur oleh Federal Reserve, yang memberikan tekanan tambahan terhadap mata uang domestik.

    BI diketahui melakukan intervensi di pasar spot dan pasar berjangka non-deliverable. Ini merupakan intervensi kedua yang dilakukan dalam dua minggu terakhir dan menunjukkan keseriusan BI dalam menangani fluktuasi nilai tukar rupiah. Sebelumnya, pada 7 Oktober 2024, BI juga melakukan intervensi serupa ketika rupiah mengalami penurunan tajam.

    Pada perdagangan pagi hari, rupiah melemah sebanyak 0,5 persen menjadi Rp15.568 per dolar AS, yang merupakan penurunan terbesar sejak awal bulan.

    Direktur Eksekutif untuk Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto, menyebutkan bahwa pelemahan ini dipicu oleh pernyataan-pernyataan dari pejabat Fed yang kurang dovish dan ketidakpastian menjelang pemilihan umum di AS. Namun, ia juga menegaskan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah masih terkendali para eksportir yang terlihat memasok dolar ke pasar.

    Intervensi BI ini diharapkan dapat meredam volatilitas nilai tukar rupiah, namun juga berpotensi menunda penurunan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral. Gubernur BI Perry Warjiyo, menyatakan bahwa meskipun ada ruang untuk pelonggaran suku bunga, fokus utama saat ini adalah menjaga stabilitas rupiah. Pada Oktober ini, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen.

    Perry juga menekankan bahwa BI memiliki sumber daya yang cukup untuk mendukung rupiah, dengan cadangan devisa yang masih berada di dekat rekor pada bulan September. Hal ini menunjukkan bahwa BI siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar.

    Secara keseluruhan, intervensi yang dilakukan oleh BI mencerminkan respons proaktif terhadap tekanan eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Keberhasilan intervensi ini akan bergantung pada perkembangan pasar global, kebijakan moneter Fed, dan situasi politik domestik, terutama menjelang pemilihan umum AS yang dapat memengaruhi sentimen investor.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79