Logo
>

Saham Agrikultur: Potensi Besar tapi Kurang Dilirik (1)

Dari performa keuangan yang makin solid hingga tradisi bagi dividen yang tak pernah absen, AALI tampil sebagai saham sawit yang bisa jadi ‘sumber penghasilan tetap’ buat investor cerdas.

Ditulis oleh Yunila Wati
Saham Agrikultur: Potensi Besar tapi Kurang Dilirik (1)
Ilustrasi pekerja di perkebunan sawit.

KABARBURSA.COM – Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, sektor agrikultur kembali menjadi pusat perhatian sebagai fondasi utama dalam mewujudkan ambisi besar Indonesia, yaitu swasembada pangan. Pemerintah menargetkan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri secara mandiri, tanpa bergantung pada impor, dalam waktu sesingkat-singkatnya. 

Untuk mencapai tujuan itu, strategi pembangunan pertanian nasional digenjot melalui perluasan lahan, modernisasi sistem produksi, serta peningkatan kapasitas petani lokal. Salah satu langkah konkret adalah rencana perluasan lahan pertanian hingga tiga juta hektare, termasuk pemanfaatan lahan rawa di Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua. 

Kebijakan ini tak hanya ditujukan untuk menjamin ketahanan pangan nasional, tetapi juga untuk membangun kedaulatan ekonomi berbasis sumber daya domestik yang berkelanjutan.

Langkah lain yang diambil pemerintah untuk mendukung sektor agrikultur ini adalah pengalokasian anggaran ketahanan pangah. Tahun ini, pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp139,4 triliun yang difokuskan pada peningkatan produktivitas, pertanian, perbaikan infrastruktur, dan pemberdayaan petani skala kecil.

Kementerian Pertanian juga menargetkan pengembangan pertanian modern melalui pelatihan tenaga pertanian modern kompeten sebanyak 65.170 orang. Program cetak sawah dan optimalisasi lahan pun terus dikejar untuk meningkatkan produksi padi nasional.

Salah satu langkah krusial pemerintah adalah menetapkan kebijakan stop impor pangan, seperti jagung untuk pakan ternak. Stop impor pangan ini diberlakukan untuk mendukung kesejahteraan petani lokal dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Namun, ada sejumlah tantangan yang dihadapi, seperti perubahan iklim. Ya, sektor pertanian memang sangat rentan dengan perubahan iklim, seperti fenomena El Nino dan La Nina. Hal ini berdampak langsung pada produktivitas pertanian dan ketersediaan air untuk irigasi.

Yang paling penting dan menjadi perhatian khusus adalah alih fungsi lahan. Pembangunan di sektor industri, perumahan, dan infrastruktur menyebabkan lahan pertanian terdampak dan berakibat pengurangan produksi pangan.

Dari sisi eksternal, ketegangan geopolitik global menyebabkan lonjakan harga bahan bagu pupuk, yang berujung pada meningkatnya harga pupuk dan mengganggu perdagangan secara global. Belum lagi masalah kurangnya regenerasi petani hingga keterbatasan infrastruktur teknologi.

Dari sisi investasi, sebenarnya ada potensi besar yang ditawarkan oleh emiten-emiten sektor agrikultur. Tapi sayangnya, potensi besar ini kurang dilirik.

Saham-saham seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (IDX AALI), PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (IDX LSIP), dan PT Sampoerna Agro Tbk (IDX SGRO), menawarkan potensi pertumbuhan yang baik. Begitu pula dengan PT Sawit Sumbermas Sararna Tbk (IDX SSMS) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (IDX TBLA) memberikan diversifikasi pendapatan yang dapat mengurangi risiko.

Lalu, seberapa besar potensi yang ditawarkan emiten-emiten tersebut? Mari kita bahas saham AALI, LSIP, dan SGRO!

PT Astra Agro Lestari Tbk (IDX AALI)

PT Astra Agro Lestari Tbk atau AALI merupakan perusahaan kelapa sawit yang memiliki perkebunan dan pabrik di Kalimantan Selatan. Perusahaan yang merupakan anak perusahaan PT Astra International Tbk ini mulai beroperasi secara komersial pada 1995.

Sumber: Stockbit.
AALI go public pada 1997 dengan IPO di Bursa Efek Indonesia. Selain Perkebunan kelapa sawit, AALI juga mengoperasikan kilang minyak kelapa sawit dan pabrik pencampuran pupuk di antara unit-unit terkait kelapa sawit lainnya.

Kinerja keuangan AALI dari kuartal pertama 2023 hingga kuartal pertama 2025 menunjukkan perjalanan yang cukup berwarna, dengan berbagai dinamika yang mencerminkan kondisi bisnis dan strategi perusahaan yang terus berkembang. 

Kalau dianalogikan, seperti petualangan yang kadang menanjak, kadang menurun, tapi tetap bergerak ke depan dengan arah yang cukup jelas.

Dimulai dari kuartal pertama 2023, AALI mencatat pendapatan sebesar Rp4,76 triliun. Angka ini sebenarnya cukup solid, tetapi tantangan biaya yang tinggi membuat laba bersih hanya mencapai Rp230 miliar. 

Dari situ, perusahaan tampaknya mulai melakukan sejumlah penyesuaian, terlihat dari lonjakan pendapatan di kuartal berikutnya yang turun ke Rp4,63 triliun, mungkin karena faktor musiman atau harga komoditas yang menurun. Namun sayangnya, laba bersih justru turun drastis ke Rp148 miliar. Ini seperti fase tarik ulur di mana strategi jangka pendek sedang diuji dan disesuaikan.

Memasuki kuartal ketiga 2023, AALI bangkit cukup tajam dengan pendapatan yang meroket ke Rp6,29 triliun. Ini merupakan titik tertinggi dalam periode yang dianalisis, dan hasilnya juga sangat terasa di laba bersih yang melonjak ke Rp448 miliar. EPS-nya pun ikut melesat ke 224,97, yang artinya setiap lembar saham mendapat untung lebih tinggi. Tentu ini kabar gembira bagi para pemegang saham.

Namun, kebahagiaan ini tak bertahan lama. Di kuartal terakhir 2023, pendapatan turun lagi ke Rp5,06 triliun dan laba bersih juga ikut melemah menjadi Rp263 miliar. Meski begitu, angka ini masih cukup stabil dan menunjukkan bahwa perusahaan masih menjaga kestabilan bisnisnya. Performa ini berlanjut ke kuartal pertama 2024 dengan penurunan laba bersih ke Rp240 miliar, meskipun beban usaha tampak lebih terkendali. Mungkin di sini AALI sedang menyusun ulang peta jalan bisnisnya untuk menghadapi tahun yang baru.

Kuartal kedua dan ketiga 2024 menjadi titik balik kecil, di mana pendapatan meningkat ke Rp5,51 triliun dan Rp5,97 triliun secara berurutan, dan laba bersih pun ikut terdongkrak ke angka Rp282 miliar dan Rp309 miliar. 

Meski belum setinggi performa terbaiknya di 2023, tren ini cukup menjanjikan karena menggambarkan pemulihan yang berkelanjutan. Seperti kapal yang sempat goyah karena badai tapi perlahan menemukan arah anginnya kembali.

Puncaknya terlihat di kuartal pertama 2025, di mana AALI kembali mencatat pendapatan tertinggi sepanjang periode ini, yakni Rp7,02 triliun. Laba bersih ikut terdongkrak signifikan ke Rp285 miliar, dan EPS menyentuh angka 143,94. 

Ini menjadi sinyal bahwa strategi bisnis yang dijalankan mulai membuahkan hasil yang lebih kokoh. Dengan beban pokok dan beban usaha yang lebih terkontrol, AALI tampaknya berhasil mengoptimalkan margin laba secara lebih efisien.

Dari perjalanan ini, bisa kita simpulkan bahwa AALI menunjukkan kemampuan untuk bangkit dan beradaptasi dengan berbagai tantangan pasar. Kinerja yang sempat naik turun bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti bahwa perusahaan ini tetap berusaha bertumbuh meski kondisi eksternal terus berubah. 

Dan kini, memasuki 2025, AALI tampaknya sedang berada di jalur yang benar untuk mencetak performa yang lebih konsisten dan menguntungkan di masa depan.

Rutin Memberikan Dividen

Kalau kita bicara soal dividen, AALI adalah salah satu perusahaan yang cukup rajin berbagi rezeki kepada para pemegang sahamnya. Layaknya orang tua yang setia memberi uang jajan tahunan ke anaknya, perusahaan ini tampaknya punya komitmen tinggi untuk terus membagikan keuntungan melalui dividen, baik dalam bentuk final dividend maupun interim dividend, setiap tahunnya.

Sumber: Stockbit
Mulai dari data terbaru di tahun 2024, AALI sudah menjanjikan pembagian dividen sebesar Rp184 per lembar saham, yang akan cair pada 28 Mei 2025, dengan tanggal ex-dividen yang sudah lewat pada 8 Mei 2025. 

Sebelumnya, pada Oktober 2024, perusahaan juga sempat membagikan dividen interim sebesar Rp84. Totalnya dalam satu tahun buku 2024, AALI menggelontorkan Rp268 per saham—cukup lumayan untuk ukuran investor yang mengincar cash flow dari investasi saham.

Kalau kita telusuri ke belakang, di tahun 2023, pola pembagian dividennya juga serupa: satu kali interim di Oktober sebesar Rp82 dan satu kali final di Mei 2024 sebesar Rp165. Menariknya, nilai total dividen pada 2023 ini lebih kecil dibanding 2022, yang mencapai total Rp404 per lembar (Rp319 final dan Rp85 interim). 

Penurunan ini bisa jadi cerminan dari kondisi profit yang sedikit lebih menantang, atau bisa juga karena manajemen sedang lebih konservatif dalam menjaga arus kas perusahaan.

Tahun 2021 bisa dibilang sebagai tahun keemasan dividen AALI dalam lima tahun terakhir. Total dividen yang dibagikan mencapai Rp461 per lembar saham, terbagi menjadi Rp359 pada Mei dan Rp102 di Oktober. 

Saat itu, kelihatannya perusahaan memang menikmati masa panen dari sisi laba, sehingga berani berbagi lebih banyak ke pemegang saham. Bandingkan dengan tahun 2020 yang total dividennya hanya Rp195, atau bahkan 2019 yang hanya Rp49. Jelas ada pertumbuhan besar di tahun-tahun setelahnya.

Apa yang menarik dari tren ini adalah konsistensi AALI dalam membagikan dividen meskipun dalam kondisi pasar yang tidak selalu stabil. Bahkan saat pandemi menghantam di 2020, AALI masih mampu membayar dividen dua kali setahun, meskipun nilainya tidak terlalu besar. 

Ini menunjukkan bahwa mereka punya komitmen untuk tetap memberi nilai tambah bagi investor, bahkan di tengah tantangan ekonomi global.

Dengan payout ratio terakhir tercatat sebesar 46,55 persen, bisa dibilang AALI berada di titik yang cukup sehat. Artinya, hampir setengah dari laba yang dihasilkan dibagikan sebagai dividen, sementara sisanya disimpan untuk mendukung pertumbuhan bisnis atau investasi jangka panjang. 

Dividend yield-nya yang ada di kisaran 4,58 persen juga membuat saham AALI cukup menarik bagi investor yang fokus pada income investing. Tidak terlalu tinggi, tapi stabil dan bisa diandalkan.

Tahun ini, AALI juga membagikan kabar manis untuk para investornya, yaitu dividen tunai sebesar Rp184 per lembar saham akan segera cair di 28 Mei 2025. Buat kamu yang masih memegang saham AALI sampai tanggal cum date-nya, yaitu 7 Mei 2025, kamu masuk ke dalam daftar penerima ‘bonus tahunan’ ini. 

Kalau kamu membeli sahamnya setelah tanggal tersebut, sayangnya kamu harus menunggu giliran berikutnya.

Tanggal ex-dividend jatuh pada 8 Mei 2025. Ini adalah titik krusial di mana pasar akan mulai memperhitungkan bahwa investor baru tidak akan mendapatkan dividen tersebut. Biasanya, harga saham akan disesuaikan turun secara teknikal sebagai bentuk penyesuaian dari hak dividen yang tak lagi melekat. 

Hari pencatatan atau recording date-nya ada di 9 Mei 2025, yang merupakan saat perusahaan secara resmi mencatat siapa saja yang berhak menerima pembayaran dividen.

Secara keseluruhan, kebijakan dividen AALI memperlihatkan karakter perusahaan yang peduli pada pemegang saham dan cukup disiplin dalam mengelola keuntungan. Untuk kamu yang senang dengan saham yang ‘mengasuh’ investor lewat dividen rutin, AALI ini seperti pasangan yang tahu cara membahagiakan. Tidak flamboyan, tapi selalu hadir tepat waktu dengan hadiah yang layak.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79