KABARBURSA.COM- Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Juni 2024 pada Rabu 19 Juni 2024 dan Kamis 20 Juni 2024. Diperkirakan suku bunga acuan akan tetap berada di level 6,25 persen. Sementara di mancanegara, Presiden Fed New York John Williams menyatakan suku bunga akan diturunkan bertahap. Sebaliknya, Thomas Barkin dari Fed Richmond menegaskan perlunya data ekonomi tambahan sebelum mendukung pemangkasan suku bunga. Pada Kamis 20 Juni 2024, PBoC diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan tenor satu tahun di 3,45 persen dan tenor lima tahun di 3,95 persen.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) bersiap merilis data perdagangan internasional Indonesia untuk Mei 2024 pada Rabu (19/06). Diprediksi, surplus perdagangan akan menyentuh 2,65 miliar dolar AS, menurun dari April yang mencapai 3,56 miliar dolar AS. Konsensus pasar menunjukkan ekspor masih akan tumbuh sebesar 1,34 persen (yoy), sementara impor diperkirakan turun 9,39 persen (yoy) pada Mei 2024.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengungkapkan, dolar AS melanjutkan rebound yang didukung oleh sentimen pernyataan hawkish Ketua The Fed Jerome Powell. "Penguatan dolar AS tidak rasional mengingat data inflasi konsumen dan produsen AS menurun karena penurunan harga minyak dunia," katanya dikutip Rabu 19 Juni 2024.
Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun, kata Lukman, masih turun dan mencapai level terendah dalam 1,5 bulan. "Probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed meningkat dari 25 bps-35 bps menjadi 50 bps di akhir tahun," jelasnya.
{
"width": "100 persen",
"height": "480",
"symbol": "FRED:T10Y2Y",
"interval": "D",
"timezone": "Etc/UTC",
"theme": "light",
"style": "1",
"locale": "en",
"hide_top_toolbar": true,
"allow_symbol_change": false,
"save_image": false,
"calendar": false,
"hide_volume": true,
"support_host": "https://www.tradingview.com"
}
Lukman memperkirakan dolar AS akan melemah sehingga rupiah berpotensi menguat. Dari dalam negeri, pergerakan rupiah juga akan dipengaruhi oleh data perdagangan dan RDG BI. "Rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp16.250 - Rp16.350," ujarnya, pekan lalu sebelum libur Iduladha.
Sementara itu, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi berpandangan rupiah masih berpotensi melemah, salah satunya akibat Uni Eropa yang mengumumkan tarif tinggi 17 persen-30 persen untuk impor kendaraan listrik Tiongkok.
Selain itu, kata Ibrahim, risiko ekonomi global masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan positif. "Ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan," bebernya.
Ketidakpastian kebijakan perdagangan mencapai tingkat yang sangat tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Suku bunga yang tinggi juga akan meredam aktivitas global," kata Ibrahim.
Ekonomi berisiko tumbuh lebih lambat dari perkiraan karena berbagai tantangan domestik. "Bencana alam terkait perubahan iklim juga dapat menghambat aktivitas ekonomi," kata Ibrahim.
Ibrahim memperkirakan, rupiah berpotensi melemah dengan rentang Rp16.400 - Rp16.470 per dolar AS.
Sementara itu, Wall Street ditutup menguat tadi malam. Indeks Dow Jones Industrial Average naik 56,76 poin (0,15 persen) menjadi 38.834,86. S&P 500 naik 13,80 poin (0,25 persen) ke 5.487,03, dan Nasdaq Composite naik 5,21 poin (0,03 persen) ke 17.862,23.
Di bursa regional Asia pagi ini, Nikkei menguat 246,29 poin (0,64 persen) ke 38.728,39, Hang Seng naik 244,14 poin (1,36 persen) ke 18.159,69, Shanghai melemah 6,44 poin (0,21 persen) ke 3.023,80, dan Straits Times naik 10,33 poin (0,31 persen) ke 3.312,11.
Pada Jumat pekan lalu 14 Juni 2024, kurs rupiah spot ditutup melemah 0,87 persen ke Rp 16.412 per dolar AS. Rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI turun 0,54 persen ke Rp 16.374 per dolar AS.
{
"width": "100 persen",
"height": "480",
"symbol": "FX_IDC:USDIDR",
"interval": "D",
"timezone": "Etc/UTC",
"theme": "light",
"style": "1",
"locale": "en",
"hide_top_toolbar": true,
"allow_symbol_change": false,
"save_image": false,
"calendar": false,
"hide_volume": true,
"support_host": "https://www.tradingview.com"
}
Mengutip situs federalreserve, Pada beberapa kesempatan tahun ini, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya di level yang stabil. Keputusan ini diambil untuk meredam inflasi yang mulai menunjukkan tanda-tanda melambat. Presiden Fed New York, John Williams, dan beberapa pejabat lainnya menyatakan pentingnya pendekatan bertahap dalam menyesuaikan suku bunga, mengingat dinamika ekonomi yang kompleks.
The Fed terus memantau data ekonomi dengan seksama. Penurunan inflasi konsumen dan produsen di AS memberikan dorongan untuk mempertahankan kebijakan moneter yang stabil. Namun, Thomas Barkin dari Fed Richmond menekankan bahwa diperlukan data lebih lanjut sebelum memutuskan langkah signifikan seperti penurunan suku bunga.
Ketidakpastian ekonomi global, termasuk ketegangan geopolitik dan fluktuasi harga komoditas, menjadi faktor utama dalam pengambilan keputusan The Fed. Di tengah situasi ini, The Fed berupaya menjaga stabilitas ekonomi domestik sambil mengantisipasi dampak eksternal yang mungkin timbul.
Pasar keuangan merespons kebijakan The Fed dengan beragam. Pasar saham AS, termasuk indeks Dow Jones Industrial Average, S&P 500, dan Nasdaq Composite, menunjukkan performa yang relatif positif meskipun terdapat fluktuasi kecil. Investor cenderung optimis namun tetap waspada terhadap perkembangan kebijakan moneter The Fed.
Kinerja The Fed juga mempengaruhi nilai dolar AS. Meski terdapat kekhawatiran mengenai potensi penurunan nilai dolar, stabilitas kebijakan moneter The Fed membantu menjaga nilai dolar tetap kuat dalam jangka pendek. Analis percaya bahwa pendekatan hati-hati The Fed akan memberikan kepercayaan kepada pasar dan menjaga stabilitas nilai tukar.
Keputusan The Fed tidak hanya berdampak pada ekonomi AS tetapi juga pada kebijakan moneter global. Bank sentral di berbagai negara, termasuk Bank Indonesia, memantau langkah The Fed untuk menyesuaikan kebijakan mereka sendiri. Dengan pendekatan yang hati-hati, The Fed memberikan sinyal bahwa stabilitas tetap menjadi prioritas utama dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang dinamis. (*)