Logo
>

Rupiah Perkasa, Nilai Tukar Dolar AS Turun jadi Rp16.325

Ditulis oleh KabarBursa.com
Rupiah Perkasa, Nilai Tukar Dolar AS Turun jadi Rp16.325

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah data menunjukkan aktivitas bisnis di AS mengalami kontraksi.

    Berdasarkan laporan dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,24 persen ke posisi Rp16.325 per dolar AS pada Kamis, 4 Juli 2024. Penguatan ini sejalan dengan apresiasi rupiah sehari sebelumnya, 3 Juni 2024 sebesar 0,15 persen.

    Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) melemah 0,12 persen ke posisi 105,27 pada pukul 15:51 WIB, lebih rendah dibandingkan posisi kemarin yang berada di angka 105,4.

    Institute for Supply Management melaporkan bahwa indeks manajer pembelian non-manufaktur (PMI) turun menjadi 48,8 pada bulan lalu, level terendah sejak Mei 2020, dari 53,8 pada bulan Mei. Ini adalah kedua kalinya tahun ini PMI berada di bawah 50, yang menunjukkan kontraksi di sektor jasa.

    Indeks aktivitas bisnis juga turun ke 49,6, mencatatkan kontraksi pertama sejak Mei 2020. Pesanan baru (47,3 dibandingkan dengan 54,1) dan ketenagakerjaan (46,1 dibandingkan dengan 47,1) juga mengalami penurunan.

    “Penurunan indeks gabungan pada bulan Juni disebabkan oleh penurunan signifikan dalam aktivitas bisnis, kontraksi dalam pesanan baru untuk kedua kalinya sejak Mei 2020, dan kontraksi berkelanjutan dalam ketenagakerjaan. Responden survei melaporkan bahwa secara umum, bisnis stagnan atau menurun. Meskipun inflasi sedang melandai, beberapa komoditas masih memiliki biaya yang signifikan lebih tinggi. Panelis mengindikasikan bahwa kinerja pengiriman pemasok yang lebih lambat terutama disebabkan oleh tantangan transportasi," kata Steve Miller, CPSM, CSCP, Ketua Institute for Supply Management.

    Lemahnya aktivitas bisnis di AS berdampak negatif terhadap DXY, yang pada gilirannya memberikan pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah. Jika aktivitas ekonomi di AS terus melemah, kemungkinan pemangkasan suku bunga tahun ini akan semakin besar, dan tekanan terhadap mata uang Garuda akan semakin berkurang.

    Dengan demikian, kondisi ini memberikan harapan bagi penguatan lebih lanjut rupiah terhadap dolar AS, terutama jika tren pelemahan ekonomi di AS berlanjut dan memicu kebijakan moneter yang lebih longgar dari Federal Reserve. Hal ini tentunya akan membawa dampak positif bagi ekonomi Indonesia, terutama dalam hal stabilitas nilai tukar dan inflasi.

    Dolar AS Melemah, Peluang Rupiah Keluar dari Tekanan

    Terence Wu, Strategis FX dari DBS Bank Global Financial Markets, mengindikasikan bahwa dolar AS kemungkinan akan mengalami pergerakan stabil terlebih dahulu pada kuartal ketiga, sebelum cenderung melemah menjelang pemangkasan suku bunga yang diantisipasi pada kuartal empat.

    Wu juga mencatat bahwa penguatan Rupiah akan terkendala oleh pelemahan mata uang Asia seperti Yuan China (CNY) dan Yen Jepang (JPY), dengan kuartal keempat diharapkan menjadi momentum yang lebih menguntungkan bagi Rupiah terhadap dolar AS.

    Menurut Maynard Arif, Spesialis Ekuitas dari DBS Group Research, imbal hasil obligasi US Treasury diperkirakan akan turun seiring rencana pemangkasan suku bunga, yang berpotensi mendukung Rupiah melalui perluasan spreadnya dengan imbal hasil Surat Utang Indonesia.

    Meskipun Bank DBS Indonesia mengasumsikan bahwa Bank Indonesia (BI) tidak akan menurunkan suku bunga tahun ini sebelum Federal Reserve, faktor perbedaan suku bunga antara Fed dan BI tetap mempengaruhi prospek Rupiah.

    Bank DBS Indonesia memproyeksikan Rupiah akan menguat menjadi sekitar Rp15.800 per dolar AS pada akhir tahun, dengan nilai tukar yang stabil pada kuartal ketiga di rentang Rp16.000-Rp16.500 per dolar AS, dan sedikit di bawah Rp16.000 per dolar AS pada kuartal empat.

    Pengamat mata uang dan komoditas, Lukman Leong, menambahkan bahwa tekanan dolar AS terhadap Rupiah dapat mereda jika Fed memangkas suku bunga dua kali hingga akhir tahun. Dia juga menyatakan bahwa Rupiah dapat menguat sekitar Rp16.000 pada akhir tahun 2024, sementara mata uang seperti Yen Jepang (JPY) dan Franc Swiss (CHF) juga menarik untuk diamati karena potensi penguatan mereka.

    Secara keseluruhan, prospek dolar AS yang lemah seiring rencana pemangkasan suku bunga Federal Reserve memberikan peluang bagi pasangan mata uang seperti USDJPY untuk semester kedua tahun ini, sementara Australian Dollar (AUD) juga dianggap potensial karena kebijakan suku bunga yang masih tinggi dari Reserve Bank Australia (RBA) hingga pertengahan 2025.

    JPY dan AUD Investasi Menarik

    Japanese Yen (JPY) dan Australian Dollar (AUD) diproyeksikan untuk menguat terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) menjelang akhir 2024. Rencana pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve berpotensi melemahkan posisi dolar AS.

    Terence Wu, Strategis FX dari DBS Bank Global Financial Markets, menyatakan bahwa ekspektasi penurunan suku bunga yang lebih dalam dari Federal Reserve dan imbal hasil yang lebih rendah dari US Treasury telah memberikan tekanan pada dolar AS (USD). Dia memperkirakan dolar akan mengalami pergerakan datar dengan kecenderungan sedikit melemah di paruh kedua 2024, dipengaruhi oleh skenario soft landing ekonomi AS yang akan terjadi ketika Federal Reserve melakukan pemangkasan suku bunga.

    Menurut Terence, data terbaru tentang Produk Domestik Bruto (PDB) AS mendukung pandangan soft landing terhadap ekonomi Amerika. Meskipun Federal Reserve hanya berencana untuk satu pemangkasan suku bunga, pasar tetap mengantisipasi dua pemangkasan dalam tahun ini. Namun demikian, dolar AS masih dianggap tangguh saat ini karena pelemahan mata uang pesaing seperti euro dalam konteks ketidakpastian pemilu Prancis dan yen Jepang yang belum mengalami kenaikan suku bunga.

    Dalam konteks potensi pelemahan dolar AS ini, Terence menyoroti potensi penguatan Japanese Yen (JPY) dan Australian Dollar (AUD) untuk paruh kedua 2024. Dia mencatat bahwa depresiasi JPY disebabkan oleh aktivitas carry trade yang persisten, tetapi diperlukan perubahan struktural untuk mengubah tren ini. Sementara AUD dilihat sebagai mata uang yang prospektif karena kebijakan suku bunga yang masih tinggi dari Reserve Bank Australia (RBA) hingga pertengahan 2025, yang kemungkinan akan mendukung kekuatan AUD.

    Djoko Soelistyo, Kepala Produk Investasi & Penasihat PT Bank DBS Indonesia, menambahkan bahwa Yen Jepang menarik untuk investasi karena harga sudah cukup terdepresiasi dan fundamental ekonomi Jepang yang stabil. Sementara AUD dianggap prospektif karena tingkat inflasi yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain, yang berpotensi mendorong kenaikan suku bunga dan menguatkan mata uang.

    Maynard Arif, Spesialis Ekuitas dari DBS Group Research, menyatakan bahwa harga Yen Jepang yang historisnya sudah terbilang murah memberikan kesempatan bagi investor sebelum mata uang ini mengalami penguatan. Dia memperkirakan bahwa pasangan mata uang USDJPY dapat dimanfaatkan untuk paruh kedua tahun ini, mengingat prospek pelemahan dolar AS yang diperkirakan akan terjadi.

    Secara keseluruhan, para ahli dari DBS Bank Indonesia memandang bahwa mata uang lainnya juga memiliki potensi untuk menguat terhadap dolar AS, seiring dengan ekspektasi bahwa dolar AS akan mengalami pelemahan menjelang akhir tahun 2024 setelah menguat secara signifikan terhadap sejumlah mata uang. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi