KABARBURSA.COM - Pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menyoroti capaian perekonomian Republik Indonesia (RI) terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurutnya, kondisi domestik menjadi salah satu faktor yang mampu meningkatkan kekuatan mata uang Garuda.
Ia mengatakan, perekonomian dalam negeri masih berada pada jalur positif di tengah tekanan global. Tekanan global ini juga dapat memengaruhi Tanah Air.
Lanjut Ibrahim, surplus neraca perdagangan, pemulihan aktivitas manufaktur, dan penguatan rupiah merupakan cerminan hal tersebut. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus USD2,39 miliar per Oktober 2025. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Ia merinci bahwa ekspor pada Oktober 2025 tercatat USD24,24 miliar, turun 2,31 persen year on year (yoy), terutama akibat anjloknya ekspor migas hingga 33,60 persen. Sementara itu, impor mencapai USD21,84 miliar, atau turun 1,15 persen yoy.
Ibrahim menyebut surplus Oktober lebih banyak ditopang oleh kinerja komoditas nonmigas, yang mencatatkan surplus USD4,31 miliar. Tiga penyumbang terbesar berasal dari lemak dan minyak hewani nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
Tidak hanya sektor perdagangan, aktivitas manufaktur juga menunjukkan pemulihan berkelanjutan. "Kemudian, aktivitas manufaktur Indonesia kembali menunjukkan ekspansi berturut dalam 4 bulan terakhir. PMI manufaktur Indonesia pada November 2025 berada di level 53,3 atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya 51,2," jelasnya.
PMI Indonesia bulan ini juga lebih kuat dibanding September 2025 yang berada di level 50,4, meski sedikit di bawah capaian Agustus 2025 sebesar 51,5. Sebelum memasuki fase ekspansi ini, PMI sempat terpuruk ke 46,7 pada April 2025dan mengalami kontraksi sepanjang April–Juli.
Ibrahim mengutip laporan S&P Global, yang menyebut ekspansi manufaktur didorong kenaikan output dan pesanan baru tercepat sejak Agustus 2023. Namun permintaan tersebut masih didominasi pasar domestik karena pesanan ekspor baru justru turun cukup signifikan.
Seiring membaiknya permintaan, kebutuhan tenaga kerja dan aktivitas pembelian juga meningkat. Sementara itu, pasar mata uang turut menunjukkan penguatan meski rupiah stagnan.
Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 12 point sebelumnya sempat menguat 15 point di level Rp16.663 dari penutupan sebelumnya di level Rp16.675.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp16.630–Rp16.670," kata Ibrahim. (*)